Jumat, September 11, 2009

Di Laut harus Jaya


Katanya nenek moyangku seorang pelaut. Itu kata lagu yang dinyanyikan Adikku waktu SD dulu. Rasanya, Indonesia kurang bangga sebagai Negara Maritim. Jalasveva Jaya Mahe (artinya: Dilaut kita jaya) seperti tidak arti. Cuma para pelaut rendahan saja yang menjadikan kalimat sakti itu sebagai kebanggaan.

Katanya, Muhamad Yamin, Majapahit dulu berhasil menguasai Nusantara. Jika benar, berarti Armada laut Majapahit pasti tangguh. Butuh armada laut tangguh untuk menjelajahi dan menguasai perairan nusantara yang kadang dipenuhi bajak laut.
Bisa disimpulkan kejayaan Majapahit, yang katanya menguasai Nusantara itu, berarti juga kejayaan pelaut Indonesia di masa lalu. Cukup bisa dibanggakan sebenarnya.

Zaman terus berlalu, nyatanya kejayaan Pelaut Indonesia tinggal romantisme belaka. Nyaris tidak bisa dibanggakan. Apakah salah para pelaut?rasanya tidak! Tidak ada yang salah dengan para pelaut. Mereka tidak bisa disalahkan ketika Laut Nusantara terus dijarah. Juga bukan salah nelayan di Nusantara jika banyak hasil laut dicuri, dan kadang rusak. Nyatanya banyak nelayan tidak diperhatikan.

Dalam sejarah, selain Hang Tuah (Panglima laut kerajaan Melayu), Mpu Nala (panglima armada laut Majaphit)ataupun John Lie (pahlawan Laut Indonesia zaman revolusi kemerdekaan RI), Indonesia harusnya bisa melahirkan pahlawan laut baru.
Dalam pelajaran SD, dijelaskan luas lautan Indonesia lebih luas daripada daratan. Jadi banyak perairan yang harus dijaga. Laut adalah anugrah terbesar bagi Indonesia, namun laut belum bisa dijaga dengan baik di Indonesia.

Siapa yang harus disalahkan? Ya siapa lagi kalau bukan pengarah pembangunan nasional, pemerintah. Kebijakan pemerintah kurang begitu peduli dalam sektor maritim. Mencintai Laut Indonesia, tinggal wacana kosong. Ketika Sail Buneken, yang diadakan Agustus lalu, selesai dilaksanakan, maka selesai pula perhatian orang Indonesia kepada laut.

LAUT INDONESIA LUAS
Orang-orang Indonesia pecinta laut Nusantara, tentu akan miris mendengar berita gangguan berupa pencurian di laut-laut Nusantara oleh kapal-kapal asing. Sementara itu, Angkatan Laut Indonesia tampak tidak berdaya mengatasi semua gangguan itu, karena laut Indonesia yang begitu luas. Banyak orang akan memaklumi ketidakberdayaan pihak Angkatan Laut itu setelah mengetahu jumlah personil Angkatan Laut yang jelas-jelas terbatas.

Tahun 2009, jumlah personil Angkatan Perang alias TNI berjumlah 432.129 personil. Dengan 328.517 personil diantaranya adalah Angkatan Darat. Sementara itu, jumlah personil Angkatan Laut hanya 74.963 personil. Jumlah personil Angkatan Udara, hanya 34.930 personil saja. Jumlah personil Angkatan Laut yang hanya 74.963 itu harus mengamankan lautan yang 5,8 juta km2 yang terdiri dari 3,1 juta km2 Perairan Nusantara dan 2,7 km2 Perairan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI).Dan 70 persen dari luas total Indonesia, adalah lautan.

PERBANYAK PERSONIL DI LAUT!
Mengutip tulisan Nasrul Alam, "Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL) Laksamana Bernard Kent Sondakh, dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi I DPR awal Juli (2002), mengakui lemahnya kemampuan tempur matra laut. Dari total 113 KRI (Kapal Republik Indonesia) yang dimiliki TNI AL saat ini-meliputi kapal tempur, kapal patroli, dan kapal pendukung-tak ada satu pun yang siap tempur sesuai fungsi azasinya. Umumnya kapal milik TNI AL itu telah berusia tua dan kondisinya semakin diperparah oleh embargo peralatan militer oleh Amerika Serikat (AS), yang sampai saat ini belum benar-benar dicabut. Keseluruhan armada kapal TNI AL, sebanyak 39 KRI berusia di atas 30 tahun, 42 KRI berusia antara 21-30 tahun, 24 KRI berusia antara 11-20 tahun, dan hanya delapan KRI yang berusia di bawah sepuluh tahun tahun." Tergambar betapa payahnya armada laut Indonesia. Kondisi ini nampaknya tidak banyak berubah.

Bisa dibayangkan kondisi Angkatan Laut Indonesia seperti Angkatan Laut Hindia Belanda zaman Hindia Belanda sebelum dikalahkan Armada Laut Jepang dari arah Pasifik. Sekali serbu saja, Angkatan Laut Indonesia bisa kalah telak. Hal ini bisa mempengaruhi semangat berjuang para personil Angkatan Laut, yang sedianya siap mati di lautan untuk menjaga lautan Indonesia. Betapa, kondisi peralatan tempur Angkatan Laut itu juga mengecewakan personil Angkatan laut juga.

Semua harus berubah dari sekarang! Angkatan Laut harus terus disupport dengan personil dan peralatan tempur seperti kapal-kapal perang yang jumlahnya mampu menjaga lautan Indonesia. Petinggi TNI hendaknya tidak terus-terusan berpikir ke darat saja. Personil Angkatan Darat yang terlalu banyak rasanya lebih membahayakan. Indonesia adalah Negara Maritim, dan tidak boleh menjadi Negara Angkatan Darat!. Jangan sampai Indonesia seperti negara Amerika latin, dimana Angkatan darat dominan. Dominasi Angkatan Darat, hanya akan menjebak Angkatan Darat semakin menjadi pelanggar HAM terbesar ditubuh militer Indonesia.

Tidak ada waktu untuk menunggu sebuah pembenahan Angkatan Laut Indonesia secara besar-besaran untuk orang-orang Indonesia terus menjaga Nusantara dan dengan bangga bisa berkata, "JALASVEVA JAYA MAHE!" Ini tuntutan yang tidak bisa ditunda-tunda lagi! Pencurian kekayaan laut harus berhenti atau di laut Indonesia tidak pernah jaya.


Selasa, September 08, 2009

Mahkamah Buku Untuk Kasdi


Aku bisa terus hidup karena buku. Aku tidak dibilang bodoh juga karena buku. Rupanya tidak hanya terjadi padaku. Orang lain juga rasakan hal yang sama.Ternyata buku milik peradaban manusia. Dan manusia beradab selalu hargai buku. Mantan Presiden juga menghormati buku, dengan membangun perpustakaan.

Di Indonesia, buku kadang menjadi sampah tak berharga. Bukan masalah jika yang perlakukan buku seperti sampah itu orang-orang awam. Ternyata, ada seorang yang harusnya menghargai buku malah membakar buku, seolah buku itu punya dosa padanya. Seminggu belakangan ini, ada kisah seorang Profesor membakar buku. Gila. Kawan-kawan yang sangat mencintai buku lalu mengganti gelar Prof (Profesor) nya menjadi Prov (Provokator).
Ampun deh. Kayaknya, dalam sejarah Indonesia baru dia yang bakar buku. Memalukan sekali? sangat tidak layak sekali.
Bukan rahasia umum, jika Kasdi alias Profesor Aminudin Kasdi yang guru besar Universitas Negeri Surabaya itu, anti komunis. Tidak ada yang salah dengan ideologinya! Dia cukup keras menulis sikap antinya terhadap komunis. Selama dia menulisnya itu tidak masalah, tapi bukan membakarnya.
Kasdi rupanya sangat kesal dengan sebuah buku tentang Sumarsono dan Revolusi Agustus-nya. Kasdi begitu membenci Sumarsono yang punya jasa terhadap Republik, walau Sumarsono tidak mengakui Proklamasi 17 Agustus. Rasanya itu hak Sumarsono, toch dia juga punya jasa besar dalam pertempuran 10 November 1945.
Katanya, dalam sebuah wawancara, Kasdi tidak puas dengan Buku Sumarsono. Harusnya! Jika Kasdi, yang katanya sejarwan yang banyak nulis buku, tidak puas dengan Buku-nya Sumarsono, ya Kasdi harus nulis buku juga. Tulisan dilawan dengan tulisan. Bukan tulisan dilawan dengan pembakaran.
Bagaimanapun pembakaran buku adalah vandalisme! Jadi harus ada sangsi kepada pelaku. Jika tidak buku menjadi makin tidak dihargai.Jadi, penting sekali untuk diadakan Mahkamah Buku untuk Kasdi! Letkol Untung saja diadili di Mahkamah Militer Luar Bi(n)asa, mengapa Kasdi tidak diadili oleh pecinta Buku sejagat? Kasdi harus mendapat hukuman setimpal!
Mahkamah Buku harus lahir dan bertindak untuk mengadili Kasdi! Agar tidak lahir Kasdi-Kasdi lain di masa depan yang hanya merusak peradaban manusia,


(NB: Tulisan ini adalah reaksi atas vandalisme yang dilakukan Profesor Aminudin Kasdi yang membakar buku Sumarsono. Semoga tidak peristiwa memalukan ini di masa depan. Peristiwa ini bukti bahwa Indonesia sebagai bangsa belum bisa menghargai buku!)