Rabu, April 30, 2014

Kisah Haru Si Bekas Romusha

Jadi KNIL, bisa jadi pilihan. Tapi orang Bagelen tak ingin jadi Romusha.

Suatu siang, bersama nenek dan sepupu lainnya, Nenek kisah cerita menarik. Bukan tentang keluarga kami. Cerita tentang orang lain yang Nenek lupa nama orang itu. Tentang pemuda desa yang dipaksa jadi romusha. Ini hanya cerita versi Nenek. 
Menten adalah seorang lurah. Dimana dengan posisinya, dia cukup dituruti orang-orang kampung. Ketika Balatentara Jepang datang, dia masih lurah. Tapi, Menten harus menurut pada petinggi Balatentara Nippon. Jika tidak, hidupnya dijamin susah.
Balatentara Nippon adalah saudara tua yang harus dituruti maunya. Jika minta beras, maka rakyat nusantara si saudara muda harus setor beras. Jika radio harus disetor,maka harus dengan sukarela semua orang harus serahkan mereka punya radio. Jika saudara tua minta wanita penghibur, saudara muka harus relakan selangkangan saudari-saudarinya demi birahi serdadu turunan matahari. Begitulah indahnya persahabatan Saudara Tua si Nippon dengan Saudara Muda yang belakangan mengaku orang Indonesia.
Suatu kali, petinggi balatentara Nippon minta tenaga kerja gratisan. Maka semua kepala orang Indonesia harus sediakan permintaan itu petinggi. Jepang harus membuat banyak jalan dan lubang perlindungan untuk menghadapi tentara sekutu. Serdadu-serdadu Nippon tak mungkin mengerjakan dengan tangan mereka. Bagi mereka, sebaiknya tangan-tangan saudara muda yang mengerjakan.
Pahlawan Pekerja alias Romusha pun diadakan. Nyatanya, Romusha tak lebih pekerja paksa yang direndahkan derajatnya. Tanpa upah, makanan dan kesehatan layak. Mereka harus bikin banyak bangunan dan jalan yang sangat panjang. Kerja mereka berat. Ada cerita mengerikan yang berkembang dikalangan romusha. Sekelompok romusha baru saja menyelesaikan bangunan rahasia yang diinginkan serdadu Jepang.  Demi menjaga keamanan (keharasiaan) para pekerja paksa itu kemudian dibunuh, agar bangunan itu itu terjaga kerahasiaanya dari siapa saja, termasuk dari tentara sekutu.
Menten, sang lurah pun kebagian jatah menyetor tenaga kerja dari kampungnya. Sudah tentu ada puji-pujian bagi pekerja paksa itu. Namun, bekerja tanpa upah untuk orang asing yang kejam tentu bukan keinginan orang sehat akal.
Suatu siang, bersama nenek dan sepupu lainnya, Nenek kisah cerita menarik. Bukan tentang keluarga kami. Cerita tentang orang lain yang Nenek lupa nama orang itu. Tentang pemuda desa yang dipaksa jadi romusha. Ini hanya cerita versi Nenek. Menten adalah seorang lurah. Dimana dengan posisinya, dia cukup dituruti orang-orang kampung. Ketika Balatentara Jepang datang, dia masih lurah. Tapi, Menten harus menurut pada petinggi Balatentara Nippon. Jika tidak, hidupnya dijamin susah. Balatentara Nippon adalah saudara tua yang harus dituruti maunya. Jika minta beras, maka rakyat nusantara si saudara muda harus setor beras. Jika radio harus disetor,maka harus dengan sukarela semua orang harus serahkan mereka punya radio. Jika saudara tua minta wanita penghibur, saudara muka harus relakan selangkangan saudari-saudarinya demi birahi serdadu turunan matahari. Begitulah indahnya persahabatan Saudara Tua si Nippon dengan Saudara Muda yang belakangan mengaku orang Indonesia. Suatu kali, petinggi balatentara Nippon minta tenaga kerja gratisan. Maka semua kepala orang Indonesia harus sediakan permintaan itu petinggi. Jepang harus membuat banyak jalan dan lubang perlindungan untuk menghadapi tentara sekutu. Serdadu-serdadu Nippon tak mungkin mengerjakan dengan tangan mereka. Bagi mereka, sebaiknya tangan-tangan saudara muda yang mengerjakan. Pahlawan Pekerja alias Romusha pun diadakan. Nyatanya, Romusha tak lebih pekerja paksa yang direndahkan derajatnya. Tanpa upah, makanan dan kesehatan layak. Mereka harus bikin banyak bangunan dan jalan yang sangat panjang. Kerja mereka berat. Ada cerita mengerikan yang berkembang dikalangan romusha. Sekelompok romusha baru saja menyelesaikan bangunan rahasia yang diinginkan serdadu Jepang. Demi menjaga keamanan (keharasiaan) para pekerja paksa itu kemudian dibunuh, agar bangunan itu itu terjaga kerahasiaanya dari siapa saja, termasuk dari tentara sekutu. Menten, sang lurah pun kebagian jatah menyetor tenaga kerja dari kampungnya. Sudah tentu ada puji-pujian bagi pekerja paksa itu. Namun, bekerja tanpa upah untuk orang asing yang kejam tentu bukan keinginan orang sehat akal.
Menten menunjuk banyak pemuda, baik yang sudah nikah atau belum. Seorang pemuda (kita sebut saja Bejo, bukan nama sebenarnya) kena tunjuk. Bejo sudah menikah. Dikirim romusha berarti harus pisah dengan istrinya. Sebagai orang kecil, Bejo harus menurut apa kata pemimpin desa.
Bejo dan pemuda lain pun dikirim. Tak jelas kemana dia dikirim. setelah kepergia Bejo, istrinya pun hamil lalu melahirkan anak Bejo. Tak ada pertukaran kabar antara suami istri muda itu. 
Setelah tahun-tahun berlalu, balatentara Jepang akhirnya dikalahkan. Tak lama Jepang kalah, Menten pun menghilang. Tak ada orang yang tahu kabarnya. Setelah menghilang, dia mungkin ganti nama. Dia takut akan adanya balas dendam dari orang desa yang saudaranya, ayahnya atau siapanya dikirim sebagai romusha tanpa kejelasan kabar. Maklum, orang-ornag desa umumnya butahuruf. Tentang kehilangan ini, Menten pasti harus jadi orang yang paling disalahkan oleh penduduk desa.
Para pekerja paksa pun dibebaskan. Kesehatan mereka dipulihkan oleh tentara sekutu. Bersama tentara sekutu itu, terdapat tentara Belanda. Dengan fasilitas tentara sekutu, Bekas romusha itu, juga tawanan sekutu yang semula adalah Heiho, dilatih menjadi tentara Belanda. Romusha dan tawanan perang Jepang bisa ditemukan di Jawa dan Sumatra. Bekas Heiho banyak yang tertangkap sekutu di sekitar Pasifik,  
Bejo termasuk bekas romusha yang dijadikan tentara Belanda KNIL. Diperkirakan, pangkat Bejo adalah Soldaat (prajurit rendahan). Bejo pun tergabung dalam KNIL yang merebut Indonesia kembali. Bejo hanya orang desa yang tak paham politik. Bejo tak paham apa itu nasionalisme. Penglihatan Bejo bahwa Jepang kejam itu jelas sudah. Kebetulan, Republik Indonesia dicap sebagai negara bikinan Jepang. Itulah yang dipercaya Bejo hingga dia mau bertahan di KNIL.
Empat tahun sudah berlalu. Tanpa diduga Bejo yang sudah tidak tahu kabar istrinya, yang mungkin sudah dia anggap hilang, akhirnya datang kesempatan untuk bertemu. Pasukan dimana Bejo bergabung bergerak di sekitar Purworejo. Bejo pun berpikir untuk singgah. Berharap menengok istrinya. Meski bukan tidak mungkin istrinya sudah jadi kawin lagi dengan laki-laki lain yang tersisa di desa.
Menten menunjuk banyak pemuda, baik yang sudah nikah atau belum. Seorang pemuda (kita sebut saja Bejo, bukan nama sebenarnya) kena tunjuk. Bejo sudah menikah. Dikirim romusha berarti harus pisah dengan istrinya. Sebagai orang kecil, Bejo harus menurut apa kata pemimpin desa. Bejo dan pemuda lain pun dikirim. Tak jelas kemana dia dikirim. setelah kepergia Bejo, istrinya pun hamil lalu melahirkan anak Bejo. Tak ada pertukaran kabar antara suami istri muda itu. Setelah tahun-tahun berlalu, balatentara Jepang akhirnya dikalahkan. Tak lama Jepang kalah, Menten pun menghilang. Tak ada orang yang tahu kabarnya. Setelah menghilang, dia mungkin ganti nama. Dia takut akan adanya balas dendam dari orang desa yang saudaranya, ayahnya atau siapanya dikirim sebagai romusha tanpa kejelasan kabar. Maklum, orang-ornag desa umumnya butahuruf. Tentang kehilangan ini, Menten pasti harus jadi orang yang paling disalahkan oleh penduduk desa. Para pekerja paksa pun dibebaskan. Kesehatan mereka dipulihkan oleh tentara sekutu. Bersama tentara sekutu itu, terdapat tentara Belanda. Dengan fasilitas tentara sekutu, Bekas romusha itu, juga tawanan sekutu yang semula adalah Heiho, dilatih menjadi tentara Belanda. Romusha dan tawanan perang Jepang bisa ditemukan di Jawa dan Sumatra. Bekas Heiho banyak yang tertangkap sekutu di sekitar Pasifik, Bejo termasuk bekas romusha yang dijadikan tentara Belanda KNIL. Diperkirakan, pangkat Bejo adalah Soldaat (prajurit rendahan). Bejo pun tergabung dalam KNIL yang merebut Indonesia kembali. Bejo hanya orang desa yang tak paham politik. Bejo tak paham apa itu nasionalisme. Penglihatan Bejo bahwa Jepang kejam itu jelas sudah. Kebetulan, Republik Indonesia dicap sebagai negara bikinan Jepang. Itulah yang dipercaya Bejo hingga dia mau bertahan di KNIL. Empat tahun sudah berlalu. Tanpa diduga Bejo yang sudah tidak tahu kabar istrinya, yang mungkin sudah dia anggap hilang, akhirnya datang kesempatan untuk bertemu. Pasukan dimana Bejo bergabung bergerak di sekitar Purworejo. Bejo pun berpikir untuk singgah. Berharap menengok istrinya. Meski bukan tidak mungkin istrinya sudah jadi kawin lagi dengan laki-laki lain yang tersisa di desa.
Dengan ijin komandannya, Bejo akhirnya memasuki desa. Dalam perjalanan menuju rumahnya, Bejo bertemu bocah kecil yang sedang bermain. Bejo nampaknya suka anak kecil. Apalagi anak kecil itu berkeliaran di kampungnya. 
Anak kecil itu seperti karpet merah yang menyabutnya. Dengan ramah bocah kecil itu ditanya: “dimana rumahnya?” Rupanya anak kecil itu menunjuk sebuah rumah Bejo dan istrinya dulu sebelum jadi romusha. Bejo terkejut lalu bertanya lagi, “simbok ada?” Bocah itu mengiyakan. 
Mereka berdua masuk rumah. Dan bertemulah Bejo dengan istrinya yang bertahun-tahun terpaksa dia tinggakan karena kerja paksa gila bikinan Nippon. Mereka tampaknya terpaksa mengerti atas keadaan mengerikan di jaman perang yang membuat mereka berpisah dan bisa jadi celaka. 
Rasa kangen mereka terluapkan. 
Bejo akhirnya mengajak istri dan bocah kecil yang ternyata anaknya itu meninggalkan kampung. Mereka mungkin hidup di tangsi. Tinggal di kampung jelas tak aman. Sebagai serdadu KNIL, istri Bejo bisa celaka karena oleh orang-orang pro Indonesia bisa main tuduh: mata-mata Belanda pada istri Bejo. 
Setelah pertemuan itu, tak ada lagi kabar dari Bejo setelah Pengembalian Kedaulatan pasca KMB 1949. Orang-orang hanya bisa saja berspekulasi tentang Bejo dan keluarganya: ikut gabung ke TNI bersama KNIL lain, tapi malu balik ke kampung karena mungkin merasa dimusuhi orang karena pernah jadi KNIL; masuk KL bersama tentara Belanda lain lalu ikut ke Belanda; terbunuh selama revolusi lalu keluarganya terlantar lagi seperti saat Bejo jadi romusha (ini adalah spekulasi yang paling tidak diinginkan pembaca yang budiman dan bisa memahami derita si Bejo). 
Bejo, mantan romusha Begelen itu tergolong beruntung. Dia tak diterjang peluru serdadu Jepang atau mati kelaparan, meski tubuhnya pernah dikuruskan serdadu Nippon. Selain selamat Bejo bisa bertemu kembali dengan orang-orang yang dia sayangi.
Dengan ijin komandannya, Bejo akhirnya memasuki desa. Dalam perjalanan menuju rumahnya, Bejo bertemu bocah kecil yang sedang bermain. Bejo nampaknya suka anak kecil. Apalagi anak kecil itu berkeliaran di kampungnya. Anak kecil itu seperti karpet merah yang menyabutnya. Dengan ramah bocah kecil itu ditanya: “dimana rumahnya?” Rupanya anak kecil itu menunjuk sebuah rumah Bejo dan istrinya dulu sebelum jadi romusha. Bejo terkejut lalu bertanya lagi, “simbok ada?” Bocah itu mengiyakan. Mereka berdua masuk rumah. Dan bertemulah Bejo dengan istrinya yang bertahun-tahun terpaksa dia tinggakan karena kerja paksa gila bikinan Nippon. Mereka tampaknya terpaksa mengerti atas keadaan mengerikan di jaman perang yang membuat mereka berpisah dan bisa jadi celaka. Rasa kangen mereka terluapkan. Bejo akhirnya mengajak istri dan bocah kecil yang ternyata anaknya itu meninggalkan kampung. Mereka mungkin hidup di tangsi. Tinggal di kampung jelas tak aman. Sebagai serdadu KNIL, istri Bejo bisa celaka karena oleh orang-orang pro Indonesia bisa main tuduh: mata-mata Belanda pada istri Bejo. Setelah pertemuan itu, tak ada lagi kabar dari Bejo setelah Pengembalian Kedaulatan pasca KMB 1949. Orang-orang hanya bisa saja berspekulasi tentang Bejo dan keluarganya: ikut gabung ke TNI bersama KNIL lain, tapi malu balik ke kampung karena mungkin merasa dimusuhi orang karena pernah jadi KNIL; masuk KL bersama tentara Belanda lain lalu ikut ke Belanda; terbunuh selama revolusi lalu keluarganya terlantar lagi seperti saat Bejo jadi romusha (ini adalah spekulasi yang paling tidak diinginkan pembaca yang budiman dan bisa memahami derita si Bejo). Bejo, mantan romusha Begelen itu tergolong beruntung. Dia tak diterjang peluru serdadu Jepang atau mati kelaparan, meski tubuhnya pernah dikuruskan serdadu Nippon. Selain selamat Bejo bisa bertemu kembali dengan orang-orang yang dia sayangi.