Kami tak pernah diberitahu kalau Che Guevara pernah kemari. Sekarang kami tahu jawabnya kenapa tak diberitahu.
CHE GUEVARA, pertama kali tahu nama itu saya masih SMP. Saya tak tahu pasti soal tokoh ini. Tak sekali pun saya temukan bacaannya di kota kami. Maklum Che bukan siapa-siapa di kota kami. Tak penting Che punya arti bagi mereka atau tidak. Yang pasti nama Che yang bisa bikin revolusi itu kemudian penting.
Bukan untuk kekacauan, sekedar bermimpi untuk kehidupan yang lebih saja paling tidak.
Kejatuhan Suharto—rezim yang menipu generasi muda seusiaku—menyadarkanku untuk tidak mempercayai siapapun. Che jadi teman di masa remajaku yang galau. Indonesia dan sejarahnya memang membuat saya merasa galau akan banyak hal.
Waktu SMA, saya pernah tempel gamabar musisi yang pakai kaus Che Guevara. Sialnya, kawan SMA yang kebanyakan sinis dengan mencopot gambar itu tanpa logika yang jelas. Maklum anak SMA biasanya sok benar dan susah terima perbedaan. Mungkin kawan sama yang bernama dian itu antek ore baru juga
Saya makin kenal Guevara waktu buka Ensiklopedi, tentu yang berbahasa Indonesia. Ternyata, si Che anak orang kaya; lulusan fakultas kedokteran dan memilih jadi aktivis. Waktu kuliah, uang hasil jaga parkir saya belikan buku Motorcycle Diary—yang bahasa Indonesia tentunya. Hebat di usia 23 tahun, Che keliling Amerika Latin. Di usia itu saya cuma bisa ke Nias saja.
Hal yang mengejutkan saya adalah, Che pernah ke Indonesia (1959). Saya jadi makin yakin orde baru betul-betul berengsek. Suharto yang mirip Batista pasti takut pada orang macam Che. Mereka merahasiakan persahabatan sejati Che dengan Indonesia. Che bukan Amerika yang terlalu banyak kepentingan dengan Indonesia. Seperti pernah pada bilang keGreat Master,[1] “tak ada yang gratis.”
Che sahabat Sukarno. Bahkan Che sendiri merasa belajar dari Sukarno. Rezim penipu melarang semua hal berbau komunisme. Syukurlah mereka tak cekal novel Cintaku di Kampus Biru. Dimana Anton Rorimpandey sang playboy dalam novel pengagum Che Guevara. Dan, dalam filmnya sosok Che tak saya temukan. Dasar rezim.
Che pernah ke Indonesia. Che juga pernah kunjungi Borobudur. Luar biasa. Kehebatan Borobudur bagi saya bukan karena megahnya candi itu, tapi karena Che pernah kesana. Salah satu ‘kebetulan’ yang saya sukai adalah, tanggal lahir Che, 14 Juni mirip dengan tanggal lahir adik saya.
Bagi saya, Che bukan milik kaum komunis revolusioner semata. Che milik orang-orang yang ingin perubahan dan bebas dari tekanan. Bukan ideologinya, tapi semangatnya yang harus kita ambil. Itulah yang harus diambil dari Che. Tentang keyakinan akan perjuangannya membebaskan Kuba dari tekanan Batista. Sayang, saya lahir jauh setelah Amerika membunuhnya memakai tangan serdadu Bolivia, jadi saya tak pernah ketemu Che. Salam untukmu Che di Sana. Damailah slalu, kami bersamamu.
[1] Guru yang luar biasa hebat. (Saya pinjam istilah ini dari Faizal “Otan” Raptautan, murid saya di Palembang dulu).