Selasa, Juli 07, 2015

Soeriosantoso



Soeriosantoso dengan seragam Kapten dalam berita kenaikan pangkatnya sebagai MayorSoeriosantoso dengan seragam Kapten dalam berita kenaikan pangkatnya sebagai MayorSARDJONO Soeriosantoso adalah anak asuh dari Van Deventer, Soeriosantoso lahir sekitar tahun 1898.  Berkat jadi anak asuh itulah, Soeriosantoso yang dari namanya adalah orang Jawa, bisa peroleh pendidikan barat—dan akhirnya bisa jadi kadet Koninklijk Militaire Academie  (KMA) alias Akademi Militer Kerajaan Belanda di Breda, Negeri Belanda.  Kadet asal Indonesia yang lebih tua darinya adalah L.E. Lounjouw—masuk tahun 1915 da lulus 1918—yang diperkirakan orang Maluku, nnamun Lounjow nampaknya masih keturunan Eropa.  Soeriosantoso lulus KMA tahun 1920. Setelah melewati masa menjadi vandrig (Letnan Muda) lalu Letnan penuh, Suriosentosa lalu menjabat sebagai komandan Batalyon Artileri di Jagamonyet, Jakarta.  Selama berkarir jadi kapten Artileri KNIL,  Soeriosantoso pernah jadi pelindung bagi  suratkabar Niet  Europeeshe Onderofficiers Vereniging (Perkumpulan Perwira bawahan) dari KNIL. 
Sudah biasa jikalau militer pribumi susah naik pangkat. Biasanya, pangkat Letnan disandang bisa hampir tahun atau lebih, baik bagi perwira pribumi maupun Eropa. Begitu juga pangkat Kapten.  Setelah dinas 20 tahun, barulah Soeriosantoso naik pangkat jadi Mayor, pada 31 Juli 1941. Dia menambah deretan pribumi Indonesia yang jadi Mayor KNIL.
 Soeriosantoso dengan seragamnya setelah mayorSoeriosantoso dengan seragamnya setelah mayorPangkat tertinggi perwira pribumi yang bertugas di pasukan umumnya mayor. Namun ada juga yang menjadi Letnan Kolonel, namun hanya sebagai perwira kesehatan saja. Tetap saja pribumi paling tinggi hanya boleh jadi komandan Batalyon saja. Tak bisa lebih. Masa bahagia Soeriosantoso sebagai Mayor KNIL tak lama, tahun depannya, karena KNIL kalah dan bubar di Hindia Belanda. Lalu pemerintah kolonial menyerah kalah pada 8 Maret 1942 di Kalijati pada Balatentara Jepang.
 Setelahnya, bekas Mayor KNIL Soeriosentoso juga diawasi intel militer Jepang. Meski begitu, Soeriosentoso kerap berhubungan dengan kelompok bawah tanah Syahrir. Anaknya, Iwan Santoso sering berhubungan dengan kelompok Syahrir. Soeriosentoso memilih bersabar tanpa pasti di jaman pendudukan Jepang. Kesabaran itu berbuah manis, Jepang kalah dan Belanda coba kembali lagi ke Indonesia. Soeriosentoso ikut Belanda lagi. 
Bersama Max dan JuliusBersama Max dan JuliusDia pernah menolak ajakan Didi Kartasasmita agar bergabung dengan Republik Indonesia. Pangkatnya lalu tak lagi Mayor, tapi naik jadi Letnan Kolonel yang sepertinya diperbantukan di NEFIS (organiasi intelejen Belanda di Indonesia semasa Perang Pasifik dan Revolusi Indonesia) juga. Pada NEFIS pernah menulis laporan tentang Organisasi Islam yang cukup mendapat perhatian dari pemerintah militer di masa pendudukan Jepang. Hingga bisa dianggap mereka anti Belanda yang loyal pada Jepang dan bisa menjadi ancaman. Soeriosantoso menulisnya untuk orang penting bernama Charles orde van der Plas.
Soeriosantoso dianggap penting bagi Belanda.  Menjelang KOnferni Meja BUndar, Soeriosantoso sedang di Belanda bersama Sultan Hamid II dari Pontianak alias Max yang jadi ketua kelompok negara federal (BFO) dan Julius Tahija yang pernah jadi staf Jenderal Spoor. Dua orang tadi pernah jadi Letnan KNIL sebelum Belanda kembali ke Indonesia. Pangkat mereka makin naik lagi setelahnya. Apalagi Max jadi “Ajudan Isitimewa”  tertinggi Ratu Belanda.  Setelah KMB dan KNIL bubar selamanya, Soeriosantoso memilih ke Belanda.