Awal perkembangan tata kota Balikpapan sebenarnya juga ikut ditentukan oleh BPM. Komplek kilang minyak pastinya disesuaikan dengan letak sumur Mathilda. Kilang minyak berada di utara Sumur Mathilda. Kilang minyak Balikpapan dibangun memanjang ke utara—disepanjang Pelabuhan Semayang sampai Pandan Sari dan tepat disebelah timur Teluk Balikpapan. Disebelah timur kilang minyak terdapat sebuah jalan yang disebut sebagai jalan Minyak—nama resmi jalan itu sekarang adalah jalan Yos Sudarso. Disebelah timur jalan minyak itu, terdapat perkantoran dan pemukiman penduduk—perumahan bagi pegawai, dulu milik BPM sekarang Pertamina. Setelah pengeboran minyak berjalan tidak terlalu lama dan pemukiman bagi pegawai BPM bertebaran disekitar sumur dan kilang minyak, sedikit demi sedikit pemukiman penduduk lain yang letakanya agak jauh dari kilang minyak juga muncul. Karena produksi minyak semakin meningkat, fasilitas pendukung perusahaan tentu saja bertambah—seperti pelabuhan dan rumah sakit. Pertambahan penduduk di Balikpapan—khususnya di sekitar kilang minyak BPM—membuat pemerintah kolonial menjadi Balikpapan sebagai suatu afdeling (semacam daerah administratif) tersendiri dimana pada awalnya seorang Controleur ditempatkan.
Pusat administrasi kolonial, Controleurswanning itu berada tidak jauh dari rumah sakit BPM (RS Pertamina sekarang). Jauh ke sebelah timur rumah sakit BPM itu semakin berkembang menjadi daerah perniagaan Klandasan. Daerah perniagaan Klandasan itu adalah tempat perbelanjaan bagi keluarga pegawai BPM. Sebagai daerah perbelanjaan pastinya terdapat sebuah pasar. Disekitar pasar itu juga terdapat komunitas Cina yang terlokalisasi dalam sebuah perkampungan semacam Pecinan. Komunitas Cina yang identik sebagai kaum pedagang itu tentunya menjadi salah satu pelaku perekonomian Balikpapan, khususnya daerah Klandasan.
Pemukiman penduduk lain adalah di utara Kilang Minyak. Di daerah utara kilang minyak itu terdapat beberapa perkampungan, Pandan Sari, Kebun Sayur, dan Kampung Baru. Nama kampung terakhir tidak jauh beda dengan ditempat lain, sebuah perkampungan orang-orang Bugis dan Makassar dari Sulawesi. Perkampungan ini semakin lama semakin ramai. Tidak diketahui secara pasti kapan mulai ada perkampungan Bugis di Balikpapan. Pemukiman penduduk di utara kilang minyak ini juga memiliki daerah perniagaannya sendiri. Pada dekade 1930an daerah perniagaan di utara kilang minyak ini mungkin tidak seramai di Klandasan. Pusat perniagaan di daerah utara kilang minyak adalah Kebun Sayur yang mungkin masih memiliki beberapa toko. Penggerak perekonomian disini salah satunya adalah orang-orang pribumi. Pusat perbelanjaan disini juga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga pegawai BPM yang tinggal disekitar Karang Anyar.
Balikapan, pada masa kolonialisasi Hindia Belanda, merupakan wilayah dari onder afdeling Samarinda. Dahulu Kalimantan Timur adalah bagian dari Oostafdeling van Residentie Zuid en Oost Borneo—yang berkedudukan di Banjaramasin. Di daerah Long Iram dan Samarinda, terdapat garnisun KNIL dalam jumlah besar karena berada dibawah pemerintahan langsung dari Belanda (rechtstreeks bestuur gouvernement gebeid). Pada tahun 1938, kalimanatan menjadi sebuah pemerintahan daerah sendiri bernama Gouvernement Borneo dengan Banjarmasin sebagai ibukota.[i] Nama resmi untuk daerah itu adalah Residentie Zuider en Oosterafdeling van Borneo. Kalimantan, berdasar besluit Gubernur Jenderal Hindia Belanda (Staatblad no 352 tahun 1938), terbagi menjadi dua keresidenan—keresidenan lain itu adalah Westerafdeling van Borneo yang berkedudukan di Pontianak. Keresidenan Kalimantan Selatan dan Timur membawahi 5 afdeling antara lain: Banjarmasin; Hulu Sungai; Kapuas Barito; Samarinda dan Bulungan-Berau. [ii]
Residen Kalimantan di Banjarmasin memiliki beberapa bawahan langsung disebut Asisten Residen. Asisten residen itu ditempatkan disebuah onderafdeling. Dibawah asisten residen terdapat seorang controleur ditiap onderafdeling. Di Balikpapan terdapat seorang controleur yang bertugas mengawasi hubungan pemerintah dengan penguasa lokal.[iii] Di Balikpapan, controleur berkedudukan di controleurswaning yang letaknya di Zee-laan tidak jauh dari Rumah Sakit BPM atau rumah sakit Pertamina.[iv]
Tidak banyak yang tersimpan dari Ballikpapan masa lalu. Hanya tersisa perumahan pertamina dengan bentuk bangunan yang tampak ketinggalan zaman bagi benyak orang, namun sebenarnya memperhatikan konsep kenyaman bagi pemiliknya. Bangunan rumah-rumah dalam komplek Pertamina itu memiliki gaya Indis—perepaduan gaya Eropa yang agak beradaptasi dengan iklim tropis nusantara. Banyak dari bangunan-bangunan indis disekitar Klandasan itu hancur karena serbuan tentara Australia diakhir PD II. Kebanyak gedung-gedung tua di Balikpapan mulai dibangun setelah tahun 1945—saat kondisi sudah aman. Jadi aroma kolonial pada gedung-gedung di kota Balikpapan tidak kental—walaupun gedung-gedung itu dibangun dengan gaya yang sama. Bangunan-bangunan itu beberapa masih berdiri menjadi tolok ukur kemajuan Balikpapan setelah Indonesia merdeka.
Balikpapan sudah menjadi kota kecil yang maju dengan faslitas hidup untuk orang-orang Eropa yang menjadi tuan di nusantara. Produksi minyak Balikpapan diawal abad XX tentu saja membuat fasilitas kota ini semakin bertambah—mulai dari perumahanan yang nyaman, Sicieteit untuk berkumpul dan berdansa, lapangan sepak bola modern, pelabuhan laut, dan penyaringan air untuk kota kecil Balikpapan yang sering kesulitan air. Hampir semua fasilitas itu, kecuali penyaringan air Somber, memiliki jarak yang berdekatan antara satu sama lain di daerah Alun-alun kota, Lapangan Merdeka Sekarang.
Balikpapan, menurut Peta terbitan BPM 1939, sudah memiliki fasilitas penting perminyakan yang memang harus dilindungi oleh pemerintah kolonial. Kota Balikpapan, sebagai kota penting penting kolonial dijaga oleh serdadu KNIL yang ditempatkan di sebuah tangsi yang masih dalam daerah kota Balikpapan yang kala itu masih kecil. Tangsi KNIL itu berada di sekitar bekas Bioskop Antasari dan Asrama Poslisi belakang Polres Balikpapan. [v]
Balikpapan yang berada jauh dari jangkauan divisi-divisi KNIL yang dibagi 2 dipulau Jawa dan sekitarnya, bila dilihat sumber daya alam yang ada serta perkembangan Balikpapan yang secara ekonomis baik, cukup membuat pemerintah kolonial cukup khawatir bila daerah ini mendapat serangan dari lawan. Tidak heran bila pemerintah kolonial menempatkan banyak pasukan KNIL beserta persenjataannya disini, lebih banyak dibanding daerah lain di luar pulau Jawa.
Balikpapan yang dihuni juga oleh orang-orang Eropa juga memiliki tempat berkumpul orang-orang Eropa, societeit. Tempat dimana orang-rang kulit putih bisa berdansa. Tidak ada orang-orang pribumi di dalamnya, kecuali sebagai pelayan. Banyak rumah-rumah bergaya indies dibangun, karena pengaruh Belanda di Balikpapan. Orang-orang Eropa di Hindia Belanda adalah orang-orang yang berusaha mempertahankan jatidiri ke-Eropa-an mereka.
Dalam hal pendidikan dan gaya hidup sehari-hari, orang-orang Eropa di Indonesia selalu ingin seperti berada di Eropa. Itulah mengapa beberapa fasilitas seperti Societeit didirikan—dilokasi yang sekarang bernama Banua Patra, masih tanah milik Pertamina Balikpapan.
Dahulunya, tahun 1939, Balikpapan memiliki perkampungan Cina. Saat ini tidak ada lagi sisa dari perkampungan Cina itu. Tidak diketahui kapan perkampungan Cina itu menghilang. Bekas kampung Cina itu sekarang menjadi lahan Markas KODAM VI/Tanjung Pura di jalan Jenderal Sudirman.[vi]
Kemungkinan orang-orang Cina pada itu tidak seluruhnya berprofesi sebagai pedagang—sebagian orang-orang Cina itu mungkin bekerja sebagai kuli di BPM. Khususnya orang-orang Cina yang baru datang di Balikpapan dan belum memiliki modal untuk berdagang. Orang-orang Cina di Balikpapan tidak lagi memiliki perkampungan sendiri seperti orang-orang Bugis di kampung Baru. Orang-orang Cina di Balikpapan sekarang menyebar di daerah-daerah perniagaan yang ramai karena bisa dipastikan orang-orang Cina di Balikpapan bergerak di bidang perdagangan. Mereka biasa membuka usaha dipinggir jalan kota Balikpapan yang ramai.
Diseberang perkampungan Cina, terdapat pasar daerah.[vii] Pasar ini mungkin tidak seramai pasar Klandasan sekarang. Jumlah penduduk Balikpapan pastinya belum seramai sekarang. Orang Cina memang tidak pernah jauh dari dunia dagang. Keberadaan pasar daerah yang dibangun pemerintah kolonial itu bisa jadi ikut maramaikan dan melokalisasi orang-orang Cina di Balikpapan. Lokasi pasar yang lain selain di Klandasan ini adalah di Kampung Baru.
Fasilitas olahraga dan pendidikan kota Balikpapan kala itu tetaplah sama seperti saat ini—di sekitar Lapangan Merdeka. Lapangan Merdeka dulunya disebut Votbalveld (lapangan sepak bola). Jalan-jalan disekitar Votbalveld tidak banyak berubah pada dekade 1990an. Meski nama berubah, tetap saja artinya sama. Seperti sportlaan yang berubah menjadi Jalan Sport/Olahraga dan Jalan sekolah dulunya adalah Schoolweg. Dari namanya, Schoolweg, seperti memberi petunjuk bahwa pernah ada sekolah yang eksis pada tahun 1939 disekitar sekolah itu. Saat ini, di daerah itu terdapat SD dan SMP KPS, juga SMP Patra Darma II milik Pertamina disana. Dulunya lapangan-lapangan di sisi kanan dan kiri Lapangan Merdeka belum ada. Kedua sisi lapangan itu dulunya terdapat bangunan.
Untuk orang-orang yang butuh perawatan medis, Balikpapan pada tahun 1939, telah memiliki dua rumah sakit: BPM Hospitaal (Rumah sakit Pertamina sekarang); Juliana Hospitaal—yang letaknya tidak jauh dari BPM Hospitaal. Rumah sakit terakhir sudah tidak ada lagi sekarang—mungkin hilang setalah pemboman sekutu ketika PD II hampir berakhir dan kepergian orang-orang Belanda dari Balikpapan.[viii] Rumah sakit BPM pastinya diperuntukan bagi karyawan BPM di Balikpapan. Sebagai perusahaan besar yang dilapangan penuh resiko, seperti kecelekaan kerja di kilang, kehadiran rumah sakit BPM jelas sangat penting dan sangat dibutuhkan oleh pegawai lapangan BPM dan bagi perusahaan sendiri. Sedang rumah sakit Juliana tidak diketahui secara pasti statusnya, bisa jadi rumah sakit umum. Letak rumah sakit itu seperti terhalang oleh rumah sakit BPM.
Orang-orang Eropa umumnya hidup secara eksklusif dan menolak pembauran dengan pribumi oleh karenanya, pergaulan dengan orang-orang pribumi jelas dibatasi. Kebijakan perusahaan BPM yang menyangkut fasilitas karyawan khususnya yang Eropa tentunya berusaha untuk menjadi sebagian Balikpapan sebagai perkampungan Eropa, bila tidak mampu murni Eropa maka yang Indis pun tidak masalah, asal jangan sama dengan pribumi. Keberadaan masyarakat Eropa yang tidak sepenuhnya mampu mengadopsi budaya eEropa secara murni—sungguh beruntung mereka bisa berkompromi dengan memgkombinasi budaya Eropa dengan sedikit beradabtasi dengan budaya lokal pribumi dalam konsep yang disebut Indis. Balikpapan, dengan komunitas Eropa dan sisa-sisa bangunan yang semi Eropa dan Indonesia, adalah salah satu ruang yang pernah menjadi kehidupan kebudayaan Indis pada masa kolonialisasi Hindia Belanda.
Sebelumnya, pada abad XIX, orang-orang Eropa di Indonesia sebisa mungkin menjaga kemurnian ke-Eropa-annya. Mereka lakukan itu dalam dunia pendidikan anak-anak mereka. Anak-anak di sekolah dasar ELS adalah untuk dijadikan seorang Eropa (Belanda). Dari sini jurang pemisah antara Belanda dan Hindia dibangun dengan tajam. Pendidikan dan status sosial telah dijadikan tembok antara Orang Eropa-Belanda dengan pribumi, antara penguasa dengan rakyat yang dikuasai. Hal ini tentu terpikir dalam benak orang-orang Belanda di Balikpapan. Mereka harus menjaga kemurnian ras dan menjaga prestise mereka dalam masyarakat kolonial dan pendidikan—apalagi pendidikan dasar—sangat penting untuk hal itu. Tidak heran bila pendidikan dasar lebih diperuntukan untuk orang-orang Eropa, seperti di ELS yang Eropasentris.
Pendidikan di Balikpapan pada masa kolonial mungkin jauh lebih terbelakang di Bandingkan Sulawesi Selatan. hanya ada sekolah tingkat dasar—mungkin menengah milik pemerintah—saja di kota ini. Sekolah tingkat atas hanya terdapat di pulau Jawa seperi AMS atau HBS dan sangat tidak memungkinkan untuk diadakan diluar pulau Jawa dalam jumlah besar karena sekolah itu lebih diperuntukan bagi orang-orang Eropa—diluar Jawa, jumlah orang-oranjg Eropa begitu sedikit. Di daerah-daerah luar pulau Jawa jumlah pegawai lebih sedikit—ditambah sedikit pegawai swasta dan para misionaris yang jumlah jauh lebih sedikit dibanding pegawai swasta.
Di Kalimanatan Timur, sejak 1916, berdiri Europe Leger School, termasuk juga di Balikpapan memiliki populasi orang-orang Eropa. Sekolah khususn anak-anak Eropa ini begitu penting bagi orang-orang Eropa. Hal ini tentu saja menimbulkan masalah karena politik diskriminatif Belanda yang hanya peduli pada orang-orang Eropa saja. Awalnya orang-orang pribumi berpikiran maju itu mendirikan HIS partikelir di Samarinda tahun 1923 yang dipimpin oleh Masdar. Setelah diadalkan Rapat terbuka tahun 1926 oleh tokoh-tokoh pergerakan Kalitim maka lahir tuntutan kepada pemerintah olonial untuk segera mendirikan HIS pemerintah yang diperuntukan anak-anak Indonesia. tuntutan itu dipenuhi oleh pemerintah pada tahun 1928, dimana di Balikpapan berdiri HIS milik pemerintah kolonial. pendidikan di kalimantan timur hanya sebatas pendidikan dasar modern saja. Untuk pendidikan Menengah, seorang anak harus bersekolah di MULO Banjarmasin. Selain sekolah macam HIS atau ELS yang hanya bisa dimasuki oleh anak-anak orang terpandang—terdapat juga sekolah-sekolah rendahan lain, seperti Volkschool (sekolah rakyat tingkat dasar) atau Vervolschool(sekolah lanjutannya yang kadang disebut sekolah penghubung). Sekolah rendahan tadi biasanya terdapat di tiap kecamatan. [ix]
Letak dua sekolah yang tergolong elit tadi pada masa kolonial tidak ada lagi bekasnya. Pastinya, sekolah macam HIS dan ELS biasanya berada di pusat kota. Di dekat Lpangan Merdeka, dulunya ada jalan bernama Schoolweg (jalan sekolah)—ini bisa menjadi petunjuk dimana dulu pernah ada sekolah didaerah itu dan bukan tidak mungkin sekolah disitu adalah sekolah elit karena Lapangan Merdeka sejak dulu adalah daerah strategis namun relatif tenang dan nyaman untuk siswa belajar. Sekolah elit itu memeberi pelajaran kepada siswa jauh lebih baik daripada di Volkschool dan lanjutanya, Vervolgschool. Populasi penduduk dengan penghasilan tinggi yang masih jarang untuk kota sekecil Balikpapan, maka sangat tidak memenuhi syarat untuk mendirikan sekolah menengah karena kekuarangan murid. Jadi pada awal abad XX, sekolah menengah modern hanya disediakan MULO oleh pemerintah kolonial di Banjarmasin.
Kebiasaan orang-orang Belanda di Indonesia pada zaman Hindia Belanda adalah menyekolahkan anaknya di sekolah-sekolah menengah yang ada di Jawa seperti Semarang, bandung, Surabaya, atau Jakarta dan setelah lulus, anak-anak itu akan dibayai kuliahnya di Negeri Belanda. Sekolah menengah terbaik kala itu hanya terkjonsentrasi di pulau Jawa saja—seperti masih terjadi sampai sekarang.
Sebagian dari Komplek Pertamina adalah daerah pertama di Balikpapan yang mendapat pengaruh barat. Didaerah ini, dulunya adalah pemukiman pegawai BPM bangsa Eropa. Hingga saat ini daerah daerah itu masih merupakan daerah yang cukup sejak dibanding sudut-sudut lain di kota Balikpapan.
Sekitar tahun 1939, beberapa daerah ramai yang sudah berbentuk perkampungan selain komplek Pertamina yang sekarang adalah daerah Klandasan—yang sekarang ini menjadi daerah perkantoran dan perniagaan di kota Balikpapan. Ukuran lebar jalan raya disekitar klandasan sekitar 3 meter. Pola jalan ini memanjang seperti jalan Jenderal Sudirman, Jalan Yos Sudarso (Jalan Minyak), dan jalan Ahmad Yani yang sekarang. Sekitar tahun 1939, Jalan Ahmad Yani, daerah Gunung Sari masih sepi. Perkampungan Karang Bugis sudah ada saat itu. Pemukiman penduduk lokal non Belanda dan non pegawai BPM biasanya berada disekitar tanah-tanah BPM—yang sekarang dikuasai Pertamina.[x]
Somber, setidaknya sejak 1939, sudah menjadi salah satu pemasok air bagi kota Balikpapan. Hingga saat ini, melalui ‘pipa tiga’—satu jalur air dengan 3 pipa terbujur dari sober sampai komplek perumahan Pertamina Balikpapan. Panjangnya sekitar 15 km dengan mengitari perbukitan di daerah Somber, Telindung, juga Kampung Baru.
Lapangan Merdeka sejak dulu sudah menjadi alun-alun kota Balikpapan. Garnisun KNIL Balikpapn sering melakukan upacara militer di lapangan ini. Sejak 1939, lapangan Merdeka sudah ada.[xi] Lapangan ini menjadi saksi penting dalam sejarah kota Balikpapan. Sebuah tugu memperingati pendaratan Tentara Australia untuk mengalahkan Tentara Jepang masih berdiri hingga saat ini.[xii] Beberapa tahun belakangan, lapangan merdeka semakin ramai pada sabtu malam. Keramaian ini memanjang sampai Melawai. Lapangan Merdeka juga dijadikan pusat keramaian pada pagi tertentu. Setiap sore atau pagi pada hari libur, lapangan merdeka selau dijadikan tempat berolehraga, mulai dari sekedar jojing sampai sepak bola.
Disepanjang Jalan Ahmad yani yang sekarang begitu ramai, dulunya masih belum banyak terdapat bangunan penting. Arus perniagaan Balikpapan, ditahun 1939, masih terpusat di daerah Klandasan. Keramaian di daerah Pasar kampung Baru masih kalah, begitu halnya jalan Ahmad Yani yang dulunya disebit Erakan-Straat. Jalan ini dibangun oleh para pekerja yang tidak mampu membayar pajak kepada pemerintah.[xiii] Erakan Straat tidak selebar jalan besar di Klandasan. Di daerah itu dulunya hanya berupa perkampungan dengan lebar jalan tidak sebesar sekarang. Jalan itu rintisan dimana di kanan kiri jalan masih sepi karena baru ada sedikit kampung saja, kampung Gunung Sari.Gemerlap kota Balikpapan akan tampak meriah bila dipandang dari laut atau dari seberang kota Balikpapan, Penajam. Lampu-lampu kota, lampu-lampu dikilang pertamina juga lampu-lampu dari rumah penduduk diperbukitan akan membuat Balikpapn terlihat seperti hamparan bintang yang bersinar.
[i]Kalimanatan Timur: Profil Provinsi Republik Indonesia. Yayasan bakti Nusantara. h. 23.
[ii] Keresidenan Kalimanatan Barat itu membawahi 4 afdeling: Pontianak; Singkawang; Sintang; Ketapang. (Tjilik Riwut, Kalimanatan Membangun, Palangkaraya, 1979. h. 33.
[iii]Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Kalimantan Timur, terbitan Proyek Penelitian Kebudayaan Daerah Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, 1978. h.
[iv]Lihat Peta Balikpapan terbitan dinas topografi BPM skala 1:5.000 tahun 1939 (koleksi Perpustakaan Kolese Ignatius Yogyakarta. Nomor panggil: KI br/col 6 n 2 (104-141). Walau peta ini hanya memfokuskan pada daerah instalasi BPM saja, beberapa. Daerah seperti daerah Klandasan 1939 telah dideteksi oleh peta ini.
[v]Lihat Peta Balikpapan terbitan dinas topografi BPM skala 1:5.000 tahun 1939 (koleksi Perpustakaan Kolese Ignatius Yogyakarta. Nomor panggil: KI br/col 6 n 2 (104-141)..
[vi]Lihat Peta Balikpapan terbitan dinas topografi BPM skala 1:5.000 tahun 1939 (koleksi Perpustakaan Kolese Ignatius Yogyakarta. Nomor panggil: KI br/col 6 n 2 (104-141).
[vii] Lihat Peta Balikpapan terbitan dinas topografi BPM skala 1:5.000 tahun 1939 (koleksi Perpustakaan Kolese Ignatius Yogyakarta. Nomor panggil: KI br/col 6 n 2 (104-141).
[viii] Lihat Peta Balikpapan terbitan dinas topografi BPM skala 1:5.000 tahun 1939 (koleksi Perpustakaan Kolese Ignatius Yogyakarta. Nomor panggil: KI br/col 6 n 2 (104-141).
[ix]Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Kalimantan Timur, h. 21-24.
[x]Lihat Peta Balikpapan terbitan dinas topografi BPM skala 1:5.000 tahun 1939 (koleksi Perpustakaan Kolese Ignatius Yogyakarta. Nomor panggil: KI br/col 6 n 2 (104-141)
[xi] Lihat foto pada buku tentang sejarah KNIL tulisan penulis Belanda Gedenkschrift Koninklijk Nederlandsche Indische Leger, terbitan Dorddrecht: Stichting Hardenskring Oud-KNIL Artilleristen Stabelan, 1990. h.
[xii]Tugu Australia, begitu orang Balikpapan menamai tugu ini, pernah ditutup oleh para mahasiswa yang terpengaruh sentimen anti Autsralia—ketika hubungan RI-Australia memburuk diakhir dekade 1990an. Mahasiswa itu seperti tidak mengerti sejarah dan hanya didorong oleh nasionalisme buta dengan menutup tugu peringatan bagi orang-orang Australia yang mebebaskan Balikpapan dari belenggu Jepang.
[xiii] Dari namanya, Erakan berarti kerja yang dilakukan sebagai pengganti pajak bagi yang tidak mampu membayar. (Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Kalimantan Timur, h. 30.)
Pusat administrasi kolonial, Controleurswanning itu berada tidak jauh dari rumah sakit BPM (RS Pertamina sekarang). Jauh ke sebelah timur rumah sakit BPM itu semakin berkembang menjadi daerah perniagaan Klandasan. Daerah perniagaan Klandasan itu adalah tempat perbelanjaan bagi keluarga pegawai BPM. Sebagai daerah perbelanjaan pastinya terdapat sebuah pasar. Disekitar pasar itu juga terdapat komunitas Cina yang terlokalisasi dalam sebuah perkampungan semacam Pecinan. Komunitas Cina yang identik sebagai kaum pedagang itu tentunya menjadi salah satu pelaku perekonomian Balikpapan, khususnya daerah Klandasan.
Pemukiman penduduk lain adalah di utara Kilang Minyak. Di daerah utara kilang minyak itu terdapat beberapa perkampungan, Pandan Sari, Kebun Sayur, dan Kampung Baru. Nama kampung terakhir tidak jauh beda dengan ditempat lain, sebuah perkampungan orang-orang Bugis dan Makassar dari Sulawesi. Perkampungan ini semakin lama semakin ramai. Tidak diketahui secara pasti kapan mulai ada perkampungan Bugis di Balikpapan. Pemukiman penduduk di utara kilang minyak ini juga memiliki daerah perniagaannya sendiri. Pada dekade 1930an daerah perniagaan di utara kilang minyak ini mungkin tidak seramai di Klandasan. Pusat perniagaan di daerah utara kilang minyak adalah Kebun Sayur yang mungkin masih memiliki beberapa toko. Penggerak perekonomian disini salah satunya adalah orang-orang pribumi. Pusat perbelanjaan disini juga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga pegawai BPM yang tinggal disekitar Karang Anyar.
Balikapan, pada masa kolonialisasi Hindia Belanda, merupakan wilayah dari onder afdeling Samarinda. Dahulu Kalimantan Timur adalah bagian dari Oostafdeling van Residentie Zuid en Oost Borneo—yang berkedudukan di Banjaramasin. Di daerah Long Iram dan Samarinda, terdapat garnisun KNIL dalam jumlah besar karena berada dibawah pemerintahan langsung dari Belanda (rechtstreeks bestuur gouvernement gebeid). Pada tahun 1938, kalimanatan menjadi sebuah pemerintahan daerah sendiri bernama Gouvernement Borneo dengan Banjarmasin sebagai ibukota.[i] Nama resmi untuk daerah itu adalah Residentie Zuider en Oosterafdeling van Borneo. Kalimantan, berdasar besluit Gubernur Jenderal Hindia Belanda (Staatblad no 352 tahun 1938), terbagi menjadi dua keresidenan—keresidenan lain itu adalah Westerafdeling van Borneo yang berkedudukan di Pontianak. Keresidenan Kalimantan Selatan dan Timur membawahi 5 afdeling antara lain: Banjarmasin; Hulu Sungai; Kapuas Barito; Samarinda dan Bulungan-Berau. [ii]
Residen Kalimantan di Banjarmasin memiliki beberapa bawahan langsung disebut Asisten Residen. Asisten residen itu ditempatkan disebuah onderafdeling. Dibawah asisten residen terdapat seorang controleur ditiap onderafdeling. Di Balikpapan terdapat seorang controleur yang bertugas mengawasi hubungan pemerintah dengan penguasa lokal.[iii] Di Balikpapan, controleur berkedudukan di controleurswaning yang letaknya di Zee-laan tidak jauh dari Rumah Sakit BPM atau rumah sakit Pertamina.[iv]
Tidak banyak yang tersimpan dari Ballikpapan masa lalu. Hanya tersisa perumahan pertamina dengan bentuk bangunan yang tampak ketinggalan zaman bagi benyak orang, namun sebenarnya memperhatikan konsep kenyaman bagi pemiliknya. Bangunan rumah-rumah dalam komplek Pertamina itu memiliki gaya Indis—perepaduan gaya Eropa yang agak beradaptasi dengan iklim tropis nusantara. Banyak dari bangunan-bangunan indis disekitar Klandasan itu hancur karena serbuan tentara Australia diakhir PD II. Kebanyak gedung-gedung tua di Balikpapan mulai dibangun setelah tahun 1945—saat kondisi sudah aman. Jadi aroma kolonial pada gedung-gedung di kota Balikpapan tidak kental—walaupun gedung-gedung itu dibangun dengan gaya yang sama. Bangunan-bangunan itu beberapa masih berdiri menjadi tolok ukur kemajuan Balikpapan setelah Indonesia merdeka.
Balikpapan sudah menjadi kota kecil yang maju dengan faslitas hidup untuk orang-orang Eropa yang menjadi tuan di nusantara. Produksi minyak Balikpapan diawal abad XX tentu saja membuat fasilitas kota ini semakin bertambah—mulai dari perumahanan yang nyaman, Sicieteit untuk berkumpul dan berdansa, lapangan sepak bola modern, pelabuhan laut, dan penyaringan air untuk kota kecil Balikpapan yang sering kesulitan air. Hampir semua fasilitas itu, kecuali penyaringan air Somber, memiliki jarak yang berdekatan antara satu sama lain di daerah Alun-alun kota, Lapangan Merdeka Sekarang.
Balikpapan, menurut Peta terbitan BPM 1939, sudah memiliki fasilitas penting perminyakan yang memang harus dilindungi oleh pemerintah kolonial. Kota Balikpapan, sebagai kota penting penting kolonial dijaga oleh serdadu KNIL yang ditempatkan di sebuah tangsi yang masih dalam daerah kota Balikpapan yang kala itu masih kecil. Tangsi KNIL itu berada di sekitar bekas Bioskop Antasari dan Asrama Poslisi belakang Polres Balikpapan. [v]
Balikpapan yang berada jauh dari jangkauan divisi-divisi KNIL yang dibagi 2 dipulau Jawa dan sekitarnya, bila dilihat sumber daya alam yang ada serta perkembangan Balikpapan yang secara ekonomis baik, cukup membuat pemerintah kolonial cukup khawatir bila daerah ini mendapat serangan dari lawan. Tidak heran bila pemerintah kolonial menempatkan banyak pasukan KNIL beserta persenjataannya disini, lebih banyak dibanding daerah lain di luar pulau Jawa.
Balikpapan yang dihuni juga oleh orang-orang Eropa juga memiliki tempat berkumpul orang-orang Eropa, societeit. Tempat dimana orang-rang kulit putih bisa berdansa. Tidak ada orang-orang pribumi di dalamnya, kecuali sebagai pelayan. Banyak rumah-rumah bergaya indies dibangun, karena pengaruh Belanda di Balikpapan. Orang-orang Eropa di Hindia Belanda adalah orang-orang yang berusaha mempertahankan jatidiri ke-Eropa-an mereka.
Dalam hal pendidikan dan gaya hidup sehari-hari, orang-orang Eropa di Indonesia selalu ingin seperti berada di Eropa. Itulah mengapa beberapa fasilitas seperti Societeit didirikan—dilokasi yang sekarang bernama Banua Patra, masih tanah milik Pertamina Balikpapan.
Dahulunya, tahun 1939, Balikpapan memiliki perkampungan Cina. Saat ini tidak ada lagi sisa dari perkampungan Cina itu. Tidak diketahui kapan perkampungan Cina itu menghilang. Bekas kampung Cina itu sekarang menjadi lahan Markas KODAM VI/Tanjung Pura di jalan Jenderal Sudirman.[vi]
Kemungkinan orang-orang Cina pada itu tidak seluruhnya berprofesi sebagai pedagang—sebagian orang-orang Cina itu mungkin bekerja sebagai kuli di BPM. Khususnya orang-orang Cina yang baru datang di Balikpapan dan belum memiliki modal untuk berdagang. Orang-orang Cina di Balikpapan tidak lagi memiliki perkampungan sendiri seperti orang-orang Bugis di kampung Baru. Orang-orang Cina di Balikpapan sekarang menyebar di daerah-daerah perniagaan yang ramai karena bisa dipastikan orang-orang Cina di Balikpapan bergerak di bidang perdagangan. Mereka biasa membuka usaha dipinggir jalan kota Balikpapan yang ramai.
Diseberang perkampungan Cina, terdapat pasar daerah.[vii] Pasar ini mungkin tidak seramai pasar Klandasan sekarang. Jumlah penduduk Balikpapan pastinya belum seramai sekarang. Orang Cina memang tidak pernah jauh dari dunia dagang. Keberadaan pasar daerah yang dibangun pemerintah kolonial itu bisa jadi ikut maramaikan dan melokalisasi orang-orang Cina di Balikpapan. Lokasi pasar yang lain selain di Klandasan ini adalah di Kampung Baru.
Fasilitas olahraga dan pendidikan kota Balikpapan kala itu tetaplah sama seperti saat ini—di sekitar Lapangan Merdeka. Lapangan Merdeka dulunya disebut Votbalveld (lapangan sepak bola). Jalan-jalan disekitar Votbalveld tidak banyak berubah pada dekade 1990an. Meski nama berubah, tetap saja artinya sama. Seperti sportlaan yang berubah menjadi Jalan Sport/Olahraga dan Jalan sekolah dulunya adalah Schoolweg. Dari namanya, Schoolweg, seperti memberi petunjuk bahwa pernah ada sekolah yang eksis pada tahun 1939 disekitar sekolah itu. Saat ini, di daerah itu terdapat SD dan SMP KPS, juga SMP Patra Darma II milik Pertamina disana. Dulunya lapangan-lapangan di sisi kanan dan kiri Lapangan Merdeka belum ada. Kedua sisi lapangan itu dulunya terdapat bangunan.
Untuk orang-orang yang butuh perawatan medis, Balikpapan pada tahun 1939, telah memiliki dua rumah sakit: BPM Hospitaal (Rumah sakit Pertamina sekarang); Juliana Hospitaal—yang letaknya tidak jauh dari BPM Hospitaal. Rumah sakit terakhir sudah tidak ada lagi sekarang—mungkin hilang setalah pemboman sekutu ketika PD II hampir berakhir dan kepergian orang-orang Belanda dari Balikpapan.[viii] Rumah sakit BPM pastinya diperuntukan bagi karyawan BPM di Balikpapan. Sebagai perusahaan besar yang dilapangan penuh resiko, seperti kecelekaan kerja di kilang, kehadiran rumah sakit BPM jelas sangat penting dan sangat dibutuhkan oleh pegawai lapangan BPM dan bagi perusahaan sendiri. Sedang rumah sakit Juliana tidak diketahui secara pasti statusnya, bisa jadi rumah sakit umum. Letak rumah sakit itu seperti terhalang oleh rumah sakit BPM.
Orang-orang Eropa umumnya hidup secara eksklusif dan menolak pembauran dengan pribumi oleh karenanya, pergaulan dengan orang-orang pribumi jelas dibatasi. Kebijakan perusahaan BPM yang menyangkut fasilitas karyawan khususnya yang Eropa tentunya berusaha untuk menjadi sebagian Balikpapan sebagai perkampungan Eropa, bila tidak mampu murni Eropa maka yang Indis pun tidak masalah, asal jangan sama dengan pribumi. Keberadaan masyarakat Eropa yang tidak sepenuhnya mampu mengadopsi budaya eEropa secara murni—sungguh beruntung mereka bisa berkompromi dengan memgkombinasi budaya Eropa dengan sedikit beradabtasi dengan budaya lokal pribumi dalam konsep yang disebut Indis. Balikpapan, dengan komunitas Eropa dan sisa-sisa bangunan yang semi Eropa dan Indonesia, adalah salah satu ruang yang pernah menjadi kehidupan kebudayaan Indis pada masa kolonialisasi Hindia Belanda.
Sebelumnya, pada abad XIX, orang-orang Eropa di Indonesia sebisa mungkin menjaga kemurnian ke-Eropa-annya. Mereka lakukan itu dalam dunia pendidikan anak-anak mereka. Anak-anak di sekolah dasar ELS adalah untuk dijadikan seorang Eropa (Belanda). Dari sini jurang pemisah antara Belanda dan Hindia dibangun dengan tajam. Pendidikan dan status sosial telah dijadikan tembok antara Orang Eropa-Belanda dengan pribumi, antara penguasa dengan rakyat yang dikuasai. Hal ini tentu terpikir dalam benak orang-orang Belanda di Balikpapan. Mereka harus menjaga kemurnian ras dan menjaga prestise mereka dalam masyarakat kolonial dan pendidikan—apalagi pendidikan dasar—sangat penting untuk hal itu. Tidak heran bila pendidikan dasar lebih diperuntukan untuk orang-orang Eropa, seperti di ELS yang Eropasentris.
Pendidikan di Balikpapan pada masa kolonial mungkin jauh lebih terbelakang di Bandingkan Sulawesi Selatan. hanya ada sekolah tingkat dasar—mungkin menengah milik pemerintah—saja di kota ini. Sekolah tingkat atas hanya terdapat di pulau Jawa seperi AMS atau HBS dan sangat tidak memungkinkan untuk diadakan diluar pulau Jawa dalam jumlah besar karena sekolah itu lebih diperuntukan bagi orang-orang Eropa—diluar Jawa, jumlah orang-oranjg Eropa begitu sedikit. Di daerah-daerah luar pulau Jawa jumlah pegawai lebih sedikit—ditambah sedikit pegawai swasta dan para misionaris yang jumlah jauh lebih sedikit dibanding pegawai swasta.
Di Kalimanatan Timur, sejak 1916, berdiri Europe Leger School, termasuk juga di Balikpapan memiliki populasi orang-orang Eropa. Sekolah khususn anak-anak Eropa ini begitu penting bagi orang-orang Eropa. Hal ini tentu saja menimbulkan masalah karena politik diskriminatif Belanda yang hanya peduli pada orang-orang Eropa saja. Awalnya orang-orang pribumi berpikiran maju itu mendirikan HIS partikelir di Samarinda tahun 1923 yang dipimpin oleh Masdar. Setelah diadalkan Rapat terbuka tahun 1926 oleh tokoh-tokoh pergerakan Kalitim maka lahir tuntutan kepada pemerintah olonial untuk segera mendirikan HIS pemerintah yang diperuntukan anak-anak Indonesia. tuntutan itu dipenuhi oleh pemerintah pada tahun 1928, dimana di Balikpapan berdiri HIS milik pemerintah kolonial. pendidikan di kalimantan timur hanya sebatas pendidikan dasar modern saja. Untuk pendidikan Menengah, seorang anak harus bersekolah di MULO Banjarmasin. Selain sekolah macam HIS atau ELS yang hanya bisa dimasuki oleh anak-anak orang terpandang—terdapat juga sekolah-sekolah rendahan lain, seperti Volkschool (sekolah rakyat tingkat dasar) atau Vervolschool(sekolah lanjutannya yang kadang disebut sekolah penghubung). Sekolah rendahan tadi biasanya terdapat di tiap kecamatan. [ix]
Letak dua sekolah yang tergolong elit tadi pada masa kolonial tidak ada lagi bekasnya. Pastinya, sekolah macam HIS dan ELS biasanya berada di pusat kota. Di dekat Lpangan Merdeka, dulunya ada jalan bernama Schoolweg (jalan sekolah)—ini bisa menjadi petunjuk dimana dulu pernah ada sekolah didaerah itu dan bukan tidak mungkin sekolah disitu adalah sekolah elit karena Lapangan Merdeka sejak dulu adalah daerah strategis namun relatif tenang dan nyaman untuk siswa belajar. Sekolah elit itu memeberi pelajaran kepada siswa jauh lebih baik daripada di Volkschool dan lanjutanya, Vervolgschool. Populasi penduduk dengan penghasilan tinggi yang masih jarang untuk kota sekecil Balikpapan, maka sangat tidak memenuhi syarat untuk mendirikan sekolah menengah karena kekuarangan murid. Jadi pada awal abad XX, sekolah menengah modern hanya disediakan MULO oleh pemerintah kolonial di Banjarmasin.
Kebiasaan orang-orang Belanda di Indonesia pada zaman Hindia Belanda adalah menyekolahkan anaknya di sekolah-sekolah menengah yang ada di Jawa seperti Semarang, bandung, Surabaya, atau Jakarta dan setelah lulus, anak-anak itu akan dibayai kuliahnya di Negeri Belanda. Sekolah menengah terbaik kala itu hanya terkjonsentrasi di pulau Jawa saja—seperti masih terjadi sampai sekarang.
Sebagian dari Komplek Pertamina adalah daerah pertama di Balikpapan yang mendapat pengaruh barat. Didaerah ini, dulunya adalah pemukiman pegawai BPM bangsa Eropa. Hingga saat ini daerah daerah itu masih merupakan daerah yang cukup sejak dibanding sudut-sudut lain di kota Balikpapan.
Sekitar tahun 1939, beberapa daerah ramai yang sudah berbentuk perkampungan selain komplek Pertamina yang sekarang adalah daerah Klandasan—yang sekarang ini menjadi daerah perkantoran dan perniagaan di kota Balikpapan. Ukuran lebar jalan raya disekitar klandasan sekitar 3 meter. Pola jalan ini memanjang seperti jalan Jenderal Sudirman, Jalan Yos Sudarso (Jalan Minyak), dan jalan Ahmad Yani yang sekarang. Sekitar tahun 1939, Jalan Ahmad Yani, daerah Gunung Sari masih sepi. Perkampungan Karang Bugis sudah ada saat itu. Pemukiman penduduk lokal non Belanda dan non pegawai BPM biasanya berada disekitar tanah-tanah BPM—yang sekarang dikuasai Pertamina.[x]
Somber, setidaknya sejak 1939, sudah menjadi salah satu pemasok air bagi kota Balikpapan. Hingga saat ini, melalui ‘pipa tiga’—satu jalur air dengan 3 pipa terbujur dari sober sampai komplek perumahan Pertamina Balikpapan. Panjangnya sekitar 15 km dengan mengitari perbukitan di daerah Somber, Telindung, juga Kampung Baru.
Lapangan Merdeka sejak dulu sudah menjadi alun-alun kota Balikpapan. Garnisun KNIL Balikpapn sering melakukan upacara militer di lapangan ini. Sejak 1939, lapangan Merdeka sudah ada.[xi] Lapangan ini menjadi saksi penting dalam sejarah kota Balikpapan. Sebuah tugu memperingati pendaratan Tentara Australia untuk mengalahkan Tentara Jepang masih berdiri hingga saat ini.[xii] Beberapa tahun belakangan, lapangan merdeka semakin ramai pada sabtu malam. Keramaian ini memanjang sampai Melawai. Lapangan Merdeka juga dijadikan pusat keramaian pada pagi tertentu. Setiap sore atau pagi pada hari libur, lapangan merdeka selau dijadikan tempat berolehraga, mulai dari sekedar jojing sampai sepak bola.
Disepanjang Jalan Ahmad yani yang sekarang begitu ramai, dulunya masih belum banyak terdapat bangunan penting. Arus perniagaan Balikpapan, ditahun 1939, masih terpusat di daerah Klandasan. Keramaian di daerah Pasar kampung Baru masih kalah, begitu halnya jalan Ahmad Yani yang dulunya disebit Erakan-Straat. Jalan ini dibangun oleh para pekerja yang tidak mampu membayar pajak kepada pemerintah.[xiii] Erakan Straat tidak selebar jalan besar di Klandasan. Di daerah itu dulunya hanya berupa perkampungan dengan lebar jalan tidak sebesar sekarang. Jalan itu rintisan dimana di kanan kiri jalan masih sepi karena baru ada sedikit kampung saja, kampung Gunung Sari.Gemerlap kota Balikpapan akan tampak meriah bila dipandang dari laut atau dari seberang kota Balikpapan, Penajam. Lampu-lampu kota, lampu-lampu dikilang pertamina juga lampu-lampu dari rumah penduduk diperbukitan akan membuat Balikpapn terlihat seperti hamparan bintang yang bersinar.
[i]Kalimanatan Timur: Profil Provinsi Republik Indonesia. Yayasan bakti Nusantara. h. 23.
[ii] Keresidenan Kalimanatan Barat itu membawahi 4 afdeling: Pontianak; Singkawang; Sintang; Ketapang. (Tjilik Riwut, Kalimanatan Membangun, Palangkaraya, 1979. h. 33.
[iii]Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Kalimantan Timur, terbitan Proyek Penelitian Kebudayaan Daerah Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, 1978. h.
[iv]Lihat Peta Balikpapan terbitan dinas topografi BPM skala 1:5.000 tahun 1939 (koleksi Perpustakaan Kolese Ignatius Yogyakarta. Nomor panggil: KI br/col 6 n 2 (104-141). Walau peta ini hanya memfokuskan pada daerah instalasi BPM saja, beberapa. Daerah seperti daerah Klandasan 1939 telah dideteksi oleh peta ini.
[v]Lihat Peta Balikpapan terbitan dinas topografi BPM skala 1:5.000 tahun 1939 (koleksi Perpustakaan Kolese Ignatius Yogyakarta. Nomor panggil: KI br/col 6 n 2 (104-141)..
[vi]Lihat Peta Balikpapan terbitan dinas topografi BPM skala 1:5.000 tahun 1939 (koleksi Perpustakaan Kolese Ignatius Yogyakarta. Nomor panggil: KI br/col 6 n 2 (104-141).
[vii] Lihat Peta Balikpapan terbitan dinas topografi BPM skala 1:5.000 tahun 1939 (koleksi Perpustakaan Kolese Ignatius Yogyakarta. Nomor panggil: KI br/col 6 n 2 (104-141).
[viii] Lihat Peta Balikpapan terbitan dinas topografi BPM skala 1:5.000 tahun 1939 (koleksi Perpustakaan Kolese Ignatius Yogyakarta. Nomor panggil: KI br/col 6 n 2 (104-141).
[ix]Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Kalimantan Timur, h. 21-24.
[x]Lihat Peta Balikpapan terbitan dinas topografi BPM skala 1:5.000 tahun 1939 (koleksi Perpustakaan Kolese Ignatius Yogyakarta. Nomor panggil: KI br/col 6 n 2 (104-141)
[xi] Lihat foto pada buku tentang sejarah KNIL tulisan penulis Belanda Gedenkschrift Koninklijk Nederlandsche Indische Leger, terbitan Dorddrecht: Stichting Hardenskring Oud-KNIL Artilleristen Stabelan, 1990. h.
[xii]Tugu Australia, begitu orang Balikpapan menamai tugu ini, pernah ditutup oleh para mahasiswa yang terpengaruh sentimen anti Autsralia—ketika hubungan RI-Australia memburuk diakhir dekade 1990an. Mahasiswa itu seperti tidak mengerti sejarah dan hanya didorong oleh nasionalisme buta dengan menutup tugu peringatan bagi orang-orang Australia yang mebebaskan Balikpapan dari belenggu Jepang.
[xiii] Dari namanya, Erakan berarti kerja yang dilakukan sebagai pengganti pajak bagi yang tidak mampu membayar. (Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Kalimantan Timur, h. 30.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar