Jumat, Agustus 12, 2011

Rasa Merdika

Mrika bosan djadi Inlander. Mrika lebih suka djadi Indonesier. Dan Merdika itu mimpi utama.

Orang2 Indonesia kini pertjaja bahwasanja diri mrika telah merdika. “Merdika itu bebas dari pendjadjahan orang asing,” kata mrika. Kini orang2 Indonesia memang dojan ngaku diri mrika sudahlah merdika. Begitulah mrika kini.

Merdika itu sebuah mimpi besar. Sedari djaman Ratu Wilhelmina dulu. Lalu muntjul kaum-kaum terpeladjar. Mrika dari Sekolah Dokter Djawa, jang tak djauh dari bekas Pasar Buku Kwitang itu. Mrika anak prijaji sebenarnja. Mrika lajak djuga kita sebut sebagai orang2 Mulia.

Lalu muntjullah kaum pergerakan. Kaum-kaum jang radjin serang gubermen pake kritik jang lumajan pedes djuga di djaman itu. Mrika tak lagi pake otot. Kini mrika adalah orang jang ingin pake otak. Mrika tak mau pake Ratu Adil, jang entah kapan mau turun ke bumi. Mrika bukan pendahulu mrika. Kesamaan dengan pendahulu hanja melawan gubermen dengan tjara mrika, tjara baru.

Makin hari, makin banjak orang2 jang seide sama itu kaum pergerakan. Orang2 pribumi, jang leh Tuan Blanda disebut Inlander itu, mulai ingin djadi Indonesier sedjati. Itu tara mudah. Tetap sadja mrika berdjuang. Dengan keras hati, seperti badja. Meski diantara mrika ada jang ditangkap sama oppas2 gubermen. Mrika bahkan rela mogok kerdja dan dipetjat karnanja. Mrika trus melawan. Tuan Gubernur Djenderal, lalu teken surat buat bikin pengasingan super ngeri di pedalaman Papua. Digul namanja. Meski terpentjar, dan hantjur, merdika masih djadi mimpi utama.

Suatu kali, seorang bernama Soetardjo bikin petisi heibat. Petisi Soetardjo namanja. Itu petisi bikin nama Indonesia makin eksis sadja. Seperti dalam Kongres Pemoeda sebelumnja. Soetardjo inginkan sebuah parlemen. Ini hal penting dalam sedjarah parlemen di Indonesia. Sajang sekali ini dilupakan. Orang Indonesia kini hanja ingin djadi anggota parlemen alias DPR, tapi ogah mau tahu bagaimana harusnja Parlemen itu.

Lalu datang balatentara dari utara, tentara Djepun. Orang Djawa liat ini gedjala bagus. Mirip Ramalan djangka Djajabaja. Akan datang orang Kate dari utara jang bebaskan mrika dari kebo bule, kata mrika. Mrika suka orang2 Djepun datang. Karna bisa sikat itu orang2 Blanda. Tapi Djepun pun super kedjam. Mrika sikat smua padi buat bikin perang. Sikat perempuan pribumi biar puas birahi tentara mrika jang berperang demi Asia Timur Raja. Sebuah pengorbanan gila.

Beruntung, ada bom djatuh dari arah langit. Jang dibawa kapal mabur dari Amrik. Dua bom itu bikin mampus dua kota di Djepun sana. Nagasaki dan Hirosima djadi tumbal djuga dari politik militerisme Djepun. Achirnja, Djepun pun ngaku kalah sama sekutu Amrik. Dan Kaisar Hirohito pun bangun Djepun lagi. Dan djadilah kini Djepun bangsa besar di Asia Raja, meski tak kuasai Asia Raja, banjak bikinan Djepun meradjalela di Asia Raja. Termasuk Indonesia jang dojan pake bikinan Djepun.

Tak lama Djepun ngaku kalah pada sekutu, segera orang2 Indonesia jang tak sabar lagi ingin merdeka mo bikin Proklamasi. Pengakuan kalo mrika sudah merdika. Itu rada sulit djuga. Karna ada orang2 tua jang takut sama tentara sekutu. Ada djuga orang2 jang masih setia pada Blanda. Mrika ini jang lalu disebut Andjing NICA.

Dan proklamasi pun tara bisa terhalangi lagi. Niat merdika itu mulia, djadi lebih tjepat lebih baik. Dan lahirlah Repoeblik Indonesia. Dan segala aset penting pun ditulisi Milik RI. Bukan hal mudah bikin negara. Orang2 Indonesia tampak belum siap. Kata orang luar, mrika tidak tampak seperti orang Indonesia. Mrika lebih mirip Inlander jang berlagak kajak tuan-tuan. Dan revolusi Indonesia pun tampak ngawur. Main bunuh sembarangan pada siapa sadja jang tak disuka. Revolusi tampak seperti Chaos antar sesama.

Ternjata, masuknja tentara Djepun ke Indonesia bikin lahir satu generasi opurtunis. Lihat sadja Soeharto cs. Mrika pimpin sebuah rezim korup selama tiga dekade. Dimana orang2 dihisap dan ada kelas baru jang untung. Kelas jang dekat dengan Harto pasti kelas beruntung. Jang lain kudu miskin. Tara boleh kritis. Kalo kritis nanti dibui. Meski hidup di negeri fasis terselubung dibawah orde baru, orang2 masih suka bilang merdika. Omong kosong jang heibat sekali pastinja.

Tak ada jang pernah ada jang lebih baik dimasa merdika. Rasanja ada sadja hal jang makin rusak. Bahkan lebih rusak dari djaman Ratu. Merdika achirnja hanja kekatjauan jang begitu rapi dalam politik Indonesia. Dan merdika adalah masa dimana pemimpin disjaratkan buat korup. Dan korup adalah tradisi negeri dan orang korup adalah orang mulia di djaman merdika. Bukan orang pergerakan jang mulia kini.

Orang korup didjamin mulia. Punja duit semua tanggung beres. Tanja sadja pada Gayus jang sukses ngibulin rakjat Indonesia dan aparat hukum. Tjukup dengan bayar pedjabat hukum dan doi bisa liburan ke Bali.

Dan orang muda jang heibat dimasa kini bukanlah jang bergerak. Tapi jang bisa djadi pedjabat, boleh di Partai boleh di PT atawa di birokrasi. Pemuda baik2 itu, dimasa sekarang adalah pemuda jang mapan. Banjak duit. Tak berdjiwa merdika tak apalah. Jang penting kaja-raja.Mrikalah harapan mertua masa kini. Korup tak apalah, jang penting duit melimpah. Pemuda bukan lagi penggerak kayak di djaman pergerakan dulu.

Adakah rasa merdika itu? Silahkan anda2 djawab sendiri sadja. Orang sekarang boleh ngaku Indonesier, walo mental masih Inlander. Mental mrika jang korup dan terlalu tunduk pada golongan korup, rasanja bukan mental Indonesier jang ditanamkan pendiri ini negeri. Rasanja, orang Indonesia masih berdjiwa Inlander dan tara lajak disebut Indonesier sedjati. Itu menurut kitorang. Mungkin berbeda menurut anda.

Senin, Agustus 08, 2011

Menjaga Laut

Kita punya laut luas dan kaya. Apakah kita bisa menjaganya?

“Seekor keledai tidak akan jatuh pada Lubang yang sama,” setidaknya itulah kata orang Belanda. Mereka berusaha untuk tidak menjadi lebih bodoh dari keledai. Mereka tahu keledai dianggap binatang bodoh. Meski bodoh, keledai selalu belajar.

Tidak sia-sia. Hampir semua orang Indonesia tahu bahwa orang-orang Belanda yang datang ke Nusantara dibawah panji-panji VOC[1], berhasil menguasai Indonesia. Nasib yang malang bagi nusantara, karena dikuasai sebuah perusahaan. Apalagi perusahaan penguasa nusantara itu jumlah personilnya tidak sebanyak orang-orang Indonesia yang dikuasainya. Apa orang-orang Belanda itu terlalu pintar atau orang-orang Indonesia itu terlalu baik hati untuk dikuasai.

Mengapa Terjajah

Ada pertanyaan mengapa orang Indonesia dijajah orang Belanda? Jawaban dalam buku pelajaran disekolah adalah, karena orang Belanda memakai Devide et Impera alias politik belah bambu. VOC hanya memanfaatkan perpecahan diantara para penguasa di Indonesia di nusantara. Dan memang, berseteru di nusantara adalah hal biasa. VOC tidak perlu terlalu pusing membuat perpecahan, karena perpecahan itu sudah ada. Bahkan di sebuah kerajaan pun beberapa Bangsawan pun bisa diadu domba.

Politik belah bambu memang strategi yang bagus. Tapi itu bukan strategi utama apalagi penyebab utama orang-orang Belanda menguasai Indonesia. Politik belah bambu saja belum cukup untuk menguasai Indonesia. Ketika orang-orang Belanda datang ke nusantara, tidak ada kerajaan besar di nusantara yang benar-benar menguasai lautan.

Setelah Gajah Mada tiada dan runtuhnya Majapahit, kerajaan-kerajaan di nusantara mulai mengabaikan kekuatan laut. Tidak ada federasi kerajaan-kerajaan kecil yang mau menjaga lautan nusantara. Sebagian laut, akhirnya menjadi arena merampok bagi para bajak laut. Akhirnya, laut juga yang menjadi jalan bagi masuknya Imperialisme barat. Dimulai dari kedatangan Cornelis de Houtman yang kemudian disusul orang-orang VOC lainnya.

Orang-orang Indonesia melupakan dan tidak tahu bahwa laut adalah Benteng. Jika laut nusantara dikuasai maka nunsatara pun otomatis dikuasai orang asing.

Yang Tidak Pernah Belajar

Apa yang terjadi sekarang rasanya seperti tak berkaca dari masa lalu. Selalu ada slogan yang lalu biarlah berlalu. Akhirnya kesalahan yang lalu terulang lagi. Pernah ada masa dimana penjajah datang melalui laut dan dengan gemilang menguasai seluruh nusantara. Bahkan tercatat, oleh sekelompok sejarawan yang mengklaim bahwa Indonesia dijajah Belanda 350 tahun.

Beberapa tahun silam, setidaknya dua pulau Indonesia dikuasai Malaysia. Ini segera masalah nasional yang sangat terlambat untuk diatasi. Dan kasus yang sering terjadi adalah masuknya kapal-kapal asing ke laut Indonesia yang kaya. Dimana berton-ton kekayaan laut Indonesia hilang dicuri. Ironis sekali jika negara yang dikarunia laut begitu luas tidak bisa menjaga laut beserta isinya yang kaya.

Layakkah Indonesia disebut sebagai negara Maritim? Sebuah pertanyaan yang akan mendapat banyak jawaban. Sebagai negara yang wilayahnya terdiri dari lautan, Indonesia syah disebut negara Maritim. Tapi jika dilihat dari mentalitas dan bagaimana cara menjaga laut, jawabannya tidak. Semua orang di negeri ini tahu Angkatan Laut Indonesia begitu lemah.

Laut harusnya menjadi lumbung pangan rakyat. Banyak rakyat Indonesia yang bergantung pada sektor keluatan. Kita tahu ribuan nelayan bergantung pada tangkapan ikan dari laut Indonesia. Ikan tidak pernah habis mereka tangkapi tapi mereka selalu miskin karena keterbatasan alat penangkap ikan. Mereka kalah dengan kapal nelayan asing yang mencuri kekayaan laut Indonesia.

Kondisi ekonomi Indonesia yang demikian terpuruk kala ini bisa juga diatasi dengan memberdayakan sektor kelautan. Dengan memperkuat industri maritim yang beraneka-ragam bentuknya. Mulai dari perikanan sampai pariwisata. Melihat laut Indonesia yang kaya, rasanya Indonesia bisa melakukan apa saja dilaut.

Dunia Yang Sunyi

Keluatan menjadi studi yang sangat sepi. Karena negeri ini beserta penguasanya mulai meninggalkan laut. Dalam artian tidak lagi peduli dengan keluatan. Terlihat dari kurangnya armada Angkatan Laut untuk menjaga laut Indonesia yang luar biasa luasnya. Hingga kekayaan laut Indonesia binasa dan tak lagi dinikmati rakyat Indonesia. Dan artinya kemiskinan terus berlanjut bagi rakyat Indonesia

Dalam sepinya pemerintah peduli pada laut, tetap saja ada saja orang Indonesia yang masih peduli dengan laut. AB Lapian hanya salah satu. Dia telah menulis karya pentingnya soal laut. Bukunya, Orang Laut Bajak Laut Raja Laut, yang merupakan disertasinya adalah karya penting dalam dunia keluatan Indonesia. AB Lapian dikenal sering menulis tentang Laut Indonesia yang dilupakan.

Sebelum terlambat lebih jauh, atau menyesal di kemudian hari, marilah kiranya kita perhatikan laut Indonesia. Dan membuatnya menjadi kuat. Kita bisa buktikan bahwasanya Indonesia sekarang tidak kalah dengan Sriwijaya dan Majapahit di masa lalu. Kalah jaya di laut dibanding jaman Sriwijaya dan Majapahit jelas kemunduran besar. Dan ini sangat memalukan.

[1] VOC: Vereninging Oost-Indische Compagnie (Perusahaan dagang Hindia Timur)