Selasa, Oktober 15, 2013

Jenderal Ambon

Dulu, seorang perwira cerdas bernama Muskita pernah jadi Mayor Jenderal. Lalu Toisutta jadi Jenderal dan jadi KSAD.

Masih menjadi pertanyaan buat saya, siapakah orang Ambon pertama yang menjadi Jenderal TNI? Mungkin Oerip Sumoharjo adalah salah satu Letnan Jenderal pertama, lalu ada Sudirman. Mereka berdua orang Jawa. Selain dua jenderal betulan tadi, di zaman revolusi ada semacam “Jenderal jadi-jadian” alias orang-orang yang kebetulan punya pasukan banyak yang mengangkat diri jadi Jenderal. Semacam Nagabonar dalam cerita film dan Timur Pane dalam dunia nyata, seperti yang dilaporkan Abubakar Lubis.
Setidaknya, ada Leo Wattimena yang pernah jadi Marsekal di AURI, yang dikenal sebagai pilot tempur terbaik Indonesia.  Bahkan Johanes Leimena yang sebenarnya seorang dokter, berkali-kali jadi Menteri Kesehatan RI dan pernah jadi Wakil Perdana Menteri, pernah jadi Laksamana Madya titular ALRI.
Nah, bagaimana dengan di darat?
Dulu ketika Republik Maluku Selatan (RMS) berontak, nampaknya tak satu pun panglima tentara RMS yang mengaku diri sebagai Jenderal. Para bekas sersan KNIL macam Samson, Sopacua dan Nussy, yang mendadak panglima itu lebih suka memposisikan diri sekelas Mayor, Letnan Kolonel dan Kolonel saja. Seperti Che Guevara dan Fidel Castro dalam Revolusi Cuba. 

foto Lonjouw
foto Lonjouw

Waktu di Hindia Belanda KNIL masih Berjaya, orang Ambon dengan pangkat tertinggi di KNIL adalah Letnan Kolonel Apituley. Tapi bukan sebagai komandan pasukan, melainkan sebagai dokter tentara. Begitu yang tercantum dalam Siapa Dia Perwira Tinggi TNI AD. Memang banyak orang Ambon yang jadi serdadu KNIL. Banyak yang jadi sersan, kopral  dan tentu saja prajurit bawahan dengan pangkat macam soldaat atau spaandrig. Nampaknya, orang Indonesia lebih bisa percaya mitos bahwa sebagian besar serdadu KNIL adalah orang-orang Ambon. Padahal orang Jawa jumlahnya paling banyak di KNIL.
Konon, L.E. Lonjouw adalah orang Indonesia, yang belajar sebagai orang Indonesia pertama yang masuk Akademi Militer Breda. Saya meragukannya jika dia orang Indonesia. Henry Poeze menyebut namanya dalam buku Di Negeri Penjajah. Pernah hidup seorang Ambon bernama EA Latuperisa. Dia lulusan Akademi Militer Breda dan sudah jadi kapten KNIL dan pernah tugas di Indonesia, ketika Perang Eropa berlangsung. E.A Latuperisa sebetulnya sedang menjalani sekolah lanjutan bagi perwira di Hogare Kriegschool. Sialnya, Lautperisa, yang sempat menjadi bagian dari gerakan bawah tanah anti fasis di Belanda, akhirnya ditembak serdadu Jerman.  Jika, taka da perang dunia II, E.A Latuperisa adalah salah satu orang yang posisinya akan sejajar dengan Oerip Sumoharjo atau Adolf Kawilarang (ayah Alex Kawilarang) sebagai Mayor KNIL—posisi tertitnggi orang Indonesia dalam jajaran tempur KNIL.  Ada juga kadet Ambon yang belum lulus dari Breda yang tewas dalam Perang Eropa, marganya Makatita.

EA Latuperisa
EA Latuperisa

Di masa Nasution jadi KSAD, Herman Pieter adalah Kolonel TNI yang jadi perwira sejak tahun 1945 dan ikut bergerilya melawan Belanda di Jawa Timur. Tak diketahui dimana dia ikut latihan dasar militer. Pangkat terakhirnya KOlonel dan pernah jadi panglima di Maluku. Nasution sangat percaya padanya.
 Saya hanya bisa menemukan nama Joost Muskita sebagai orang Ambon yang jadi Mayor Jenderal AD. Namun, dia bukan perwira tinggi dengan posisi panglima pasukan tempur. Belakangan dia mengisi jabatan tinggi di bidang non militer.


Muskita memimpin pasukan
Muskita memimpin pasukan

Muskita dan Toisutta
Josef alias Joost Muskita pernah jalani hidup sebagai anak kolong. Dia lahir di Magelang, 28 Juni 1924. Ayahnya, bahkan kakeknya adalah serdadu KNIL.  Muskita bisa bersekolah sampai Hogare Burger School (SMA untuk anak Eropa) yang elit itu. Namun, hidupnya  agak susah di jaman pendudukan Jepang, apalagi statusnya sebagai turunan KNIL Ambon yang jadi bulan-bulanan serdadu Balatentara Nippon. Ketika ‘masa bersiap’ yang menegangkan, Joost muda ikut serta dalam melindungi kaumnya yang nyaris disembelihi oleh perusuh berkedok pejuang kemerdekaan yang buta.
Atas rekomendasi veteran perang Pasifik, Kapten Julius Tahiya, Muskita yang pernah SMA pun dimasukan ke School Reserve Officiern der Infanterie di Bandung. Selesai dari sana, Muskita menjadi Letnan KNIL. Kawan sekelas Muskita, yang sesame Indonesia, adalah Andi Azis yang juga veteran Perang Eropa.
Ketika KNIL akan bubar pada pertengahan tahun 1950, Muskita memilih masuk TNI. Alasannya, dia ingin merubah sejarah keluarganya yang selama beberapa generasi sebelumnya bekerja sebagai serdadu Belanda. Mungkin ada diantara kita yang menafsir, jika Muskita seperti mencuci dosa atau kekhilafan di masa lalu dengan menjadi TNI. Konsekuensi Muskita masuk TNI adalah pangkatnya dinaikan agar tunjangannya mendekati apa yang didapat di KNIL. Gaji TNI lebih rendah daripada di KNIL.
 Muskita langsung dilibatkan dalam operasi penumpasan Republik Maluku Selatan yang dipimpin Kolonel Alex Evert Kawilarang, yang sebelum pendudukan Jepang adalah Letnan KNIL juga. Sebagai komandan, Alex Kawilarang puas dengan kerja Muskita. Muskita mengajari   taktik tempura la KNIL sebelum pasukannya berhadapan dengan pasukan RMS tangguh.
Dalam hitungan belasan tahun, dari Kapten secara perlahan Muskita menjadi Brigadir Jenderal  sekitar tahun  1966. Namun dia tak mengisi posisi militer vital seperti panglima. Suharto tak berminat memasukan Muskita yang bukan termasuk TNI angkatan 45, meski Muskita termasuk perwira militer yang bisa diandalkan. Pangkat terakhir Muskita adalah Letnan Jenderal. Selama hidupnya, Muskita menikahi anak dari gubernur pertama Maluku, Latuharhari. 

George Toisutta
George Toisutta

Orang Ambon selanjutnya adalah George Toisutta. Dia terlahir di Makassar, kota dimana banyak orang Ambon juga bermukim. Istrinya seorah hajjah, dan George adalah Muslim. Ayahnya juga perwira TNI, Christian Toisutta. George muda mengikuti jejak ayahnya.
Di usia yang ke-23 tahun, George lulus Akabri (Akmil) Magelang pada 1976. Selama puluhan tahun jadi perwira, beberapa kali dirinya menjadi komandan dari level terbawah sampai akhirnya menjadi panglima. Dia pernah menjadi Panglima KODAM Trikora dan Siliwangi, lalu Panglima Komando Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad) sebelum akhirnya menjadi Kepala Staf Angkatan Darat(KSAD).  Posisi KSAD dan Pangkostrad adalah posisi penting dalam Angkatan Darat. Seandainya dulu Suharto tak pernah jadi Pangkostrad, meungkin sejarah tak menunjuknya jadi Presiden.
George Toisutta mencatatkan diri sebagai orang Ambon pertama yang menjadi KSAD dengan pangkat Jenderal, meski tak sampai dua tahun. George yang energik itu dikenal banyak orang terkait pencalonannya sebagai ketua PSSI.