Rabu, Januari 15, 2014

Anak Band Tempo Doeloe

Siapakah anak band pertama Indonesia? Kita hanya bisa menebak dari foto-foto tua bergambar orang memegang alat musik, tanpa kita tahu siapa mereka. 

Band militer KNIL Garnizun Balikpapan dalam sebuah upacara hari besar Ratu Belanda tahun 1935. (Gedenschriften Koninlijk Nederlandsch Indische Leger 1830-1950, hlm. 64)
Band militer KNIL Garnizun Balikpapan dalam sebuah upacara hari besar Ratu Belanda tahun 1935. (Gedenschriften Koninlijk Nederlandsch Indische Leger 1830-1950, hlm. 64)
Kita tahu banyak band terkenal di Indonesia, meski lebih banyak hanya berdengung di ranah musik dalam negeri saja. Band, identic dengan kelompok, dalam hal ini kelompok musik. Jadi, band kita maksud disini adalah kelompok musik.
Kelompok musik tradisional pastinya sudah ada sebelum orang Eropa datang membawa gitar yang ikut memberi sumbangan lahirnya keroncong di Indonesia. Bagaimanapun, gamelan atau music tradisional lainnya, tak dimainkan seorang diri, tapi sekelompok orang. Hanya saja, kita tak menyebut mereka sebuah band.
Band selalu identik dengan alat musik pukul dari barat: bass drum, snare drum dan lainnya termasuk drum set (bedug Inggris). Yang berkembang di Indonesia, Drum Band bisa diasosiasikan: kelompok musik dimana alat pukulnya (perkusi) dominan ketimbang alat tiupnya (brass), sementara Marching Band: kelompok music yang jumlah alat tiup dan alat pukulnya. Persamaannya, kedua model band tadi terbiasa long March (pawai).



Band militer KNIL dalam sebuah pose bebas diluar upacara (Soldaten van de Compagnie KNIL 1830-1950, hlm 108)
Band militer KNIL dalam sebuah pose bebas diluar upacara (Soldaten van de Compagnie KNIL 1830-1950, hlm 108)

Kita hanya bisa menebak band militer KNIL digolongkan sebagai band-band pertama di Indonesia, jika band itu diartikan kelompok music dimana terdapat drum alias bedug Inggris. Dalam pasukan KNIL, selalu ada pemukul tambur (semacam snare drum) dan peniup trompet dalam upacara militer, entah upacara militer besar maupun sekedar apel.
Dan, selalu ada korps musik dalam kesatuan militer besar di Indonesia saat ini. Bahkan, pasukan kraton Jogja pun sebenarnya punya pasukan music yang terdiri dari perkusi, flute (seruling) dan trompet. Tak perlu heran jika ada drum band di kalangan taruna akademi (Akmil Magelang; Akademi Angkatan Laut Surabaya; Akademi Angkatan Udara Yogyakarta; bahkan Akademi Kepolisian Semarang). 


Band Jazz yang terbiasa manggung. Band ini mulai berkembang, walau tak banyak di paruh pertama abad XX di beberapa kota besar Indonesia seperti Batavia, Bandung, Surabaya dan Makassar. (Soeka-Doeka di Djawa Tempo Doeloe, hlm. 127).
Band Jazz yang terbiasa manggung. Band ini mulai berkembang, walau tak banyak di paruh pertama abad XX di beberapa kota besar Indonesia seperti Batavia, Bandung, Surabaya dan Makassar. (Soeka-Doeka di Djawa Tempo Doeloe, hlm. 127).


Di masa kolonial, selain band militer, setidaknya ada juga kelompok musik keroncong; Jazz dan belakangan Hawaiian. Ternyata, penggubah lagu Indonesia Raya, Wage Rudolf Supratman sudah main music jazz sejak umur belasan tahun. Begitu juga Ismail Marzuki yang terkenal sebagai komposer itu. Mereka berdua pernah jadi anak band. Dan pastinya, ada anak pribumi yang jadi anak band lainnya yang tak dikenal namanya.
Ismail Marzuki jelas salah satu composer kebanggan Indonesia. Dia banyak menggubah lagu. Tak perlu iri jika namanya menjadi sebuah taman budaya bernama Ismail Marzuki. Dan, sebagai pecipta lagu Indonesia, walau lagu ini terpengaruh lagubarat, menempatkan W.R. Supratman sebagai Bapak Bangsa tak ada salahnya. Dan, terimalah kenyataan, jika salah satu pendiri bangsa ini juga mantan anak band sebelum jadi wartawan dan meninggal dalam usia muda.


Band WR Supratman kala remaja, sebelum dirinya jadi wartawan dan masuk pergerakan nasional. Indonesia Raya sumbangan terbesarnya bagi bangsa ini.
Band WR Supratman kala remaja, sebelum dirinya jadi wartawan dan masuk pergerakan nasional. Indonesia Raya sumbangan terbesarnya bagi bangsa ini.

Decade 1960an, ketika musik rock n roll masuk ke Indonesia, jumlah anak band bertambah. Mereka tidak berangkat dari pemain professional yang biasa manggung. Mereka bermusik lebih dikarenakan suka rock n roll dan ingin menirukan idola mereka. Mereka sibuk meniru Beatles sebangsanya melalui radio asing yang memutar lagu barat. Muncul band lokal macam Koes Bersaudara.
Satu dekade kemudian, 1970an, mereka mulai meniru Deep Purple atau Led Zeppelin, lalu muncul God Bless bahkan Soneta yang pelopor dangdut itu pun agak terpengaruh Deep Purple. Anak band pun bertambah. Jika di zaman colonial mereka tampil necis dan rapi, maka di tahun 1970an, mereka gondrong dan pakai baju ketat dan celana cutbray.  Selanjutnya, anak band pun terus hidup karena ada musik. Dandanan mereka selalu berubah cepat disesuaikan trend yang ada di jaman itu, tak selambat di masa lalu.

Selasa, Januari 14, 2014

Orang bersarung Melawan!

Ini Kiai sosok menyejukan, tapi pengaruhnya mampu membangkitkan semangat perjuangan para santri. Dan, tergambar disini, pembunuh Mallaby adalah santri sang Kiai juga.

Lebih dari setahun silam, saya ikut casting film Sang Kiai, dan gagal. Tapi, sejujur-jujurnya, saya pribadi senang juga melihat film ini selesai, bahkan setelah menontonnya. Saya tidak akan menyoroti permainan para aktor dan aktrisnya. Setidaknya, Christine Hakim ikut sedikit menghidupkan dengan peran sebagai sang istri Kiai. Dan, Ikranegara mampu menampilkan Kiai Hasyim Azhari sebagai sosok yang menyejukan hati. Sudah seharusnya, ucapan bahkan wajah seorang Kiai itu mampu memberikan kesejukan bagi para santri dan siapapun di sekitarnya. Dan, yang tak kalah penting adalah bisa berpikir jauh ke depan. Seperti Sang Kiai dalam film Sang Kiai ini. Sang Kiai dalam film ini, bagi saya, mirip dengan cucunya, Abdurahaman Wahid alias Gus Dur. Terserah orang mau bilag dia Presiden gagal, tapi setidaknya Gus Dur punya sisi sebagai orang yang mampu memberi kesejukan sebagai tokoh nasional.
Bicara soal setting, saya tak merasakan aura masa lalu dalam film ini. Tapi, setidaknya terasa juga aura Jawa Timur, dimana pesantren-pesantren tersebar di banyak penjuru. Termasuk Tebuireng. Meski tak pernah Nyantri, saya bisa bayangkan begitulah pesantren Jawa Timur.
Hal fatal dalam film ini adalah sosok-sosok perwira Jepang yang tak terkesan Jepang sama sekali. Maklum, pemerannya lebih mirip orang Indonesia. Kebetulan mata mereka sipit. Harus diakui jika serdadu Jepang yang menduduki Indonesia memang kejam dan angkuh secara berlebihan. Harap maklum jika serdadu Jepang kejam, karena kebanyakan diantara mereka adalah veteran perang di China juga. Dan mereka baru saja merebut Indonesia dari tentara Hindia Belanda (KNIL). Orang-orang Jepang yang jadi serdadu itu nampaknya agak bodoh dalam memahami orang Indonesia. Kebencian pada Jepang Nampak berlebih. Namanya juga film.  
Film ini jelas nampak berlebihan. Terkesan, fakta riil sejarah tak penting. Mungkin film ini tak dimaksudkan menjadi film sejarah. Boleh dong sang sutradara menafsir. Film Sukarno yang sebelumnya rilis justru malah lebih baik dalam hal riset.  Perkara ini tampaknya bukan membuat film ini bohongan namun justru nampak lucu, karena hanya sedikit bagian, yang di mata saya sulit diterima.
Ada bagian yang sulit saya percaya. Soal pembunuh Brigadir Jenderal Mallaby? Banyak orang bertanya-tanya siapakah pembunuh Mallaby yang sebenarnya? Selama ini, sepengetahuan saya, tak ada yang tahu siapa nama pemuda yang membunuh Mallaby dalam jarak dekat. Benar-benar bonek (bondo-nekad)!!.
Saya bayangkan pembunuh Mallaby mirip dengan Orang-orang hanya bisa pastikan pembunuhnya pemuda yang mungkin berusia 16-18 tahun. Kemungkinan dia pemuda berdarah panas yang begitu terbakar oleh semangat revolusi. Setelah menembak sang jenderal, si pemuda ini terbunuh juga dalam huru-hara di Jembatan Merah. Tak ada yang tahu namanya. Dan, film ini berusaha memberikan jawaban dengan caranya. Ada sosok Harun, santri kesayangan Sang Kiai. Yang kemudian berbeda jalan, walau tak bisa disangkal betapa sayangnya si santri pada Sang Kiai. Nah sosok Harun inilah yang membunuh Mallaby.
Meski membuat saya ngakak, tetap saja ini bisa kita maknai positif. Bagaimanapun pembunuh Mallaby pemuda pahlawan yang revolusioner dan orang tak dikenal alias orang biasa. Dan, si pemuda ini adalah orang dari daerah dimana pesantren-pesantren memberi pengaruh luas. Termasuk sumbangsih dunia pesantren terhadap perjuangan Indonesia.  Inilah bukti orang bersarung pun punya jasa pada Negara ini. Dan jangan pernah ada larangan bersarung!!!