Selasa, November 26, 2013

Dari Oom Bintang sampai Bier Bintang

Anak kecil, berpikir bintang; serdadu KNIL bangga kalau ada bintang di dada. Dan sebagian orang meminumnya di kala senggang.


Di sebuah tempat sunyi di pedalaman Papua yang bernama Tanah Merah alias Boven Digoel, tersebutlah seorang mantra polisi. Di mata  Thomas Nayoan Si Raja Pelarian yang kesohor karena doyan kabur itu, Oom Bintang bukan sipir jahat yang suka menyiksa tahanan. Oom Bintang yang ditemui Thomas Nayoan pastinya tak sejahat dan sebengis sipir penjara jaman orde baru yang suka memerah keringat orang tahanan untuk kepentingan pribadi. Seperti seorang abdi negara yang pernah menyuruh Hendra Gunawan melukis, lalu uang penjualan lukisan itu dimakan untuk dirinya. Oom Bintang yang di Boven Digoel tak seperti kesannya barangkali. Jadi, kata siapa jaman colonial lebih buruk daripada jaman Indonesia merdeka?
 Mari kita bicara lagi soal Oom Bintang. Dulu, setelah Thomas Nayoan tertangkap lagi setelah kaburnya yang begitu heroik sampai Australia, Nayoan tak sedih. Dia masih suka berkelakar seperti ini: “Australia tak suka padaku, maka kembalilah ke Oom Bintang!” 
Orang yang melihatnya, akan berpikir Nayoan terlihat seperti orang bebas tanpa tekanan di Digoel. Nayoan terlihat sebagai orang yang suka tersenyum.    Terbayang dalam pikiran saya, Oom Bintang hanya geleng-geleng saja pada Nayoan. Paling Nayoan hanya ditaruh di ruang isolasi saja. Tak perlu disiksa, karena pernah tinggal di Digoel saja sudah siksaan buat Nayoan cs.
Suatu kali Syahrir bertanya pada Nayoan, “apa tujuan pelariannya?.” Thomas Nayoan, dengan lucunya menjawab: “Yang pertama lari untuk ketemu Lenin, tetapi yang ketemu Oom Bintang. Yang kedua kali ingin ketemu Stalin, tetapi yang ketemu Oom Bintang juga.”
Di sebuah tempat sunyi di pedalaman Papua yang bernama Tanah Merah alias Boven Digoel, tersebutlah seorang mantra polisi. Di mata Thomas Nayoan Si Raja Pelarian yang kesohor karena doyan kabur itu, Oom Bintang bukan sipir jahat yang suka menyiksa tahanan. Oom Bintang yang ditemui Thomas Nayoan pastinya tak sejahat dan sebengis sipir penjara jaman orde baru yang suka memerah keringat orang tahanan untuk kepentingan pribadi. Seperti seorang abdi negara yang pernah menyuruh Hendra Gunawan melukis, lalu uang penjualan lukisan itu dimakan untuk dirinya. Oom Bintang yang di Boven Digoel tak seperti kesannya barangkali. Jadi, kata siapa jaman colonial lebih buruk daripada jaman Indonesia merdeka? Mari kita bicara lagi soal Oom Bintang. Dulu, setelah Thomas Nayoan tertangkap lagi setelah kaburnya yang begitu heroik sampai Australia, Nayoan tak sedih. Dia masih suka berkelakar seperti ini: “Australia tak suka padaku, maka kembalilah ke Oom Bintang!” Orang yang melihatnya, akan berpikir Nayoan terlihat seperti orang bebas tanpa tekanan di Digoel. Nayoan terlihat sebagai orang yang suka tersenyum. Terbayang dalam pikiran saya, Oom Bintang hanya geleng-geleng saja pada Nayoan. Paling Nayoan hanya ditaruh di ruang isolasi saja. Tak perlu disiksa, karena pernah tinggal di Digoel saja sudah siksaan buat Nayoan cs. Suatu kali Syahrir bertanya pada Nayoan, “apa tujuan pelariannya?.” Thomas Nayoan, dengan lucunya menjawab: “Yang pertama lari untuk ketemu Lenin, tetapi yang ketemu Oom Bintang. Yang kedua kali ingin ketemu Stalin, tetapi yang ketemu Oom Bintang juga.”
Usut punya usut, Oom Bintang adalah pensiunan Sersan KNIL  barangkali. Pangkat yang sudah cukup baik baik orang Indonesia di KNIL. yang menjadi mantri polisi di Tanah Merah Boven Digoel. Tak jelas siapa nama aslinya, hanya diketahui dia adalah orang Ambon. Dia pernah terlibat dalam perang Aceh, dimana dia mendapat bintang (medali kehormatan militer dari kerajaan). Itulah kenapa dirinya dipanggil Oom Bintang.    
 Gubernemen Belanda, tentu bukan penajajah yang bodoh dalam meperlakukan orang pribumi. Jauh lebih pinter ketimbang penguasa berambut hitam terhadap saudara sedarah dan setanah airnya. Ada kerja ada gaji. Ada jasa bisa dapat penghargaan atau bintang. Itu prinsip gubernemen Belanda. Bukan karena koneksi lantas seenaknya dapat bintang, apalagi jadi pahlawan nasional.
 Dulu, waktu gubernemen Belanda masih berkuasa, ada penghargaan khusus bagi serdadu yang berjasa. Tapi, ada tingkatan medali bagi serdadu yang berjasa, Militair Willemsorde. Nah sialnya, orang pribumi paling banyak hanya dapat Militair Willemsorde kelas IV saja. Sedikit yang dapat di kelas atasnya. Tapi, dasar orang Indonesia yang cepat bersyukur, apapun namanya dan tingkatannya, dapat bintang macam Militair Willemsorde kelas IV, saja bangga luar biasa. Pakai seragam dengan medali di dada, itu membanggakan. 
Orang Indonesia memang tergolong orang-orang haus penghargaan atau gelar. Tak perlu heran jika banyak orang Indonesia yang doyan mengoleksi dan mengejar sertifikat. Tak heran jika diantara kita ada yang mengejar gelar haji, sarjana, bahkan Pahlawan Nasional. Tapi, setidaknya mereka akan dapat gelar almarhum juga.   
Punya bintang dari Kanjeng Ratu itu sesuatu banget. Bisa dibayangkan betapa bahagianya mantri polisi Tanah Merah itu disapa Oom Bintang. 
Ada rumor, kenapa di tahun 1950, serdadu-serdadu KNIL bikin rebut? Ternyata mereka sudah lama tak minum bier. Tak ada lagi jatah bier, karena KNIL hamper bubar. Jika mereka berganti gabung ke TNI mereka tak bakal dapat jatah bier.
Usut punya usut, Oom Bintang adalah pensiunan Sersan KNIL barangkali. Pangkat yang sudah cukup baik baik orang Indonesia di KNIL. yang menjadi mantri polisi di Tanah Merah Boven Digoel. Tak jelas siapa nama aslinya, hanya diketahui dia adalah orang Ambon. Dia pernah terlibat dalam perang Aceh, dimana dia mendapat bintang (medali kehormatan militer dari kerajaan). Itulah kenapa dirinya dipanggil Oom Bintang. Gubernemen Belanda, tentu bukan penajajah yang bodoh dalam meperlakukan orang pribumi. Jauh lebih pinter ketimbang penguasa berambut hitam terhadap saudara sedarah dan setanah airnya. Ada kerja ada gaji. Ada jasa bisa dapat penghargaan atau bintang. Itu prinsip gubernemen Belanda. Bukan karena koneksi lantas seenaknya dapat bintang, apalagi jadi pahlawan nasional. Dulu, waktu gubernemen Belanda masih berkuasa, ada penghargaan khusus bagi serdadu yang berjasa. Tapi, ada tingkatan medali bagi serdadu yang berjasa, Militair Willemsorde. Nah sialnya, orang pribumi paling banyak hanya dapat Militair Willemsorde kelas IV saja. Sedikit yang dapat di kelas atasnya. Tapi, dasar orang Indonesia yang cepat bersyukur, apapun namanya dan tingkatannya, dapat bintang macam Militair Willemsorde kelas IV, saja bangga luar biasa. Pakai seragam dengan medali di dada, itu membanggakan. Orang Indonesia memang tergolong orang-orang haus penghargaan atau gelar. Tak perlu heran jika banyak orang Indonesia yang doyan mengoleksi dan mengejar sertifikat. Tak heran jika diantara kita ada yang mengejar gelar haji, sarjana, bahkan Pahlawan Nasional. Tapi, setidaknya mereka akan dapat gelar almarhum juga. Punya bintang dari Kanjeng Ratu itu sesuatu banget. Bisa dibayangkan betapa bahagianya mantri polisi Tanah Merah itu disapa Oom Bintang. Ada rumor, kenapa di tahun 1950, serdadu-serdadu KNIL bikin rebut? Ternyata mereka sudah lama tak minum bier. Tak ada lagi jatah bier, karena KNIL hamper bubar. Jika mereka berganti gabung ke TNI mereka tak bakal dapat jatah bier.

Mungkin, kebiasaan serdadu KNIl minum bier sedikit bisa dilacak dari terbitan organisasi pensiunan militer KNIL (Bond van Inheemsche Gepensioneneerde Militairen) bernama TROMPET. Ada iklan bier dalam terbitan-terbitan yang bisa ditemukan di Perpustakaan Nasional Jakarta lantai 7. Setidaknya ada iklan Javabier; Ankerpils dan juga Heinekens. Setidaknya, marketing perusahaan bier bisa mencium ada peminum di kalangan serdadu-serdadu. 
Terbitan ini menarik karena selain berisi kabar-kabar soal para pensiunan KNIL yang tersebar di Hindia Belanda, ada sebuah rubrik bernama Ridders—yang berisi kisah-kisah heroik pensiunan itu di waktu muda dulu. Ketika mereka bertempur melawan para pemberontak pribumi yang ogah nurut sama Gubernemen dan hanya bersenjata golok. Ada yang bertempur di Aceh atau Flores. Nah atas aksi-aksi heroik itu mereka dapat bintang. 
Belakangan, ada adik tiri dari Heinekens yang dikenal sebagai Bintang. Dimana bier ini kemudian begitu dikenal di Indonesia dan masih cukup diminati di Indonesia. Ternyata, ini bier punya sejarha panjang juga. Pada tahun 1929, perusahaan bernama NV Nederlandsch-Indische Bierbrouwerijen didirikan di Medan dan pabrik pembuatan bir di Ngegel Surabaya.  Pada tahun 1936, kantor dipindahkan ke Surabaya, dan pada tahun yang sama, Heineken NV menjadi pemegang saham utama. Dari sinilah bier Bintang lahir dan berkembang hingga sekarang.
Mungkin, kebiasaan serdadu KNIl minum bier sedikit bisa dilacak dari terbitan organisasi pensiunan militer KNIL (Bond van Inheemsche Gepensioneneerde Militairen) bernama TROMPET. Ada iklan bier dalam terbitan-terbitan yang bisa ditemukan di Perpustakaan Nasional Jakarta lantai 7. Setidaknya ada iklan Javabier; Ankerpils dan juga Heinekens. Setidaknya, marketing perusahaan bier bisa mencium ada peminum di kalangan serdadu-serdadu. Terbitan ini menarik karena selain berisi kabar-kabar soal para pensiunan KNIL yang tersebar di Hindia Belanda, ada sebuah rubrik bernama Ridders—yang berisi kisah-kisah heroik pensiunan itu di waktu muda dulu. Ketika mereka bertempur melawan para pemberontak pribumi yang ogah nurut sama Gubernemen dan hanya bersenjata golok. Ada yang bertempur di Aceh atau Flores. Nah atas aksi-aksi heroik itu mereka dapat bintang. Belakangan, ada adik tiri dari Heinekens yang dikenal sebagai Bintang. Dimana bier ini kemudian begitu dikenal di Indonesia dan masih cukup diminati di Indonesia. Ternyata, ini bier punya sejarha panjang juga. Pada tahun 1929, perusahaan bernama NV Nederlandsch-Indische Bierbrouwerijen didirikan di Medan dan pabrik pembuatan bir di Ngegel Surabaya. Pada tahun 1936, kantor dipindahkan ke Surabaya, dan pada tahun yang sama, Heineken NV menjadi pemegang saham utama. Dari sinilah bier Bintang lahir dan berkembang hingga sekarang.
Anda bisa temukan gambar bintang merah di bier Bintang maupun  Heinekens.Orang Indonesia mungkin kesulitan menyebut, bahkan mengingat, kata Heinekens. Orang mungkin lebih ingat bintang merah yang ada diatas tulisan Heinekens. Itu mungkin alasan orang lebih mengenalnya sebagai Bintang. Lalu dibuatlah merk baru agar orang mudah mengingat dan melafalkan. Inilah Heinekens versi lokal alias Bintang.
Pernah ada iklan bir Tjap Bintang dengan logo bintang segienam seperti bintang Daud di koran Soerabaiasche Handelsblaad. Tapi sepertinya ini berbeda dengan Bintang yang adik tiri Heinekens tadi. Bir ini sepertinya cocok dengan serdadu-serdadu-nya Ratu Belanda, baik yang totok maupun yang pribumi. Tegukan pertama rasanya seperti disematkan bintang oleh Ratu Wilhelmina. Selanjutnya, dunia dalam genggaman dan akhirnya Je Martendrai (kita akan berkuasa selamanya).
Anda bisa temukan gambar bintang merah di bier Bintang maupun Heinekens.Orang Indonesia mungkin kesulitan menyebut, bahkan mengingat, kata Heinekens. Orang mungkin lebih ingat bintang merah yang ada diatas tulisan Heinekens. Itu mungkin alasan orang lebih mengenalnya sebagai Bintang. Lalu dibuatlah merk baru agar orang mudah mengingat dan melafalkan. Inilah Heinekens versi lokal alias Bintang. Pernah ada iklan bir Tjap Bintang dengan logo bintang segienam seperti bintang Daud di koran Soerabaiasche Handelsblaad. Tapi sepertinya ini berbeda dengan Bintang yang adik tiri Heinekens tadi. Bir ini sepertinya cocok dengan serdadu-serdadu-nya Ratu Belanda, baik yang totok maupun yang pribumi. Tegukan pertama rasanya seperti disematkan bintang oleh Ratu Wilhelmina. Selanjutnya, dunia dalam genggaman dan akhirnya Je Martendrai (kita akan berkuasa selamanya).