Sabtu, September 14, 2013

Sebatas Rindu pada Hoegeng

Kami tak bisa lagi percaya, meski berharap akan ada polisi jujur dan berani macam Hoegeng. Tapi, kami semua sadar jika itu khayal.


Berita soal terorisme dari kelompok radikal Islam sudah basi rupanya. Alias orang-orang waras akal tak mau lagi dengar. Berita penyerangan polisi lalu tersebar. Tapi, berita itu tak undang simpati masyarakat. Soal polisi orang-orang waras sudah banyak tidak peduli lagi, percaya sama polisi pun ogah. Polisi sudah menjadi momok. Jangankan berurusan, melihat pun sebaiknya jangan. Si kumis 1, kapolri kesayangan Beye, yang sepertinya belum minta maaf sama anak PUNK Aceh yang dibotaki pun bukan pemandangan bagus di televisi. Ya. Timur Pradopo betul-betul merusak mata saya kalau nonton berita di TV. Entahlah, banyak memori atau hal buruk soal polisi. Padahal, banyak kawan-kawan yang jadi polisi. Mungkin kelakukan opas polisi kolonial masih lebih nyaman. 
 Ada sebuah joke, konon ini joke dari Gus Dur. Hanya ada tiga polisi baik di Indonesia: pertama patung polisi; kedua polisi tidur (yang ada di jalan); dan polisi betulan yang namanya Hoegeng alias Jenderal Polisi Hoegeng Iman Santoso. Saya pernah baca biografinya. Dia polisi yang berani tegakkan hukum demi keadilan. Dia pernah menolak banyak uang atau barang sogokan yang jumlahnya sangat banyak sekali waktu dinas di Medan.
Berita soal terorisme dari kelompok radikal Islam sudah basi rupanya. Alias orang-orang waras akal tak mau lagi dengar. Berita penyerangan polisi lalu tersebar. Tapi, berita itu tak undang simpati masyarakat. Soal polisi orang-orang waras sudah banyak tidak peduli lagi, percaya sama polisi pun ogah. Polisi sudah menjadi momok. Jangankan berurusan, melihat pun sebaiknya jangan. Si kumis 1, kapolri kesayangan Beye, yang sepertinya belum minta maaf sama anak PUNK Aceh yang dibotaki pun bukan pemandangan bagus di televisi. Ya. Timur Pradopo betul-betul merusak mata saya kalau nonton berita di TV. Entahlah, banyak memori atau hal buruk soal polisi. Padahal, banyak kawan-kawan yang jadi polisi. Mungkin kelakukan opas polisi kolonial masih lebih nyaman. Ada sebuah joke, konon ini joke dari Gus Dur. Hanya ada tiga polisi baik di Indonesia: pertama patung polisi; kedua polisi tidur (yang ada di jalan); dan polisi betulan yang namanya Hoegeng alias Jenderal Polisi Hoegeng Iman Santoso. Saya pernah baca biografinya. Dia polisi yang berani tegakkan hukum demi keadilan. Dia pernah menolak banyak uang atau barang sogokan yang jumlahnya sangat banyak sekali waktu dinas di Medan.
Dia pernah memimpin jawatan imigrasi sebelum jadi Panglima Angkatan Kepolisian (Kapolri). Dia tergolong sebagai orang-orang baik dan bisa diandalkan di awal orde baru. Tapi, banyak yang sepakat dia bukan antek ORBA sejati macam Sudomo. Karirnya terhenti di tahun 1971, ketika ada kasus penyelundupan Robby Tjahjadi yang melibatkan pejabat, kasus Sum Kuning yang melibatkan anak-anak penggede di Yogyakarta, dan kasus lain yang tak terselesaikan. Hoegeng merasa penasaran sebenarnya, tapi tak bisa berbuat apapun.
 Seandainya serdadu Nipon tak pernah datang dan menduduki Indonesia, Hoegeng mungkin bakal jadi Pengacara atau notaris. Dia pernah kuliah di Recht Hoge School (sekolah tinggi hukum) di jakarta. Kondisi masa pendudukan Jepang yang penuh ketidakpastian, membuatnya ambil keputusan ikut kursus kepolisian. Tidak langsung jadi inspektur, Hoegeng harus rela dinas sebagai Agen polisi rendahan yang kudu patroli pakai sepeda. 
 Di jaman revolusi, Hoegeng sempat jadi Mayor di Polisi Militer AL. Namun dia keluar dan memilih jadi polisi sipil biasa. Hoegeng merasakan sulitnya jaman revolusi dan pernah jadi tawanan Belanda juga. Dia bisa bebas karena Oom dia adalah Abdulkadir yang pejabat tinggi Belanda yang mewakili Belanda dalam perjanjian Renville. Hoegeng termasuk orang yang rela belajar dari nol lagi, walau pernah punya pengalaman sebagai kepala polisi rendahan. Hoegeng pernah belajar di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian. Dia juga pernah dikirim ke Amerika untuk memperdalam ilmu tentang kepolisian.
Dia pernah memimpin jawatan imigrasi sebelum jadi Panglima Angkatan Kepolisian (Kapolri). Dia tergolong sebagai orang-orang baik dan bisa diandalkan di awal orde baru. Tapi, banyak yang sepakat dia bukan antek ORBA sejati macam Sudomo. Karirnya terhenti di tahun 1971, ketika ada kasus penyelundupan Robby Tjahjadi yang melibatkan pejabat, kasus Sum Kuning yang melibatkan anak-anak penggede di Yogyakarta, dan kasus lain yang tak terselesaikan. Hoegeng merasa penasaran sebenarnya, tapi tak bisa berbuat apapun. Seandainya serdadu Nipon tak pernah datang dan menduduki Indonesia, Hoegeng mungkin bakal jadi Pengacara atau notaris. Dia pernah kuliah di Recht Hoge School (sekolah tinggi hukum) di jakarta. Kondisi masa pendudukan Jepang yang penuh ketidakpastian, membuatnya ambil keputusan ikut kursus kepolisian. Tidak langsung jadi inspektur, Hoegeng harus rela dinas sebagai Agen polisi rendahan yang kudu patroli pakai sepeda. Di jaman revolusi, Hoegeng sempat jadi Mayor di Polisi Militer AL. Namun dia keluar dan memilih jadi polisi sipil biasa. Hoegeng merasakan sulitnya jaman revolusi dan pernah jadi tawanan Belanda juga. Dia bisa bebas karena Oom dia adalah Abdulkadir yang pejabat tinggi Belanda yang mewakili Belanda dalam perjanjian Renville. Hoegeng termasuk orang yang rela belajar dari nol lagi, walau pernah punya pengalaman sebagai kepala polisi rendahan. Hoegeng pernah belajar di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian. Dia juga pernah dikirim ke Amerika untuk memperdalam ilmu tentang kepolisian.
Meski tak jadi pejabat polisi lagi, Hoegeng bukan manusia apatis "sok realistis" Hoegeng berani kritis pada Suharto cs. Butuh keberanian untuk itu. Resiko melawan Suharto cs itu tidak ringan. Hoegeng sendiri pernah dipersulit. Hoegeng harus kehilangan panggung Hawaiian di TVRI. Karena melawan, hobby bermusiknya dimatikan sama rezim satu itu. Tidak mudah jadi orang jujur. Juga jadi polisi jujur. Buat kawan-kawan yang polisi, sebetulnya Hoegeng adalah Panglima terbaik kalian, belum ada yang menandinya.
 Orang-orang Indonesia, setidaknya saya, sangat merindukan polisi jujur macam Hoegeng. Sebetulnya kami ingin percaya, tapi bagaimana kami percaya jika uang kami dihisap dan entah lari kemana waktu bikin SIM atau ditilang? Padahal, sepertikata kawan saya, di sebuah negeri antah berantah sebuah jalan layang dibangun dari uang tilang. Bagaiamana kami bisa percaya jika ada orang-orang yang ditangkap tanpa jelas perkaranya? Bagaimana kami bisa menghormati kepala polisi yang tak berani tidak anggotanya yang korup? Bagaimana kami bisa terlindungi oleh polisi yang manut sama penguasa tak jujur?
 Kitorang semua tak bisa berharap apa-apa lagi, dan mungkin hanya sebatas rindu saja pada Hoegeng si polisi baik. Sebetulanya, masih ada lagi kebaikan Hoegeng seperti perpisahannya dengan SUsy dan Domo yang disayanginya, keduanya nama orangutan peliharaannya, ke alam hijau. Sayang, tak semua polisi seperti Hoegeng.
Meski tak jadi pejabat polisi lagi, Hoegeng bukan manusia apatis "sok realistis" Hoegeng berani kritis pada Suharto cs. Butuh keberanian untuk itu. Resiko melawan Suharto cs itu tidak ringan. Hoegeng sendiri pernah dipersulit. Hoegeng harus kehilangan panggung Hawaiian di TVRI. Karena melawan, hobby bermusiknya dimatikan sama rezim satu itu. Tidak mudah jadi orang jujur. Juga jadi polisi jujur. Buat kawan-kawan yang polisi, sebetulnya Hoegeng adalah Panglima terbaik kalian, belum ada yang menandinya. Orang-orang Indonesia, setidaknya saya, sangat merindukan polisi jujur macam Hoegeng. Sebetulnya kami ingin percaya, tapi bagaimana kami percaya jika uang kami dihisap dan entah lari kemana waktu bikin SIM atau ditilang? Padahal, sepertikata kawan saya, di sebuah negeri antah berantah sebuah jalan layang dibangun dari uang tilang. Bagaiamana kami bisa percaya jika ada orang-orang yang ditangkap tanpa jelas perkaranya? Bagaimana kami bisa menghormati kepala polisi yang tak berani tidak anggotanya yang korup? Bagaimana kami bisa terlindungi oleh polisi yang manut sama penguasa tak jujur? Kitorang semua tak bisa berharap apa-apa lagi, dan mungkin hanya sebatas rindu saja pada Hoegeng si polisi baik. Sebetulanya, masih ada lagi kebaikan Hoegeng seperti perpisahannya dengan SUsy dan Domo yang disayanginya, keduanya nama orangutan peliharaannya, ke alam hijau. Sayang, tak semua polisi seperti Hoegeng.