Selasa, Januari 05, 2010

Indonesia Timur: Pantai yang indah, Buku dan Merdeka


Waktu kecil, aku berpikir Indonesia Timur adalah wilayah terbelakang yang tidak ada bagusnya sama sekali. Belakangan aku sadar, bahwa aku salah. Banyak laut dan pantai yang indah disana. Tentu, dengan tidak banyaknya pabrik disana, daerah itu akan jauh lebih baik daripada pinggiran rel kereta api di Bekasi yang dipenuhi pabrik. Bisa dibayangkan betapa bebas polusinya Indonesia Timur.

Indonesia Timur, dalam banyak buku yang kubaca, adalah daerah penuh konflik. Zaman Hindia Belanda, tentu bukan daerah stabil. Masalah pajak, bisa jadi sumber kerusuhan disana. Buku Pemberontak tak Selalu Salah: Seratus Pembangkangan Nusantara, mencatat banyak pemberontakan anti pajak di Indonesia Timur. Jelas orang Indonesia Timur bukan tipe orang yang mau ditindas. Mereka pernah berontak setidaknya, walau harus kalah oleh serdadu Koninklijk Nederlandsch Indisch Leger (KNIL) yang membela kejayaan Sri Ratu Belanda di Indonesia.

Mengapa, ada bangsa asing di Maluku, buku-buku sejarah sudah jelas menjawabnya. Aroma rempah-rempah telah mangundang bangsa asing, dari Eropa seperti Belanda dan Portugis, mau datang ke Maluku. Anak kelas 6 SD di Indonesia tahu kalau zaman dahulu kala, Maluku adalah daerah penghasil rempah-rempah. Belanda kemudian sukses melakukan monopoli atas rempah-rempah itu dengan maskapai dagangnya Vereniging Oost-Indishe Compagnie (VOC). Setelah zaman tanam paksa, yang jauh sesudah VOC bangkrut, maka rempah-rempah meredup. Tanah Jawa dan sebagian Sumatra yang subur melahirkan banyak Onderneming (perkebunan) swasta yang sukses memenuhi kantong Pemerintah Kolonial Hindia Belanda yang bertahta di Batavia alias Jakarta. Begitu juga pertambangan di Sumatra dan Kalimantan, membuat pamor Indonesia Timur makin meredup.

Muncul kalimat, "Maluku masa lalu, Jawa masa kini, dan Sumatra masa depan" di kalangan orang petinggi dan pengusaha Belanda di Indonesia pada awal abad XX. Eksploitasi makin berkembang saja.

Zaman Revolusi, wilayah Sulawesi ke timur adalah wilayah Negara Indonesia Timur. Dimana banyak tokoh penting dari Sulawesi, Maluku dan Bali menjadi petinggi Negara--yang katanya Negara boneka Hubertus Van Mook itu. Negara Indonesia timur ini tidak banyak yang menginginkannya. Lalu Republik Indonesia yang Jawasentris mengambil alihnya pasca Pengembalian Kedaulatan Desember 1949.

Zaman Indonesia merdeka, Indonesia timur adalah daerah tertinggal. Dimana pemerintah pusat di Jawa terkesan hanya memperhatikan daerah Indonesia barat saja. Indonesia Timur terlupakan dan semakin jauh tertinggal. Memang banyak fasilitas pendidikan seperti sekolah dan Universitas namun kualitasnya jauh tertinggal. Sirkulasi buku-buku bacaan tentu akan sangat kalah jauh dengan di Jawa. Seorang kawan dari sana, jika berada di Yogyakarta--yang katanya gudang buku murah--tentu akan memborong banyak buku. Seorang Om dari kawan saya yang menjadi petinggi sebuah sekolah di Flores bilang, minat baca anak-anak disana tinggi, sayang buku-buku bacaan sangat kurang sekali. Sirkulasi buku di Indonesia timur harus ditingkatkan untuk mempercepat pembangunan pendidikan disana. Paradigma masyarakat yang beranggapan bahwa buku barang mewah dan tidak perlu harus segera dihilangkan dengan sirkulasi buku yang baik.

Pemerataan adalah hal tersulit di Indonesia. Pembangunan seolah milik Indonesia bagian barat saja. Selalu ada kata orang-orang Indonesia Timur belum siap mental dan sebagainya. Bagaimana mau siap? Jika pendidikan masih jauh tertinggal dengan jawab. Setiap perasaan tidak puas mereka untuk melepaskan diri, akan selalu ditimpali dengan kata "Tidak Nasionalis." Orang pusat mungkin cuma mengerti kata tidak NAsionalis tapi tidak mengerti arti kata "berbagi." Tentu saja Indonesia tidak ingin terpecah lagi. Kasus Timor-Timur yang sudah jadi Timor Leste adalah pembelajaran. Orang-orang Indonesia umumnya tidak ingin Papua lepas dan Republik Maluku Selatan bangkit lagi. Gerakan Papua Merdeka dan Neo RMS tentu bisa tumbuh berkembang di Indonesia Timur jika pembangunan pendidikan disana jauh tertinggal. Pendidikan, perekonomian dan pemerataan yang lebih baik tentu akan membuat orang Indonesia Timur merasa mereka bagian dari Republik Indonesia.

Saya sering mendengar adanya percepatan pembangunan untuk Indonesia Timur. Sayangnya saya tidak tahu, apakah itu terjadi atau tidak. Jika terjadi itu baik sekali, namun jika tidak jangan salahkan sekelompok orang Indonesia Timur yang berteriak minta merdeka. Hanya ada dua pilihan sekarang untuk Indonesia Timur, "Percepatan pembangunan atau Merdeka!"