Balikpapan Dibawah Matahari Terbit.
Jepang mendarat di Balikpapan pada 23 Januari 1942, dibawah pimpinan Shizuo Sakaguchi. Pasukan sekutu, termasuk pasukan KNIL Belanda berhasil dikalahkan.
Tentara Jepang dan Armada lautnya berhasil menguasai kota Balikpapan pada 24 Januari 1942. Hari itu Jepang sudah mulai mengkonsolidasikan kekuasaannya atas kota Balikpapan. Pendudukan bagi kota Balikpapan berarti pintu merebut Jawa semakin lebar.
Hari baru bagi kota Balikpapan, dibawah Tentara kekaisaran Teino Heika dimulai. Hindia Belanda bukan lagi sebagai sesuatu yang harus dihormati. Seikerei tiap pagi sebelum Taiso mulai dilakukan anak-anak sekolah di Balikpapan. Rakyat pribumi Balikpapan bukan lagi warga negara kelas 3 setelah orang Eropa dan Timur jauh. Tidak ada sistem kelas dalam kewarganegaraan, kecuali masyarakat yang akan dijadikan pendukung fasis Jepang dalam perang Pasifik untuk membangun Asia Timur Raya—Asia untuk Asia dibawah Jepang.
Setelah menguasai Balikpapan, orang-orang Eropa tentu ditahan—kecuali Jerman yang lolos dari tangkapan Belanda. Jerman adalah sekutu fasis Jepang selama PD II. Paling berat adalah nasib para tentara Hindia Belanda. Tentara Hindia Pribumi, banyak yang dibebaskan setelah ditahan selama beberapa bulan, namun bagi yang Eropa akan dimasukan ke Kamp interniran.[i] Satu dari sekian banyak perwira KNIL adalah Hamid Algadrie yang kemudian menjadi Sultan Pontianak dengan gelar Sultan Hamid II. Ketika ditawan di Balikpapan, Sultan Hamid masih berpangkat Letnan Satu KNIL. Sultan Hamid diawal kemerdekaan pernah menjadi Menteri Negara RIS yang terlibat dalam kudeta Westerling di Bandung dan Jakarta—setelah kudeta itu gagal, Sultan Hamid di adili dan dipenjara selama 10 tahun.
Seluruh serdadu KNIL yang tertangkap oleh Tentara Jepang dibariskan—dimana senjata mereka masih disandang, banyn dengan arah moncong senapan kebawah dan sebuah kain putih tanda menyerah. Barisan itu melewati jalan besar menuju kantor markas Jepang yang disebut kantor seribu. Menjelang siang, barisan KNIL itu dibawa ke pantai. Di tepi pantai dekat pusat kota Balikpapan itu lalu terjadi peristiwa pembantaian orang-orang KNIL di pesisir pantai—diskitar Melawai. Para serdadu KNIL itu disuruh berjalan kearah laut hingga posisi air setinggi dada dan serdadu jepang menembaki mereka dengan senapan mesin Tentu saja aksi Jepang ini dijadikan tontonan, dimana banyak orang-orang pribumi yang melihat.[ii]
Dalam hal ini, Jepang akan berlaku kejam. Wilayah Balikpapan termasuk dibawah kekuasaan Angkatan laut Jepang yang dikenal kejam. Jepang pernah melakukan pembersihan terhadap kalangan intelektual pribumi di Kalimanatan dan Sulawesi. Akhirnya beberapa orang dokter, pegawai dan lainnya banyak yang lari mencari selamat di Pulau Jawa.
Kehadiran Balatentara Jepang di kota Balikpapan didahului oleh orang-orang sipil Jepang yang mengadu peruntungan di kota Balikpapn. Mereka adalah mata-mata Jepang yang akan memberikan data-data intelejen kepada tentara yang akan menyerbu Balikpapan. Mereka biasa menyamar menjadi pedagang-pedagang yang menjual berbagai barang kebutuhan sehari-hari. Hal semacam ini tidak hanya dilakukan Jepang di balikpapan saja, emlainkan juga dibeberapa tempat lain di Kamlimanatan Timur seperti di Sanga-sanga atau Tarakan.
Selama Pendudukan Jepang, Balikpapan yang strategis dijadikan pusat kedudukan pemerintahan militer Jepang di Kalimantan Timur.[iii] Tentu saja Jepang mengambiol minyak-minyak dari Balikpapan untuk keperluan perang. Sebelumnya, Jepang harus memperbaiki instalsi minyak yang sudah dibumihanguskan oleh Belanda. Perbaikan itu memakan waktu tiga bulan.[iv]
Rencana Sekutu Merebut Kembali Balikpapan
Kota Tarakan akhirnya jatuh ke tangan sekutu pada 1 Mei 1945. Banyak kapal-kapal sekutu dari berbagai jenis mulai dari kapal patroli, kapal perusak, kapal angkut sampai kapal induk milik Armada ke-7 berkeliaran di sekitar utara Selat Makassar. Kapal-kapal itu bersiap dari Tarakan untuk merebut Balikpapan—karena instalasi dan cadangan minyak penting di kota itu. Pasukan sekutu rupanya belum mengerti seci geografis dan topografis Balikpapan yang akan direbut itu. Sebelum pasukan besar mendaarat, sebuah satuan intelejen bernama SAD Force dikirim menyusup ke Balikpapan untuk mengumpulkan informasi intelejen.[v]
Pesawat mata-mata sekutu tidak berhasil menemukan pos pertahanan Jepang karena Prajurit Jepang lebih banyak bertahan di gua-gua atau bunker-bunker tersembunyi seperti yang terdapat di beberapa penjuru kota Balikpapan. Beberapa orang Australia yang pernah tinggal di Balikpapan sebelum perang tidak bisa memberikan informasi tentang pertahanan Jepang beserta topografis Balikpapan secara pasti. Misi intelejen sangat penting untuk memecahkan masalah informasi pertahanan Jepang ini. SAD Force adalah regu intelejen yang berpangkalan di Morotai. Regu ini berjumlah 14 orang tentara sekutu yang dipimpin oleh William C. Dwyer, salah satunya adalah orang Melayu. dengan kapal selam regu ini berangkat dari Morotai dan mendarat ditepi pantai Sigaku, Samboja. Mereka mendapat bantuan dari penduduk setempat. Tidak semua penduduk bersimpati pada mereka karena ada salah satu penduduk yang melapor pada Kempeitai Jepang di Balikpapan mengenai keberadaan penyusup itu di Samboja. Atas laporan itu Jepang segera bertindak dengan mengirim sekompi pasukan untuk memburu para penyusup itu.[vi]
Ketika pasukan Jepang berusaha menangkap mereka, penyusup SAD Force itu berlari kearah hutan Sigaku yang lebat. Dua anggota SAD Force tertangkap Jepang ketika merusak sarana komunikasi milik Jepang di Sungai Tiram. Dengan menambah jumlah pasukan, para penyusup itu terus diburu tentara Jepang. Akhirnya, hutan itu dipagar betis oleh pasukan Jepang agar para penyusup tidak bisa lolos lagi. Akhirnya terjadi pertempuran sengit antar pasukan itu. Pasukan khusus SAD Force tidak mau menyerah dan terus mealwan pasukan Jepang yang jumlahnya lebih dari satu kompi itu. Penyusup SAD Force terus membobol kepungan pasukan Jepang yang sudah rapat itu. Penyusup itu berhasil membedah kepungan pasukan Jepang yang dianggap lemah dengan tembakan bertubi-tubi sehingga prajurit yang mengepung itu tewas. Kecuali seorang petugas radio yang ditangkap, penyusup SAD Force berhasil meloloskan diri dari kepungan Jepang itu. Misi ini seolah tanpa hasil karena belum cukup memperoleh data. Mereka kembali ke pangkalan mereka di kepulauan Morotai dengan dijemput oleh pesawat Catalina—bersama penyusup SAD Force terdapat empat orang penduduk setempat yang kemudian dimintai keterangan mengenai posisi Jepang di Balikpapan. Tetap saja belum ada informasi intelejen yang layak yang digunakan untuk merencanakan penyerbuan ke Balikpapan. Setelah penyusupan itu gagal, Penjawat (camat) Samboja A.R. Ariomidjoyo, Mantri Polisi H. Anwar, dan Kepala kampung H. Arief ditangkap dari rumahnya. Atas tuduhan membantu penyusup SAD Force ketiga orang itu dieksekusi tanpa diadili terlebih dahulu.[vii]
Pasukan Sekutu terus mencari data intelejen dengan berbagai cara termasuk dengan pemotretan udara oleh pesawat B-29 dari Mariana dan pesawat P-38 dari Morotai. Rombongan pesawat itu juga melakukan serangan pendahuluan pada bulain Mei 1945 dengan pemboman udara di balikpapan dan Sanga-sanga. Perlahan-lahan peta pertahanan Jepang, hasil pemotretan udara, bisa dijadikan pedoman untuk menghancurkan kedudukan pasukan Jepang di Balikpapan. Tentu saja gambaran pasukan sekutu atas instalasi Jepang yang akan diserang semakin hari semakin jelas. Pos pertahanan Jepang lebih mirip seperti WC umum yang tersebar melingkar di Gunung Dubbs—sebuah perbukitan kearah laut diatas kota Balikpapan. Rupanya, pasukan Jepang yang disiagakan di Balikpapan semakin ditambah dengan adanya prajurit dari Banjarmasin dan pelarian dari Tarakan yang kalah bertempur melawan sekutu. Mereka semua datang dengan jalur darat. Pasukan Jepang dari Kaigun Konkyochitai—bagian dari pasukan khusus Armada ke-22 mulai membangun garis pertahanan di perbukitan yang tersebar di kota Balikpapan.[viii]
Keadaan pertahanan Jepang di Balikpapan ternyata membuat sekutu berpikir ulang untuk bertempur merebut Balikpapan. Diperkirakan korban yang akan tewas dalam serangan itu mencapai empat kalilipat dari jumlah korban saat menyerang kota Tarakan. Muncul banyolan dikalangan perwira sekutu, lebih baik kota Balikpapan “ditenggelamkan dari muka bumi”. Seperti halnya Jerman, Jepang sering membuat tipuan yang mengecoh pilot pesawat pengintai maupun pemburu dengan membuat sebuah pangkalan yang terlihat besar dan kuat padahal palsu. Tentu saja ini melahirkan sebuah kecemasan yang berlebihan.[ix]
Bagi seradu Jepang, Balikpapan adalah benteng alami paling ideal. Tidak perlu membangun jaring anti kapal selam maupun jaring anti kapal seperti yang dilakukan Jepang di Tarakan. Perairan Teluk Balikpapan tergolong dangkal. Sangat tidak mungkin bagi sebuah kapal selam untuk menyerang langsung pangkalan ditepi pantai Balikpapan. Alur teluk Balikpapan yang sempit sangat erfektif bagi pemasangan ranjau laut di mulut Teluk Balikpapan dimana kapal-kapal sekutu akan masuk dari situ.[x]
Terlepas kecemasan pasukan sekutu betapa kuatnya Balikpapan, rupanya Angkatan laut Jepang tidak beraksi di sekitar teluk Balikpapan. Kapal-kapal perusak ringan dan torpedo hanya ada beberapa unit dan tidak sepenuhnya layak untuk bertempur di Pelabuhan Semayang. Kali ini Jepang hanya berkonsentrasi bertempur di darat. Beberapa kapal Kaigun Jepang yang layak tempur banyak disebar dan bersembunyi di teluk-teluk dangkal atau di muara sungai Mahakam. Maksudnya untuk menghindari torpedo sekutu. Kekuatan laut Jepang mulai melemah di daerah yang didibawah wewenang Angkatan laut Jepang itu. Kekuatan udara Jepang di lapangan Sepinggan juga semakin lemah, hanya ada beberapa jenis pesawat yang sudah ketinggalan zaman—sementara pesawat sekutu semakin diperbarui dan sudah dirancang untuk menghadapi pesawat Jepang yang kelemahannya sudah dikaetahui sekutu. Selain pesawat kuno, yang lain hanya pesawat rongsokan tidak layak terbang. Pesawat-pesawat Jepang itu sudah habis untuk mempertahankan pulau Luzon. Pasukan darat Jepang juga kalah jumlah dari pasukan sekutu. Jepang hanya memiliki 10.000 pasukan khusus Armada ke-22 Konkyochitai dibawah komando Laksamana Muda Kamada. Sejak serbuan Jepang ke Filipina, pasukan Jepang di Indonesia—termasuk di balikpapan—telah kehilangan kontak dengan Markas Besar militer Jepang di Tokyo sehingga pasukan Jepang di Indonesia bertindak mandiri. Sementara itu, jumlah pasukan sekutu sendiri sudah mencapai 21.000 personil. Itupun baru yang berasal dari Divisi ke-7 Tentara Australia.[xi]
Pengalaman menyerbu Tarakan yang dirasa pahit, pasukan sekutu berusaha untuk menekan jumlah korban seperti yang terjadi di Tarakan—karena gempuran Laut dan udara sekutu tidak berhasil menghancurkan artileri Jepang maka banyak tentara Australia yang menjadi korban ketika mendarat di Tarakan. Taktik sekutu adalah dengan melakukan pemboman terlebih dahulu terhadap Balikpapan selama 20 hari—sebuah pemboman terlama oleh sekutu selama perang Pasifik. Menurut rencana panglima tertinggi komando sekutu di Pasifik, Jenderal Douglas MacArthur dan Panglima Tentara Asutralia, Jenderal Thomas Albert Blamey beseryta staf bawahan mereka akan meyaksikan jalannya pernyerbuan. Para perwira tertinggi itu ingin melihat taktik baru tentara Jepang ketika wilayah penting mereka diserbu.[xii]
[i] Di Tarakan, pada bulan April 1942, bekas serdadu KNIL disana sudah dibebaskan. Mereka hanya dianggap sebagai korban kolonilaisme Belanda di Indonesia.( Iwan Santoso, Tarakan “Pearl Harbour” Indonesia (1942-1945), Jakarta, Primamedia Pustaka, 2004. h. 28.)
[ii]Agus Suprapto, h. 75-76.
[iii] Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Kalimantan Timur, terbitan Proyek Penelitian Kebudayaan Daerah Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, 1978. h. 76.
[iv] Agus Suprapto, h. 199.
[v]Agus Suprapto, h.197-199.
[vi]Agus Suprapto, h. 200-202.
[vii]Agus Suprapto, h. 204.
[viii]Agus Suprapto, h. 205.
[ix]Agus Suprapto, h. 206.
[x]Agus Suprapto, h. 206
[xi]Agus Suprapto, h. 207.
[xii]Agus Suprapto, h. 208-210.
Jepang mendarat di Balikpapan pada 23 Januari 1942, dibawah pimpinan Shizuo Sakaguchi. Pasukan sekutu, termasuk pasukan KNIL Belanda berhasil dikalahkan.
Tentara Jepang dan Armada lautnya berhasil menguasai kota Balikpapan pada 24 Januari 1942. Hari itu Jepang sudah mulai mengkonsolidasikan kekuasaannya atas kota Balikpapan. Pendudukan bagi kota Balikpapan berarti pintu merebut Jawa semakin lebar.
Hari baru bagi kota Balikpapan, dibawah Tentara kekaisaran Teino Heika dimulai. Hindia Belanda bukan lagi sebagai sesuatu yang harus dihormati. Seikerei tiap pagi sebelum Taiso mulai dilakukan anak-anak sekolah di Balikpapan. Rakyat pribumi Balikpapan bukan lagi warga negara kelas 3 setelah orang Eropa dan Timur jauh. Tidak ada sistem kelas dalam kewarganegaraan, kecuali masyarakat yang akan dijadikan pendukung fasis Jepang dalam perang Pasifik untuk membangun Asia Timur Raya—Asia untuk Asia dibawah Jepang.
Setelah menguasai Balikpapan, orang-orang Eropa tentu ditahan—kecuali Jerman yang lolos dari tangkapan Belanda. Jerman adalah sekutu fasis Jepang selama PD II. Paling berat adalah nasib para tentara Hindia Belanda. Tentara Hindia Pribumi, banyak yang dibebaskan setelah ditahan selama beberapa bulan, namun bagi yang Eropa akan dimasukan ke Kamp interniran.[i] Satu dari sekian banyak perwira KNIL adalah Hamid Algadrie yang kemudian menjadi Sultan Pontianak dengan gelar Sultan Hamid II. Ketika ditawan di Balikpapan, Sultan Hamid masih berpangkat Letnan Satu KNIL. Sultan Hamid diawal kemerdekaan pernah menjadi Menteri Negara RIS yang terlibat dalam kudeta Westerling di Bandung dan Jakarta—setelah kudeta itu gagal, Sultan Hamid di adili dan dipenjara selama 10 tahun.
Seluruh serdadu KNIL yang tertangkap oleh Tentara Jepang dibariskan—dimana senjata mereka masih disandang, banyn dengan arah moncong senapan kebawah dan sebuah kain putih tanda menyerah. Barisan itu melewati jalan besar menuju kantor markas Jepang yang disebut kantor seribu. Menjelang siang, barisan KNIL itu dibawa ke pantai. Di tepi pantai dekat pusat kota Balikpapan itu lalu terjadi peristiwa pembantaian orang-orang KNIL di pesisir pantai—diskitar Melawai. Para serdadu KNIL itu disuruh berjalan kearah laut hingga posisi air setinggi dada dan serdadu jepang menembaki mereka dengan senapan mesin Tentu saja aksi Jepang ini dijadikan tontonan, dimana banyak orang-orang pribumi yang melihat.[ii]
Dalam hal ini, Jepang akan berlaku kejam. Wilayah Balikpapan termasuk dibawah kekuasaan Angkatan laut Jepang yang dikenal kejam. Jepang pernah melakukan pembersihan terhadap kalangan intelektual pribumi di Kalimanatan dan Sulawesi. Akhirnya beberapa orang dokter, pegawai dan lainnya banyak yang lari mencari selamat di Pulau Jawa.
Kehadiran Balatentara Jepang di kota Balikpapan didahului oleh orang-orang sipil Jepang yang mengadu peruntungan di kota Balikpapn. Mereka adalah mata-mata Jepang yang akan memberikan data-data intelejen kepada tentara yang akan menyerbu Balikpapan. Mereka biasa menyamar menjadi pedagang-pedagang yang menjual berbagai barang kebutuhan sehari-hari. Hal semacam ini tidak hanya dilakukan Jepang di balikpapan saja, emlainkan juga dibeberapa tempat lain di Kamlimanatan Timur seperti di Sanga-sanga atau Tarakan.
Selama Pendudukan Jepang, Balikpapan yang strategis dijadikan pusat kedudukan pemerintahan militer Jepang di Kalimantan Timur.[iii] Tentu saja Jepang mengambiol minyak-minyak dari Balikpapan untuk keperluan perang. Sebelumnya, Jepang harus memperbaiki instalsi minyak yang sudah dibumihanguskan oleh Belanda. Perbaikan itu memakan waktu tiga bulan.[iv]
Rencana Sekutu Merebut Kembali Balikpapan
Kota Tarakan akhirnya jatuh ke tangan sekutu pada 1 Mei 1945. Banyak kapal-kapal sekutu dari berbagai jenis mulai dari kapal patroli, kapal perusak, kapal angkut sampai kapal induk milik Armada ke-7 berkeliaran di sekitar utara Selat Makassar. Kapal-kapal itu bersiap dari Tarakan untuk merebut Balikpapan—karena instalasi dan cadangan minyak penting di kota itu. Pasukan sekutu rupanya belum mengerti seci geografis dan topografis Balikpapan yang akan direbut itu. Sebelum pasukan besar mendaarat, sebuah satuan intelejen bernama SAD Force dikirim menyusup ke Balikpapan untuk mengumpulkan informasi intelejen.[v]
Pesawat mata-mata sekutu tidak berhasil menemukan pos pertahanan Jepang karena Prajurit Jepang lebih banyak bertahan di gua-gua atau bunker-bunker tersembunyi seperti yang terdapat di beberapa penjuru kota Balikpapan. Beberapa orang Australia yang pernah tinggal di Balikpapan sebelum perang tidak bisa memberikan informasi tentang pertahanan Jepang beserta topografis Balikpapan secara pasti. Misi intelejen sangat penting untuk memecahkan masalah informasi pertahanan Jepang ini. SAD Force adalah regu intelejen yang berpangkalan di Morotai. Regu ini berjumlah 14 orang tentara sekutu yang dipimpin oleh William C. Dwyer, salah satunya adalah orang Melayu. dengan kapal selam regu ini berangkat dari Morotai dan mendarat ditepi pantai Sigaku, Samboja. Mereka mendapat bantuan dari penduduk setempat. Tidak semua penduduk bersimpati pada mereka karena ada salah satu penduduk yang melapor pada Kempeitai Jepang di Balikpapan mengenai keberadaan penyusup itu di Samboja. Atas laporan itu Jepang segera bertindak dengan mengirim sekompi pasukan untuk memburu para penyusup itu.[vi]
Ketika pasukan Jepang berusaha menangkap mereka, penyusup SAD Force itu berlari kearah hutan Sigaku yang lebat. Dua anggota SAD Force tertangkap Jepang ketika merusak sarana komunikasi milik Jepang di Sungai Tiram. Dengan menambah jumlah pasukan, para penyusup itu terus diburu tentara Jepang. Akhirnya, hutan itu dipagar betis oleh pasukan Jepang agar para penyusup tidak bisa lolos lagi. Akhirnya terjadi pertempuran sengit antar pasukan itu. Pasukan khusus SAD Force tidak mau menyerah dan terus mealwan pasukan Jepang yang jumlahnya lebih dari satu kompi itu. Penyusup SAD Force terus membobol kepungan pasukan Jepang yang sudah rapat itu. Penyusup itu berhasil membedah kepungan pasukan Jepang yang dianggap lemah dengan tembakan bertubi-tubi sehingga prajurit yang mengepung itu tewas. Kecuali seorang petugas radio yang ditangkap, penyusup SAD Force berhasil meloloskan diri dari kepungan Jepang itu. Misi ini seolah tanpa hasil karena belum cukup memperoleh data. Mereka kembali ke pangkalan mereka di kepulauan Morotai dengan dijemput oleh pesawat Catalina—bersama penyusup SAD Force terdapat empat orang penduduk setempat yang kemudian dimintai keterangan mengenai posisi Jepang di Balikpapan. Tetap saja belum ada informasi intelejen yang layak yang digunakan untuk merencanakan penyerbuan ke Balikpapan. Setelah penyusupan itu gagal, Penjawat (camat) Samboja A.R. Ariomidjoyo, Mantri Polisi H. Anwar, dan Kepala kampung H. Arief ditangkap dari rumahnya. Atas tuduhan membantu penyusup SAD Force ketiga orang itu dieksekusi tanpa diadili terlebih dahulu.[vii]
Pasukan Sekutu terus mencari data intelejen dengan berbagai cara termasuk dengan pemotretan udara oleh pesawat B-29 dari Mariana dan pesawat P-38 dari Morotai. Rombongan pesawat itu juga melakukan serangan pendahuluan pada bulain Mei 1945 dengan pemboman udara di balikpapan dan Sanga-sanga. Perlahan-lahan peta pertahanan Jepang, hasil pemotretan udara, bisa dijadikan pedoman untuk menghancurkan kedudukan pasukan Jepang di Balikpapan. Tentu saja gambaran pasukan sekutu atas instalasi Jepang yang akan diserang semakin hari semakin jelas. Pos pertahanan Jepang lebih mirip seperti WC umum yang tersebar melingkar di Gunung Dubbs—sebuah perbukitan kearah laut diatas kota Balikpapan. Rupanya, pasukan Jepang yang disiagakan di Balikpapan semakin ditambah dengan adanya prajurit dari Banjarmasin dan pelarian dari Tarakan yang kalah bertempur melawan sekutu. Mereka semua datang dengan jalur darat. Pasukan Jepang dari Kaigun Konkyochitai—bagian dari pasukan khusus Armada ke-22 mulai membangun garis pertahanan di perbukitan yang tersebar di kota Balikpapan.[viii]
Keadaan pertahanan Jepang di Balikpapan ternyata membuat sekutu berpikir ulang untuk bertempur merebut Balikpapan. Diperkirakan korban yang akan tewas dalam serangan itu mencapai empat kalilipat dari jumlah korban saat menyerang kota Tarakan. Muncul banyolan dikalangan perwira sekutu, lebih baik kota Balikpapan “ditenggelamkan dari muka bumi”. Seperti halnya Jerman, Jepang sering membuat tipuan yang mengecoh pilot pesawat pengintai maupun pemburu dengan membuat sebuah pangkalan yang terlihat besar dan kuat padahal palsu. Tentu saja ini melahirkan sebuah kecemasan yang berlebihan.[ix]
Bagi seradu Jepang, Balikpapan adalah benteng alami paling ideal. Tidak perlu membangun jaring anti kapal selam maupun jaring anti kapal seperti yang dilakukan Jepang di Tarakan. Perairan Teluk Balikpapan tergolong dangkal. Sangat tidak mungkin bagi sebuah kapal selam untuk menyerang langsung pangkalan ditepi pantai Balikpapan. Alur teluk Balikpapan yang sempit sangat erfektif bagi pemasangan ranjau laut di mulut Teluk Balikpapan dimana kapal-kapal sekutu akan masuk dari situ.[x]
Terlepas kecemasan pasukan sekutu betapa kuatnya Balikpapan, rupanya Angkatan laut Jepang tidak beraksi di sekitar teluk Balikpapan. Kapal-kapal perusak ringan dan torpedo hanya ada beberapa unit dan tidak sepenuhnya layak untuk bertempur di Pelabuhan Semayang. Kali ini Jepang hanya berkonsentrasi bertempur di darat. Beberapa kapal Kaigun Jepang yang layak tempur banyak disebar dan bersembunyi di teluk-teluk dangkal atau di muara sungai Mahakam. Maksudnya untuk menghindari torpedo sekutu. Kekuatan laut Jepang mulai melemah di daerah yang didibawah wewenang Angkatan laut Jepang itu. Kekuatan udara Jepang di lapangan Sepinggan juga semakin lemah, hanya ada beberapa jenis pesawat yang sudah ketinggalan zaman—sementara pesawat sekutu semakin diperbarui dan sudah dirancang untuk menghadapi pesawat Jepang yang kelemahannya sudah dikaetahui sekutu. Selain pesawat kuno, yang lain hanya pesawat rongsokan tidak layak terbang. Pesawat-pesawat Jepang itu sudah habis untuk mempertahankan pulau Luzon. Pasukan darat Jepang juga kalah jumlah dari pasukan sekutu. Jepang hanya memiliki 10.000 pasukan khusus Armada ke-22 Konkyochitai dibawah komando Laksamana Muda Kamada. Sejak serbuan Jepang ke Filipina, pasukan Jepang di Indonesia—termasuk di balikpapan—telah kehilangan kontak dengan Markas Besar militer Jepang di Tokyo sehingga pasukan Jepang di Indonesia bertindak mandiri. Sementara itu, jumlah pasukan sekutu sendiri sudah mencapai 21.000 personil. Itupun baru yang berasal dari Divisi ke-7 Tentara Australia.[xi]
Pengalaman menyerbu Tarakan yang dirasa pahit, pasukan sekutu berusaha untuk menekan jumlah korban seperti yang terjadi di Tarakan—karena gempuran Laut dan udara sekutu tidak berhasil menghancurkan artileri Jepang maka banyak tentara Australia yang menjadi korban ketika mendarat di Tarakan. Taktik sekutu adalah dengan melakukan pemboman terlebih dahulu terhadap Balikpapan selama 20 hari—sebuah pemboman terlama oleh sekutu selama perang Pasifik. Menurut rencana panglima tertinggi komando sekutu di Pasifik, Jenderal Douglas MacArthur dan Panglima Tentara Asutralia, Jenderal Thomas Albert Blamey beseryta staf bawahan mereka akan meyaksikan jalannya pernyerbuan. Para perwira tertinggi itu ingin melihat taktik baru tentara Jepang ketika wilayah penting mereka diserbu.[xii]
[i] Di Tarakan, pada bulan April 1942, bekas serdadu KNIL disana sudah dibebaskan. Mereka hanya dianggap sebagai korban kolonilaisme Belanda di Indonesia.( Iwan Santoso, Tarakan “Pearl Harbour” Indonesia (1942-1945), Jakarta, Primamedia Pustaka, 2004. h. 28.)
[ii]Agus Suprapto, h. 75-76.
[iii] Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Kalimantan Timur, terbitan Proyek Penelitian Kebudayaan Daerah Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, 1978. h. 76.
[iv] Agus Suprapto, h. 199.
[v]Agus Suprapto, h.197-199.
[vi]Agus Suprapto, h. 200-202.
[vii]Agus Suprapto, h. 204.
[viii]Agus Suprapto, h. 205.
[ix]Agus Suprapto, h. 206.
[x]Agus Suprapto, h. 206
[xi]Agus Suprapto, h. 207.
[xii]Agus Suprapto, h. 208-210.
1 komentar:
Wah bener juga Hamid Algadrie emang antek Belanda, pantas kemarin melayu kalah pemilihan Gubernur Kalbar. Gubernur dari Dayak, wakil dari China
Posting Komentar