Jumat, November 23, 2007

Balikpapan Bagian Dari Indonesia
“Generaal, jaga baik-baik reffinaderij (kilang minyak) di Balikpapan”
(Pesan Presiden Sukarno pada Jenderal Sumitro)
Setelah pendaratan sekutu, keadaan dianggap aman. Semasa Revolusi kemerdekaan RI, Balikpapan sebagai kota penting dikuasai oleh Belanda. Dari kota ini, NICA beserta pasukan KNIL dan KL dipersiapkan untuk membungkam perlawanan pendukung RI yang berada diluar Balikpapan seperti di Sanga-sanga, Samboja maupun daerah lain yang posisinya agak kedalam. Tentu saja Balikpapan menjadi konsentrasi pasukan KNIL dan KL. Kendati bekerja untuk NICA, sebagian pasukan KNIL pribumi banyak yang menaruh simpati pada kemerdekaan Republik.[i]
Balikpapan setelah PD II adalah tumpukan puing-puing dari keganasan perang Pasifik. Bom-bom sekutu membabi buta menghancurkan Balikpapan yang dikuasai Tentara Jepang.

Setelah Jepang menyerah dan Balikpapan diduduki Tentara Australia yang mewakili Sekutu, sebelum bulan Agustus 1945, mulailah NICA masuk ke kota Balikpapan. NICA mulai membangun kembali bangunan-bangunan kecil untuk kepentingan tugas mereka di Balikpapan—menjadikan Balikpapan sebagi bagian dari koloni Belanda seperti sebelum PD II.[ii]
Pendudukan Jepang dan Perang Dunia tentu saja menjadi tonggak semakin memanasnya semangat anti kolonialisme bagi rakyat Asia Tenggara. Sebagian orang-orang Balikpapan ada yang dengan berani mengambil sikap untuk melawan kehadiran kembali kolonilis Belanda dalam wujud baru bernama NICA. Pada 13 Januari 1946, di Balikpapan, lahir semacam gerakan anti kolonialis-imperialis yang dipimpin oleh Kasmani dan Suganda Cs. Mereka melawan tentara NICA yang ada di Balikpapan. Beberapa prajurit Australia bersimpati pada gerakan rakyat merdeka itu. Orang-orang pro republik yang berjuang mengusir Belanda itu tidak pernah berhenti melawan. Hingga Mei 1946 mereka masih menyerang kedudukan NICA di Balikpapan.[iii]
Dibawah kuasa NICA, berdasar Staatblad no 64 tahun 1946, Balikpapan dimasukan sebagai bagian dari Residentie Oost-Borneo.[iv] Status ini tidak bertahan lama, tidak lebih dari 4 tahun, karena penandatanganan Konferensi Meja Budar yang disusul Pengembalian Kedaulatan 1949 dan kemudian Balikpapan menjadi salah satu kota yang merupakan bagian dari Republik Indonesia Serikat—yang kemudian berubah lagi menjadi Republik Indonesia.
Berita proklamsi Republik Indonesia datang terlambat di Balikpapan. Antara 1945-1946, adalah masa berbenah kota Balikpapan. Salah satunya adalah merehabilitasi Kilang Minyak yang masih berstatus milik BPM. Tidak heran bila para pekerja BPM yang pribumi—terutama yang berasal dari Jawa atau yang memiliki jiwa merdeka—lebih disibukan oleh kerja mereka di Kilang Minyak yang dihancurkan oleh Jepang ketika mereka akan kalah dalam Perang Pasifik.
Melalui para pekerja BPM dari Jawa itulah berita proklamasi akhirnya tersampaikan di Balikpapan. Berita itu ditindaklanjuti dengan sebuah rapat raksasa di Lapangan Foni—di daerah Kampung Baru—dimana lahir pernyataan sikap rakyat Balikpapan tentang dukungan mereka pada Republik Indonesia yang baru lahir. Kendati masih ada usaha dan kekuasaan Belanda di Balikpapan, tetap saja keinginan untuk tidak tunduk pada kekuasaan kolonial adalah keinginan rakyat Balikpapan juga. Rakyat Balikpapan begitu berharap akan datangnya zaman baru yang damai, zaman dimana tidak dikuasai oleh orang asing.[v]
Balikpapan tetap menjadi bagian dari industri minyak besar di Indonesia. Kilang-kilang minyak yang sudah ada sejak zaman kolonial, masih begitu berharga dimasa pemerintahan Sukarno. Kepada Brigadir Jenderal Soemitro—yang baru ditunjuk sebagai Panglima KODAM Mulawarman—Sukarno berujar: “Generaal Mitro, saya titip reffinaderij (kilang minyak) yang ada disana. Jagalah baik-baik!” Sumitro, dengan sepenuh hati lalu menjawab: “Baik, pak. Akan saya perhatikan.” Amanah Sukarno itu dijalankan Sumitro dengan menjaga stabilitas kota Balikpapan ditengah pusaran politik nasional yang kian memanas pada dekade 1960an itu. Soemitro juga tidak ragu untuk turun langsung berpatroli menjaga kilang minyak yang diamanahkan Panglima besar Revolusi kepadanya. Soemitro sendiri sering berkeliling di sekitar kilang minyak pada malam hari. Soemitro menjaga agar panas-nya situasi politik nasional tidak sampai membakar Balikpapan.[vi]
Atas usaha Sumitro, kota Balikpapan masih dianggap nyaman pada pertengahan dekade 1960an yang kacau. Balikpapan terhindar untuk menjadi ladang pembantaian orang-orang Komunis seperti yang terjadi di Jawa dan Bali—dimana telah memakan banyak korban yang mencapai angka ratusan ribu. Orang-orang Komunis, oleh Sumitro ditahan sebelum meletus G 30 S di Jakarta. Orang-orang Komunis itu banyak yang dilokalisasikan di Samboja dalam di dekat pantai.
[i] Adulrahman Karim, Kalimantan Berdjuang, Jakarta, Dinas Penerbitan Balai Pustaka, 1956. h. 35.
[ii]Tjilik Riwut, Kalimanatan Membangun, Palangkaraya, 1979. h. 106.
[iii]Tjilik Riwut, Kalimanatan Membangun, Palangkaraya, 1979. h. 106-107.
[iv] Tjilik Riwut, Kalimanatan Membangun, Palangkaraya, 1979. h. 33.
[v] (http://www.balikpapan.go.id/index.php?option=com_balikpapan&task=sejarah: http://id.wikipedia.org/wiki/balikpapan)
[vi] Ramadhan K.H, Soemitro(Mantan Pangkopkamtib): Dari Pangdam Mulawarman Sampai Pangkopkamtib,Jakarta, Pustaka Sinar Harapan, 1994. h. 22-23.
Pendaratan Tentara Australia ke Balikpapan
Suatu hari yang cerah, 21.000 prajurit dari divisi ke-7 Australia yang bersiap menuju Balikpapan, terlihat berdesakan diatas kapal angkut prajurit. Kapal itu bersiaga sekitar 15 KM dilepas pantai Balikpapan. Pukul 08.00 kapal-kapal sekutu dari berbagai jenis bergerak mendekati Balikpapan dengan membentuk formasi kipas. Mereka dalam posisi siap tembak dan hanya menunggu perintah dari radio untuk menembak. Ketika aba-aba yang ditunggu tiba, maka secara serentak tembakan sekutu dari laut mulai menghantam kota Balikpapan. Pagi itu, ledakan menggelegar terjadi dipesisir pantai Balikpapan. Asap pekat lalu menutupi pemandangan kota Balikpapan dari laut. Tentu saja kabut asap itu menutupi pandangan kapal-kapal sekutu tadi oleh tembakan peluru mereka sebelumnya.[i]
Setelah kabut-kabut asap itu reda, maka giliran pesawat-pesawat dari kapal induk sekutu melakukan pemboman terhadap Balikpapan—tidak lupa mencari dan menggempur pos pertahanan Jepang. Pesawat F6F Hellcat melakukanan pemboman terhadap Lapangan Terbang Sepinggan lalu ke Parramatta Ridge (Pasir Ridge sekarang. Semetara itu, pesawat pembok penukik SB2C Haldiver menghancurkan baterai Meriam milik Jepang disekuitar Gunung Dubbs. Sementara itu, pesawat pembom torpedo TBM Gruman Avanger terbang mengitari teluk Balikpapan yang dangkal dan muara sungai untuk menghancurkan kapal Jepang yang bersembunyi. Tetap saja perang udara terjadi, bebrapa pesawat Jepang sempat terbang dan memberi perlawanan, namun berhasil dirontokan oleh pesawat Hellcat. Sementara itu pesawat Haldiver juga mendapat perlawanan dari baterai meriam anti serangan udara. Di tempat lain, pesawat pembom torpedo berhasil melakukan tugasnya dengan baik. Di Muara Jawa, sebuah kapal penjelajah kuno milik Jepang berhasil di tenggelamkan. Di Muara Pegah, dua kapal Jepang juga dihancurkan. Begitun di Muara Pantuan. Satu persatu kapal Jepang itu ditenggelamkan sebelum melakukan perlawanan. Setalah pesawat-pesawat tadi beraksi, maka pesawat sekutu yang lain datang dari Morortai. Rombongan pesawat ini terdiri atas P-38 Lighning; B-24 Liberator; B-25 Fortress; pembom Corsair; pembom Duntless (Amerika); pesawat pemburu Beaufighter . pesawat-pesawat itu menyerang secara serempak. Tentu saja kota Balikpapan yang menjadi pertahanan Jepang menajdi porak-poranda. Selama 20 hari Balikpapan menjadi sasaran bom sekutu dari udara dan laut.[ii]
Tentu saja Balikpapan harus menanggung kehancuran dari peluru-peluru sekutu. Tidak hanya berupa bangunan tetapiu juga tumbahan pantai yang membuat pantai-pantai Balikpapan botak. Kota Balikpapan, terutama diantara daerah Kilang Minyak dan Klandasan benar-benar habis tinggal puing. Porak porandanya Balikpapan bukan berarti tamatnya pasukan Jepang—yang kebanyakan bertahan diatas gua-gua seperti di Manggar yang nyaris tidak tersentuh bom sekutu. Pemboman hanya membuat prajurit Jepang itu masuksemakin dalam kedalam gua. Setiap ada kesempatan pasukan Jepang itu berusaha memasang meriam dimulut gua untuk menembaki sekutu yang mulai mendarat. [iii]
Perwira sekutu nampak puas meilihat Balikpapan hancur walaupun belum yakin kekuatan pasukan Jepang di kota itu benar-benar habis. Posisi meriam Jepang di gua Manggar yang mengarah laut di perbukitan tidak mampu dihancurkan dari kapal-kapal sekutu di Teluk Balikpapan. Perwira teringgi komando sekutu lalau sepakat untuk menjatuhkan bom Napalm pada pertahanan Jepang yang berada di pesisir pantai. Untuk pewmboman ini akan dilakukan oleh puluhan pesawat B-29 Super Fortress yang berpangkalan di Lapangan Easley Mariana.[iv] Bisa dibayangkan betapa hancurnya Balikpapan bila tiap bom yang dijatuhkan memiliki daya hancur besar. Hampir 90% kota Balikpapan saat itu menjadi tempat kremasi bagi prajurit Jepang oleh bom-bom bakar sekutu dari udara, karena bom-bom bakar itu pula Balikpapan menjadi lautan api lalu menjadi puing-puing dan kota mati.[v]
Tentara sekutu, Australia, mendarat pada 1 Juli 1945 di Balikpapan. Usaha pendaratan sekutu ke Balikpapan dimulai dari serangan laut sejak 26 Juni dan selesai pada 15 Juli 1945, dengan didudukinya Balikpapan oleh sekutu maka, Balikpapan terbebas dari tangan Jepang. Kondisi kota Balikpapan setelah pendaratan sekutu bisa dibilang hancur karena serangan meriam sekutu dari laut. Minyak menjadi berkah sekaligus petaka bagi Balikpapan—karenanya Balikpapan ikut terseret dalam kejamnya arus Perang Dunia, dimana Balikpapan dipaksa menjadi bagian sejarah perebutan atas hegemoni blok fasis melawan kapitalis dan komunis dunia.
Pasukan Jepang yang terdesak di Balikpapan berusaha melarikan diri ke Samarinda—seperti yang dilakukan oleh pasukan Kamada. Mereka berlari menghundari bayaqngan kekalahan yang ada didepan mata mereka. Kendaraan mereka akhirnya berhenti setelah 48 km berjalan karena kendaraan mereka aus dan bensin yang habis. Akhirnya pasukan Jepang berjalan kaki bersama penduduk sipil yang mengunmgsi karena Balikpapan yang menjadi lautan api karena hujan bom bakar sekutu dari udara. Mereka melewati jalan setapak untuk menghiundari buruan pesawat sekutu. Mereka berjalan melewati daerah sekitar Loa Janan, perbatasan Kutai dan Samarinda sekarang. Pasukan Jepang itu melewati hutan rimba dengan melawan penyakit dan lapar. Beberapa prajurit Jepang harus menemui ajal dalam perjalan menuju Samarinda itu. Karena diserang malaria, beri-beri dan kelaparan. Tercatat sekitar 4.000 prajurit tewas selama pelarian.[vi]
Setelah pemboman selama 20 hari itu, akhirnya 21.000 prajurit Australia dari Divisi 7 mendarat juga setelah menunggu lama diatas kapal pendarat pasukan. Mereka, dengan memakai topi rimba mendarati pantai Balikpapan. Pasukan mendarat tanpa pewrlawanan berarti dari tentara Jepang yang sebagian tewas dan sebagian lagi mundur ke Samarinda. Prajurit Australia itu hanya mendapati tentara-tentara jepang yang tewas dianatara puing-puing akibat hujanan bom bakar dari sekutu. Tentara Jepang yang tewas itu tewas terkubur di lubang perlindungan, terkurung di terowongan, terapung di sungai atau parit perlindungan. Hanya 10 orang serdadu Jepang yang berhasil ditawan hidup-hidup. Beberapa prajurit Jepang yang tidak mau menyerah juga melakukan harakiri ala ksatria Jepang kuno. Mereka ditemukan berbaring penuh luka dan ketakutan setelah pemboman selesai dan prajurit Australia mendarat.[vii]
Setelah pasukan Australia mendarat di pantai Balikpapan, Jenderal Dauglas MacArthur bersikeras untuk ikut mendarat ke Balikpapan. Awalnya, Barley, seorang juru sinyal memberi isyarat agr menunda dulu rencana pendaratan sang Jenderal karena mortir Jepang masih melawan. Tetap saja sang Jnederal bersikeras untuk mendarat—dengan terpaksa sebuah sekoci dipersiapkan. Bersama perwira staf dan wartawan perang, sang jenderal kemudian mendarat di pantai. Tanpa rasa takut, sang Jenderal ikut menaiki bukit Balikpapan setinggi 200 yard, dekat dengan garis pertahanan Jepang. Diatas, sang Jenderal meminjam peta dari seorang Brigadir Jenderal Australia untuk mempejari posisi musuh ditengah hujanan peluru Jepang yang nyaris mengenai kepala MacArthur. Tiba-tiba seorang Mayor Australia datang memberi tahu diatas bukit ada senapan mesin Jepang yang masih aktif. Belum selesai mayor itu melapor, peluru senapan mesin itu merentetkan pelurunya kerah rombongan Jenderal itu. Semua anggota rombongan, kecuali MacArthur tiarap. MacArthur tetap mengamati peta tanpa peduli dengan tembakan senapan mesin Jepang itu. Selesai dengan peta itu, MacArthur langsung mengembalikannya pada Brigadir Jenderal Australia itu. Kepada Brigjen tadi MacArthur berkata:”Ayo kita pergi kesana dan melihat apa yang sedang terjadi. Tapi ngomong-ngomong Brigadir, saya kira merupakan satu ide yang baik jika serdadu patroli mengambil terlebih dahulu senapan mesin itu sebelum ia menghajar kita.”[viii]
Setelah Balikpapan dikuasai sekutu pada 1 Juli 1945, tercatat 5.700 serdadu Jepang tewas terpanggang oleh bom bakar sekutu dari pesawat pembom B-29. ditambah lagi 4.000 tentara Jepang yang tewas dalam pelarian ke Samarinda. Penyerbuan sekutu ke Balikpapan tidak memberi manfaat karena segala fasilitas telah hancur oleh bom sekutu. Kilang minyak yang mereka temui juga tinggal puing saja. Instalasi minyak itu sebelum dibom sekutu juga telah dibumihanguskan Jepang. Pasukan sekutu boleh tidak mendapat minyak, namun mereka bisa menghabisi kekuatan Jepang yang tidak kenal ampun dan menyerah ketika mereka sedang diambang kekalahan sekalipun. Kali ini minyak bisa diacuhkan, yang terpenting adalah merebut Balikpapan yang menjadi kunci untuk mengalahkan kekuatan Jepang di Indonesia—terutama pasukan Jepang yang ada di pulau Jawa.[ix]
Kekalahan Jepang di Tarakan dan Balikpapan menjadi awal kekalahan Jepang di Indonesia sebelum sekutu menjatuhkan bom atom di Nagasaki dan Hirosima—yang membuat Jepang menyerah tanpa syarat di kapal USS Missouri pada 14 Agustus 1945. pembebasan Balikpapan adalah juga salah satu pembebasan Indonesia dari cengkraman fasisme Jepang di Asia.
[i]Agus Suprapto, Perang Berebut Minyak: Peranan Strategis Pangkalan Minyak Kalimanatan Timur dalam Perang Asia Pasifik 1942-1945, Sanarinda, Lembaga Pariwara kalimantan Timur, 1996h. 210-212.
[ii]Agus Suprapto, h. 212-214.
[iii]Agus Suprapto, h. 213-215.
[iv]Napalm adalah bom berbentuk jenang dari bensin dengan hulu ledak 22x50 meter. Squadron B-29 Superfortress soditempatkan di Mariana untuk menyerang Jepang. Pelepasan bom itu dari pesawat bersifat otomatis dengan pengaturan waktu yang disebut intervalometer—dimana bom akan jatuh dari pesawat berdasarkan kecepatan relatif pesawat di udara. Bom berbobot 225 kg akan jatuh tiap jarak 15 meter. Sementara itu tiap pesawat membopong 180 bom dengan total berat 5,5 ton.(Agus Suprapto, h. 216-217)
[v]Agus Suprapto, h. 224.
[vi]Menurut veteran perangyang dulunya prajurit Jepang bernama Yamaoko, sekitar 2.000 prajurit Jepang tewas di sekitar tepi Mahakam karena serangan penyaakit kolera, amalaria, dan demam berdarah. Mereka sempat mendapat pertolongan dari rakyat sipil di sekitar situ yang merasa iba pada prajurit yang pernah dianggap kejam itu. (Agus Suprapto, h. 224-228.)
[vii]Agus Suprapto, h. 229-230.
[viii]Agus Suprapto, h. 230-231.
[ix]Agus Suprapto, h. 231-232.
Balikpapan Dibawah Matahari Terbit.
Jepang mendarat di Balikpapan pada 23 Januari 1942, dibawah pimpinan Shizuo Sakaguchi. Pasukan sekutu, termasuk pasukan KNIL Belanda berhasil dikalahkan.
Tentara Jepang dan Armada lautnya berhasil menguasai kota Balikpapan pada 24 Januari 1942. Hari itu Jepang sudah mulai mengkonsolidasikan kekuasaannya atas kota Balikpapan. Pendudukan bagi kota Balikpapan berarti pintu merebut Jawa semakin lebar.
Hari baru bagi kota Balikpapan, dibawah Tentara kekaisaran Teino Heika dimulai. Hindia Belanda bukan lagi sebagai sesuatu yang harus dihormati. Seikerei tiap pagi sebelum Taiso mulai dilakukan anak-anak sekolah di Balikpapan. Rakyat pribumi Balikpapan bukan lagi warga negara kelas 3 setelah orang Eropa dan Timur jauh. Tidak ada sistem kelas dalam kewarganegaraan, kecuali masyarakat yang akan dijadikan pendukung fasis Jepang dalam perang Pasifik untuk membangun Asia Timur Raya—Asia untuk Asia dibawah Jepang.
Setelah menguasai Balikpapan, orang-orang Eropa tentu ditahan—kecuali Jerman yang lolos dari tangkapan Belanda. Jerman adalah sekutu fasis Jepang selama PD II. Paling berat adalah nasib para tentara Hindia Belanda. Tentara Hindia Pribumi, banyak yang dibebaskan setelah ditahan selama beberapa bulan, namun bagi yang Eropa akan dimasukan ke Kamp interniran.[i] Satu dari sekian banyak perwira KNIL adalah Hamid Algadrie yang kemudian menjadi Sultan Pontianak dengan gelar Sultan Hamid II. Ketika ditawan di Balikpapan, Sultan Hamid masih berpangkat Letnan Satu KNIL. Sultan Hamid diawal kemerdekaan pernah menjadi Menteri Negara RIS yang terlibat dalam kudeta Westerling di Bandung dan Jakarta—setelah kudeta itu gagal, Sultan Hamid di adili dan dipenjara selama 10 tahun.
Seluruh serdadu KNIL yang tertangkap oleh Tentara Jepang dibariskan—dimana senjata mereka masih disandang, banyn dengan arah moncong senapan kebawah dan sebuah kain putih tanda menyerah. Barisan itu melewati jalan besar menuju kantor markas Jepang yang disebut kantor seribu. Menjelang siang, barisan KNIL itu dibawa ke pantai. Di tepi pantai dekat pusat kota Balikpapan itu lalu terjadi peristiwa pembantaian orang-orang KNIL di pesisir pantai—diskitar Melawai. Para serdadu KNIL itu disuruh berjalan kearah laut hingga posisi air setinggi dada dan serdadu jepang menembaki mereka dengan senapan mesin Tentu saja aksi Jepang ini dijadikan tontonan, dimana banyak orang-orang pribumi yang melihat.[ii]
Dalam hal ini, Jepang akan berlaku kejam. Wilayah Balikpapan termasuk dibawah kekuasaan Angkatan laut Jepang yang dikenal kejam. Jepang pernah melakukan pembersihan terhadap kalangan intelektual pribumi di Kalimanatan dan Sulawesi. Akhirnya beberapa orang dokter, pegawai dan lainnya banyak yang lari mencari selamat di Pulau Jawa.
Kehadiran Balatentara Jepang di kota Balikpapan didahului oleh orang-orang sipil Jepang yang mengadu peruntungan di kota Balikpapn. Mereka adalah mata-mata Jepang yang akan memberikan data-data intelejen kepada tentara yang akan menyerbu Balikpapan. Mereka biasa menyamar menjadi pedagang-pedagang yang menjual berbagai barang kebutuhan sehari-hari. Hal semacam ini tidak hanya dilakukan Jepang di balikpapan saja, emlainkan juga dibeberapa tempat lain di Kamlimanatan Timur seperti di Sanga-sanga atau Tarakan.
Selama Pendudukan Jepang, Balikpapan yang strategis dijadikan pusat kedudukan pemerintahan militer Jepang di Kalimantan Timur.[iii] Tentu saja Jepang mengambiol minyak-minyak dari Balikpapan untuk keperluan perang. Sebelumnya, Jepang harus memperbaiki instalsi minyak yang sudah dibumihanguskan oleh Belanda. Perbaikan itu memakan waktu tiga bulan.[iv]
Rencana Sekutu Merebut Kembali Balikpapan
Kota Tarakan akhirnya jatuh ke tangan sekutu pada 1 Mei 1945. Banyak kapal-kapal sekutu dari berbagai jenis mulai dari kapal patroli, kapal perusak, kapal angkut sampai kapal induk milik Armada ke-7 berkeliaran di sekitar utara Selat Makassar. Kapal-kapal itu bersiap dari Tarakan untuk merebut Balikpapan—karena instalasi dan cadangan minyak penting di kota itu. Pasukan sekutu rupanya belum mengerti seci geografis dan topografis Balikpapan yang akan direbut itu. Sebelum pasukan besar mendaarat, sebuah satuan intelejen bernama SAD Force dikirim menyusup ke Balikpapan untuk mengumpulkan informasi intelejen.[v]
Pesawat mata-mata sekutu tidak berhasil menemukan pos pertahanan Jepang karena Prajurit Jepang lebih banyak bertahan di gua-gua atau bunker-bunker tersembunyi seperti yang terdapat di beberapa penjuru kota Balikpapan. Beberapa orang Australia yang pernah tinggal di Balikpapan sebelum perang tidak bisa memberikan informasi tentang pertahanan Jepang beserta topografis Balikpapan secara pasti. Misi intelejen sangat penting untuk memecahkan masalah informasi pertahanan Jepang ini. SAD Force adalah regu intelejen yang berpangkalan di Morotai. Regu ini berjumlah 14 orang tentara sekutu yang dipimpin oleh William C. Dwyer, salah satunya adalah orang Melayu. dengan kapal selam regu ini berangkat dari Morotai dan mendarat ditepi pantai Sigaku, Samboja. Mereka mendapat bantuan dari penduduk setempat. Tidak semua penduduk bersimpati pada mereka karena ada salah satu penduduk yang melapor pada Kempeitai Jepang di Balikpapan mengenai keberadaan penyusup itu di Samboja. Atas laporan itu Jepang segera bertindak dengan mengirim sekompi pasukan untuk memburu para penyusup itu.[vi]
Ketika pasukan Jepang berusaha menangkap mereka, penyusup SAD Force itu berlari kearah hutan Sigaku yang lebat. Dua anggota SAD Force tertangkap Jepang ketika merusak sarana komunikasi milik Jepang di Sungai Tiram. Dengan menambah jumlah pasukan, para penyusup itu terus diburu tentara Jepang. Akhirnya, hutan itu dipagar betis oleh pasukan Jepang agar para penyusup tidak bisa lolos lagi. Akhirnya terjadi pertempuran sengit antar pasukan itu. Pasukan khusus SAD Force tidak mau menyerah dan terus mealwan pasukan Jepang yang jumlahnya lebih dari satu kompi itu. Penyusup SAD Force terus membobol kepungan pasukan Jepang yang sudah rapat itu. Penyusup itu berhasil membedah kepungan pasukan Jepang yang dianggap lemah dengan tembakan bertubi-tubi sehingga prajurit yang mengepung itu tewas. Kecuali seorang petugas radio yang ditangkap, penyusup SAD Force berhasil meloloskan diri dari kepungan Jepang itu. Misi ini seolah tanpa hasil karena belum cukup memperoleh data. Mereka kembali ke pangkalan mereka di kepulauan Morotai dengan dijemput oleh pesawat Catalina—bersama penyusup SAD Force terdapat empat orang penduduk setempat yang kemudian dimintai keterangan mengenai posisi Jepang di Balikpapan. Tetap saja belum ada informasi intelejen yang layak yang digunakan untuk merencanakan penyerbuan ke Balikpapan. Setelah penyusupan itu gagal, Penjawat (camat) Samboja A.R. Ariomidjoyo, Mantri Polisi H. Anwar, dan Kepala kampung H. Arief ditangkap dari rumahnya. Atas tuduhan membantu penyusup SAD Force ketiga orang itu dieksekusi tanpa diadili terlebih dahulu.[vii]
Pasukan Sekutu terus mencari data intelejen dengan berbagai cara termasuk dengan pemotretan udara oleh pesawat B-29 dari Mariana dan pesawat P-38 dari Morotai. Rombongan pesawat itu juga melakukan serangan pendahuluan pada bulain Mei 1945 dengan pemboman udara di balikpapan dan Sanga-sanga. Perlahan-lahan peta pertahanan Jepang, hasil pemotretan udara, bisa dijadikan pedoman untuk menghancurkan kedudukan pasukan Jepang di Balikpapan. Tentu saja gambaran pasukan sekutu atas instalasi Jepang yang akan diserang semakin hari semakin jelas. Pos pertahanan Jepang lebih mirip seperti WC umum yang tersebar melingkar di Gunung Dubbs—sebuah perbukitan kearah laut diatas kota Balikpapan. Rupanya, pasukan Jepang yang disiagakan di Balikpapan semakin ditambah dengan adanya prajurit dari Banjarmasin dan pelarian dari Tarakan yang kalah bertempur melawan sekutu. Mereka semua datang dengan jalur darat. Pasukan Jepang dari Kaigun Konkyochitai—bagian dari pasukan khusus Armada ke-22 mulai membangun garis pertahanan di perbukitan yang tersebar di kota Balikpapan.[viii]
Keadaan pertahanan Jepang di Balikpapan ternyata membuat sekutu berpikir ulang untuk bertempur merebut Balikpapan. Diperkirakan korban yang akan tewas dalam serangan itu mencapai empat kalilipat dari jumlah korban saat menyerang kota Tarakan. Muncul banyolan dikalangan perwira sekutu, lebih baik kota Balikpapan “ditenggelamkan dari muka bumi”. Seperti halnya Jerman, Jepang sering membuat tipuan yang mengecoh pilot pesawat pengintai maupun pemburu dengan membuat sebuah pangkalan yang terlihat besar dan kuat padahal palsu. Tentu saja ini melahirkan sebuah kecemasan yang berlebihan.[ix]
Bagi seradu Jepang, Balikpapan adalah benteng alami paling ideal. Tidak perlu membangun jaring anti kapal selam maupun jaring anti kapal seperti yang dilakukan Jepang di Tarakan. Perairan Teluk Balikpapan tergolong dangkal. Sangat tidak mungkin bagi sebuah kapal selam untuk menyerang langsung pangkalan ditepi pantai Balikpapan. Alur teluk Balikpapan yang sempit sangat erfektif bagi pemasangan ranjau laut di mulut Teluk Balikpapan dimana kapal-kapal sekutu akan masuk dari situ.[x]
Terlepas kecemasan pasukan sekutu betapa kuatnya Balikpapan, rupanya Angkatan laut Jepang tidak beraksi di sekitar teluk Balikpapan. Kapal-kapal perusak ringan dan torpedo hanya ada beberapa unit dan tidak sepenuhnya layak untuk bertempur di Pelabuhan Semayang. Kali ini Jepang hanya berkonsentrasi bertempur di darat. Beberapa kapal Kaigun Jepang yang layak tempur banyak disebar dan bersembunyi di teluk-teluk dangkal atau di muara sungai Mahakam. Maksudnya untuk menghindari torpedo sekutu. Kekuatan laut Jepang mulai melemah di daerah yang didibawah wewenang Angkatan laut Jepang itu. Kekuatan udara Jepang di lapangan Sepinggan juga semakin lemah, hanya ada beberapa jenis pesawat yang sudah ketinggalan zaman—sementara pesawat sekutu semakin diperbarui dan sudah dirancang untuk menghadapi pesawat Jepang yang kelemahannya sudah dikaetahui sekutu. Selain pesawat kuno, yang lain hanya pesawat rongsokan tidak layak terbang. Pesawat-pesawat Jepang itu sudah habis untuk mempertahankan pulau Luzon. Pasukan darat Jepang juga kalah jumlah dari pasukan sekutu. Jepang hanya memiliki 10.000 pasukan khusus Armada ke-22 Konkyochitai dibawah komando Laksamana Muda Kamada. Sejak serbuan Jepang ke Filipina, pasukan Jepang di Indonesia—termasuk di balikpapan—telah kehilangan kontak dengan Markas Besar militer Jepang di Tokyo sehingga pasukan Jepang di Indonesia bertindak mandiri. Sementara itu, jumlah pasukan sekutu sendiri sudah mencapai 21.000 personil. Itupun baru yang berasal dari Divisi ke-7 Tentara Australia.[xi]
Pengalaman menyerbu Tarakan yang dirasa pahit, pasukan sekutu berusaha untuk menekan jumlah korban seperti yang terjadi di Tarakan—karena gempuran Laut dan udara sekutu tidak berhasil menghancurkan artileri Jepang maka banyak tentara Australia yang menjadi korban ketika mendarat di Tarakan. Taktik sekutu adalah dengan melakukan pemboman terlebih dahulu terhadap Balikpapan selama 20 hari—sebuah pemboman terlama oleh sekutu selama perang Pasifik. Menurut rencana panglima tertinggi komando sekutu di Pasifik, Jenderal Douglas MacArthur dan Panglima Tentara Asutralia, Jenderal Thomas Albert Blamey beseryta staf bawahan mereka akan meyaksikan jalannya pernyerbuan. Para perwira tertinggi itu ingin melihat taktik baru tentara Jepang ketika wilayah penting mereka diserbu.[xii]
[i] Di Tarakan, pada bulan April 1942, bekas serdadu KNIL disana sudah dibebaskan. Mereka hanya dianggap sebagai korban kolonilaisme Belanda di Indonesia.( Iwan Santoso, Tarakan “Pearl Harbour” Indonesia (1942-1945), Jakarta, Primamedia Pustaka, 2004. h. 28.)
[ii]Agus Suprapto, h. 75-76.
[iii] Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Kalimantan Timur, terbitan Proyek Penelitian Kebudayaan Daerah Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, 1978. h. 76.
[iv] Agus Suprapto, h. 199.
[v]Agus Suprapto, h.197-199.
[vi]Agus Suprapto, h. 200-202.
[vii]Agus Suprapto, h. 204.
[viii]Agus Suprapto, h. 205.
[ix]Agus Suprapto, h. 206.
[x]Agus Suprapto, h. 206
[xi]Agus Suprapto, h. 207.
[xii]Agus Suprapto, h. 208-210.

Kamis, November 22, 2007

Perang Kota Di Balikpapan (23-24 Januari 1942)
Kesulitan Jepang untuk mengalahkan Tentara Belanda yang telah dibantu sekutu, lebih terletak di Pulau Jawa. Pulau dimana kekuatan militer Belanda dipusatkan jauh hari sebelum perang Dunia II.[i] Hanya butuh waktu tidak lebih dari 2 minggu untuk membuat pasukan macam KNIL bertekut lutut dan bubar. Pertahanan atas kota Balikpapan yang telah dilindungi batalyon KNIL yang berkedudukan di Klandasan. Pasukan KNIL yang profesional itu tidak mamapu menahan maju pasukan khusus Jepang, Katai. Pasukan itu beraksi seperti pasukan pendarat Marinir. Pasukan Katai itu berhasil menerobos pertahanan KNIL—mereka terlatih untuk melakukan infiltrasi ke pusat pertahanan lawan ditengah hujan tembakan dari musuh. Pasukan Katai maju terlebih dahulu kedarat dan sebisa mungkin membangun kubu untuk menyerang. Tidak lama setelah pasukan Katai mendarat, pasukan dalam jumlah besar akan datang meyerbu. Pernah penyusupan pasukan Katai disekitar Sungai Wain dan Somber terindetifikasi patroli Belanda dan patroli itu melaporkan sambil meminta bantuan kepada Kompi II batalyon VI KNIL. Kendati teridentifikasi, tetap saja sudah terlambat, pasukan Katai dan pasukan Jepang lainnya sudah berdatangan dan siap menyerang. Kompi KNIL yang dikerahkan untuk menghambat pasukan Jepang itu hanya bisa menyelamatkan baterai Meriam sebelum pergi dari lokasi pendaratan pasukan Jepang yang terlanjur kuat itu. [ii]
Kompi II KNIL itu akhirnya menyusun kekuatan untuk menhambat Jepang di sisi selatan kali Somber. Pertahanan kali Somber sedianya adalah untuk menahan masuknya Jepang ke daerah pengunduran diri kekuatan Belanda di pedalaman karena posisi kota Balikpapan sudah nyaris jatuh ke tangan Jepang yang semakin maju. Rupanya, pasukan Jepang begitu memperhatikan posisi selatan kali Sumber itu. Serangan pasukan Jepang pun akhirnya semakin meluas hingga kearah selatan Balikpapan. Serdadu KNIL yang berusaha memeprtahankan Somber itu cukup berhasil awalnya untuk menbahan laju serbuan Jepang kearah Sungai Wain. Kekuatan militer Belanda yang tersisa lalu diusahakan untuk mengkonsentrasikan diri di Somber setelah mendengar informasi akan ada serangan Jepang ke arah Timur kota, kearah Somber. Sayangnya pasukan yang diharapkan tidak datang seperti yang diharapkan karena harus bertempur di Spinggan dan Klandasan untuk mempertahankan Balikpapan.[iii]
Pasukan Jepang disekitar Sungai Wain itu adalah pasukan penyerbu Jepang yang teridentifikasi oleh KNIL. Pasukan KNIL di Balikpapan, hampir tidak menyangka akan ada pasukan lain yang akan menyerbu mereka dari Klandasan dan Sepinggan. Konsentrasi KNIL yang semula diperuntukan untuk daerah Somber kemudianb terbagi dan semakin tidak jelas. Ketika pasukan cadangan akan diberangkatkan ke Somber, mereka harus menghadapi tentara Jpeang yang muncul secara tiba-tiba di Klandasan. Ini sudah membuat repot KNIL. Setelah ada informasi, daerah Sepinggan telah jatuh ke tangan Jepang. Akhirnya pasukan cadangan tadi terpecah. Ada yang bertahan di Klandasan dan sebagian harus menahan gerak laju serdadu Jepang di Sepinggan agar tidak masuk terlalu banyak ke pusat kota. Di Sepinggan rupanya telah didarati pasukan Jepang dari 17 kapal angkut tentara. Keuntungan Jepang merebut Sepinggan menjadi kurang berarti karena lapangan terbang Sepinggan telah dibumihanguskan—karenanya pesawat tempur Jepang tidak bisa mendarat sehingga harus kembali ke Tarakan.Pecahan pasukan cadangan tentu saja tidak akan mampu menahan maju tentara Jepang yang jumlahnya banyak itu. Posisi pasukan KNIL dan milisi yang tersebar semakin mengacaukan pertahanan kota dan memperlemah detasemen KNIL dan para milisi. Karena Daerah Somber juga sudah tertutup sebagai tempat pengunduran diri maka pasukan Belanda tidak bisa mundur lagi sementara pasukan penyerbu Jepang hampir menyentuh pusat kota.[iv]
Pasukan penyerbu Jepang dalam jumlah besar dari Sepinggan bergerak ke barat untuk mencapai kota. Sementara itu, Klandasan yang sudah mendapat serangan lalu semakin lemah, apalagi pasukan Jepang yang menyerang bertambah banyak. Keadaan itu hanya memberi dua pilihan kepada komandan garnisun KNIL di Balikpapan. Pertama memperkuat pertahanan garnisun Balikpapan yang semakin lemah dengan pasukan-pasukan tersisa: satu peleton pasukan infanteri KNIL, satu peleton milisi cadangan dan satu seksi senapan mesin. Pilihan kedua adalah mengosongkan garis pertahanan Klandasan yang semakin rapuh dengan mundur kearah utara kota Balikpapan. Akhirnya pilihan kedua diambil dan melaporkan keputusan itu kepada petinggi militer di Bandung. Sebelum meninggalkan Klnadasan, segala macam kebutuhan perang yang sulit dibawa disingkarkan. Stasiun radio, lampu sorot, meriam dan amunisi yang tidak bisa dibawa kemudian dihancurkan agar tidak jatuh ketangan Jepang. Dari Klandasan, pasukan KNIL dan milisi pendukungnya menuju daerah Karang Anyar.[v]
Rencannya, sisa-sisa pasukan itu akan menuju Banjaramasin atau Samarinda II. Namun ini masih sulit karena pasukan Jepang telah menduduki jalan-jalan ke arah pedalaman di sekitar Sungai Wain. Akhirnya pasukan Kompi II mendapat tugas untuk menerobos jalan itu. Pukul 09.30 pasukan kompi II dengan truk Overvalkwagen yang dilengkapi senapan mesin membuka serangan. Prajurit Jepang terkejut ketika rentetam tembakan dari truk yang berusaha menerobos jalan-jalan yang dikuasai tentara Jepang. Serbuan kompi II itu berhenti di dekat stasiun pompa Sungai Wain, dimana pasukan Jepang yang menduduki stasiun pompa itu bersiaga. Akhirnya pasukan lain yang tidak menerobos bermanauver melambung menghindari pantauan serdadu Jepang untuk menuju Sungai Wain—dimana telah terdapat sebuah gudang perlengkapan milik Belanda.[vi]
Melihat pasukannya kehabisan tenaga karena hampir dua hari bertempur dan nayaris tanpa istirahat, maka komandan KNIL yang memimpin itu diputuskan untuk pergi saja ke Banjarmasin. Tujuan ke Banjarmasin itu akhirnya dibatalkan karena jalan-jalan kecil Semoi dan Tanah Grogot telah dikuasai Tentara Jepang. Akhirnya pasukan-pasukan itu memutuskan untuk pergi ke Samarinda II—dimana terdapat pangkalan rahasia Belanda. Pasukan Belanda yang lolos itu setidaknya terdiri dari 200 orang serdadu KNIL.
Dari satu batalyon yang jumlahnya mungkin lebih dari 500 orang serdadu KNIL, hanya 200 orang saja yang berhasil dari tangan Jepang di Balikpapan. Diantara sekian ratus serdadu KNIL dan milisi dari kalangan sipil itu, telah menjadi tawanan Jepang di dalam kota Balikpapan. Sebagian besar dari mereka nasibnya tidak jelas setelah perang berakhir. Bisa dipastikan orang-orang sipil Belanda yang tersisa merasakan hidup sebagai tawanan perang di kamp internir. Mereka baru bebas setelah pendaratan sekutu pada pertengahan tahun 1945 di Balikpapan. Orang-orang Belanda yang sebelumnya menjadi tuan di kota Balikpapan itu kini menjadi orang-orang sipil kelas 2—orang-orang pribumi yang sebelumnya menjadi suruhan kini menjadi orang-orang sipil kelas 1 sedang serdadu Jepang tentu bukan orang sipil, mereka hanya sebagai penguasa militer.
Catatan Kaki:
[i] R.P. Suyono, Peperangan Kerajaan Di Nusantara: Penelusuran Kepustakaan Sejarah, Jakarta, Grasindo. 2003.h. 340.
[ii]Agus Suprapto, , Perang Berebut Minyak: Peranan Strategis Pangkalan Minyak Kalimanatan Timur dalam Perang Asia Pasifik 1942-1945, Sanarinda, Lembaga Pariwara kalimantan Timur, 1996h. 69-71.
[iii]Agus Suprapto, h. 69-71.
[iv]Agus Suprapto, h. 72-73.
[v]Agus Suprapto, h. 73-74.
[vi]Pasukan Belanda di sekitar stasiun pompa itu sempat bertemu dengan petugas telegrafis Belanda yang berhasil melarikan diri dari tentara Jepang. Pukul 12.00 tanggal 23 januari, satu hari sebelum bertemu pasukan itu, petugas telegrafis itu ditangkap oleh serdadu Jepang. Rencananya, petugas telegrafis itu akan dibawa ke kota Balikpapan. Ketika pasukan Jepang yang menawannya menjadap serangan dari peleton KNIL. Petusa itu melarikan diri. Kebenaranan cerita petugas telegrafis itu dibenarkan oleh patsukan KNOIL yang berusaha mengintai stasiun pompa air Sungai Wain (Agus Suprapto, h. 74-75).

Balikpapan Diawal PD II: Bau Mesiu Untuk Berebut Minyak


Balikpapan memiliki instalasi militernya sendiri sejak zaman kolonial. ini dikarenakan adanya ladang dan pengilangan minyak. Berdasar peta balikpapan yang diterbitkan BPM tahun 1939, terdapat sebuah tangsi militer KNIL disini—namun tidak diketahui secara pasti berapa kekuatan personil militernya. Berdasarkan peta itul letak tangsi KNIL itu berada diantara bekas bisokop Antasari dan Asrama Polisi belakang Polres Balikpapan.[i] Antara dekade 1930-1940an, sumber-sumber minyak bumi yang ada di asia tenggara adalah bahan mentah yang sangat dibutuhan oleh negara-negara industrialis-kapitalis. Minyak menjadi menjadi pasokan bahan bakar untuk menjalankan mesin-mesin industri di negara-negara industri pada masa damai. Dimasa perang, minyak begitu dibutuhkan untuk menjalankan mesin-mesin perang. Seperti yang terjadi dalam perang Pasifik, dimana Balikpapan dan Tarakan adalah kota yang begitu diharapkan oleh pihak-pihak yang berperang. Kilang-kilang minyak menjadi rebutan sekaligus lautan api oleh Perang Pasifik.[ii]
Balikpapan dan Tarakan termasuk beberapa tempat di luar Jawa dengan kekuatan militer yang sengaja dilebihkan daripada daerah lain. Kekuatan militer Belanda ini bukanlah sebuah militer yang mampu menahan serangan pasukan asing dari luar. Padahal, di daerah lain diluar pulau Jawa hanya dijaga dengan beberapa pasukan dengan persenjataan ringan saja.[iii]
KNIL hanya dibentuk untuk meredam perlawan lokal yang dilakukan orang-orang pribumi yang menentang pemerintah kolonial. Minyak sangatlah penting diera moedern. Sejak penemuan mesin, hampir seluruh penjuru dunia, minyak adalah tenaga penggerak industri. Termasuk dalam masa perang, mesin mesin perang juga harus dijalankan dengan bantuan tenaga minyak juga. Lirikan Jepang ke beberapa daerah penghasil minyak ditindaklanjuti dengan menguasai daerah-daerah itu, termasuk juga menguasai Balikpapan. Armada laut dan Balatentara Jepang bergerak dari arah utara, Davao di Filipina. Dari-sana Jepang menduduki Tarakan Sumber minyak lain di Kalimantan Timur—selesai mengahbisi kekuatan Belanda disana, Tentara Jepang bergerak ke selatan, menduduki Balikpapan.
Pesawat-pesawat Belanda selain di Melak, Samarinda II, juga disiagakan di lapangan Terbang di Manggar, Balikpapan.[iv] Keberadaan lapangan Udara di Melak jelas untuk memberi kejutan bagi armada jepang yang akan mendekati Balikpapan. Jarak melak Balikpapan sekitar 160 Km. nama sandi lapangan Terbang rahasia ini adalah Scheveningen. Lapangan ini tertutup hutan rimba Kalimantan dan untuk masuk ke lapangan tersebut hanya dengan melalui Sungai Mahakam. Serangan dadakan atas lapangan udara itu sangatlah mustahil dilakukan. Kerahasian lapangan udara rahasia ini hanya diketahui beberapa orang Pegawai Belanda saja.[v]
kedudukan Balikpapan menjadi kritis bagi Belanda maupun Jepang. Bila Balikpapan jatuh ketangan Jepang, maka pintu bagi Jepang untuk merebut Pulau Jawa semakin lebar.[vi] Karenanya Laksamana Helfrich menerapkan strategi baru deangan taktik “menjadikan perebutan Balikpapan sedemikian berharga.”[vii]
Demi menjaga Balikpapan, Helfrich menempatkan satu Batalyon Infanteri KNIL yang didukung 5 kendaraan lapis baja dan kendaraan overvalk wagen. Untuk menjaga Balikpapan dari serangan udara, satu baterai meriam mobil 7,25 cm yang bisa berpindah; dua pucuk PSU 4 cm dan 3 seksi senapan mesin 12,7 cm. untuk pertahanan pantai telah disiagakan 3 baterai meriam pantai 7,5 cm dan 12 cm. sebuah pertahanan yang tidak memadai untuk mempertahankan sebuah kota penting dari serangan musuh dalam jumlah besar dan kuat.[viii]
Jatuhnya Tarakan ketangan Balatentara jepang, telah membuat batayon KNIL di Balikpapan meningkatkan kewaspadaanya. Beberapa pos pengintaian disebar di penjuru perbatasan kota untuk mengantisipasi penyusupan pasukan pengintai Jepang. Pasukan patroli juga telah disiagakan di emplasemen dan instalasi minyak untuk menghadapi serangan musuh dari luar. Milisi wajib militer dari pegawai BPM disiagakan di sekitar fasilitas penting milik Belanda. Mereka menunggu perintah bumi hangus.
Pertempuran di Laut Balikpapan 23-24 Januari 1942
Pesawat-pesawat PBY Catalina telah disigakan di perairan Balikpapan. Pasukan itu berpatroli perairan Balikpapan, khususnya perairan ke arah kota Tarakan. Pada suatu pagi, sekitar pukul 07.30, sebuah pesawat yang melakukan patroli di selat Mkassar melihat sebuah kapal motor yang mencurigakan. Pesawat Catalina yang patroli itupun mendarat di air dekat dengan kapal yang mencurigakan itu. Rupanya itu kapal motor Jepang yang mengirim dua orang tawanan dari Tarakan—mereka adalah Kapten (KNIL) Reiderhoff dan kapten (KNIL) Colijn. Setelah dilepas oleh pengawal Jepang-nya, kedua perwira KNIL yang ditawan itu dipernbolehkan naik pesawat Catalina. Kedua perwira KNIl itu menyampaikan sebuah ultimatum dari Komandan Jepang yang telah menguasai Tarakan kepada pasuukan Belanda di Balikpapan. Isi ultimatum itu adalah: Jika Belanda melakukan kembali bumi hangus terhadap instalasi-instalasi penting dan fasilitas minyak di Balikpapan, maka semua bangsa Eropa yang tertangkap akan dieksekusi hukuman mati.[ix]
Jepang mengerahkan pasukannya untuk menguasai instalsi minyak jelas suatu keharusan bagi mereka. Menguasai Balikpapan, berarti akan membuka jalur untuk menguasai Jawa. Merebut Balikpapan bukan hal sulit bagi Jepang. Kekuatan militer cukup besar, baik dalam hal personil yang bersemangat juga peralatan Jepang yang mulai canggih.
Armada Jepang, dalam jumlah besar, baru mencapai Balikpapan menjelang 23 Januari 1942. Pesawat Belanda yang berpangkalan di Melak memberikan aksi terbaiknya dengan menenggelamkan sebuah kapal angkut Jepang; satu kapal penjelajah; dua kapal penjelajah ringat. Helfrich merasa puas dengan aksi armada pesawatnya, walau dia harus kehilangan tiga pesawat dalam pertempuran udara itu. namun ia juga sadar bahwa laju gerak armada jepang merebut Balikpapan semakin sulit dibendung lagi.[x]
Jepang mengangap Balikpapan penting bagi jalannya perang—karena cadangan minyak di Balikpapan yang begitu besar. Angkatan Perang Jepang berangkat dari Davao untuk merebut Tarakan. Setelah tarakan di Tarakan dengan susah payah, waktunya untuk merebut Balikpapan. Dengan kekuatan kapal pendarat pasukan yang dikawal kapal-kapal penjelajah (cruiser) dan kapal perusak (destroyer).
Perairan Balikpapan termasuk berada dibawah tangung-jawab armada laut Amerika yang berkedudukan di Kupang (Timor). Commander Paul Talbot memimpin empat kapal perusak model kuno (1910-1920an) bernama Ford, Pope, Parrott dan Paul Jones.. empat cerobong asap yang terlihat ketika meninggalkan Kupang, membuat mereka dijuluki four Pipers. Ereka melewati selat diantara Flores dan Sumabawa, lalu selat Makassar, lalu menuju Balikpapan. Tanggal 23 Januari 1942, pukul 19.30, kapal mendekati pantai Kalimanatan. Sementara itu, Balikpapan telah sepi dari Tentara Belanda. Sebelum sepi, Sekutu telah meerusak kilang minyak dan membomnya dari udara dengan pesawat Lockheed Hudsons dan Brewster model kuno—karenanya, dari kejauhan Balikpapan terlihat seperti api raksasa. Sementara itu, di sekitar Laut Balikpapan, telah siap kapal pengangkut pasukan Jepang untuk mendaratkan pasukan balatetara-nya. Pendaratan itu dilindungi kapal patroli dan satu squadron kapal perusak.[xi]
Kapal-kapal Jepang yang berada diantara api raksasa dengan kapal perusak Amerika, membuat kapal-kapal perusak memiliki peluang baik untuk melepaskan torpedo kearah kapal-kapal Jepang itu. Namun lima torpedo yang keluar dari parrott tidak satupun yang mengenai kapal-kapal Jepang itu—kapal-kapal Jepang itu dengan cepat melakukan manuver untuk menghindar dari tembakan torpedo. Pukul 03.00 tanggal 24 Januari 1942, setelah kapal Ford dan Paul Jones menyerang, akhirnya Sumanura Maru yang berbobot 3.500 meledak dan tenggelam. Tidak ada pesawat yang terlibat dalam perang laut itu. Pihak Jepang mengira, serangan torpedo itu berasal dari kapal selam. Kekeliruan ini berasal dari Laksamana Shoji Nishimura. Kekeliruan Shoji Nishimura dilanjutkan dengan memerintahkan kapal-kapal perusaknya pergi dari sekitar teluk Balikpapan dan mecari kapal selam yang berada disekitar Selat Makassar untuk membantu melawan armada Sekutu. Artinya, sekarang kapal-kapal pengangkut itu tanpa kawalan lagi dan menjadi makan empuk bagi torpedo sekutu. Sayangnya sekutu tidak bisa menghabisi makanan empuk-nya. Sekitar pukul 04.00 pagi, kapal-kapal Amerika itu pergi dari Laut Balikpapan. Kapal-kapal Amerika kuno itu berhasil menengekamkan 1 kapal patroli, empat kapal pengangkut: Tsuruga Maru, Tatsukami Maru, Kuretaku Maru, Sumanura Maru, dan dan membakar satu kapal perusak Jepang. [xii]

[i] Lihat Peta Balikpapan terbitan dinas topografi BPM skala 1:5.000 tahun 1939 (koleksi Perpustakaan Kolese Ignatius Yogyakarta. Nomor panggil: KI br/col 6 n 2 (104-141)
[ii] Iwan Santoso, Tarakan “Pearl Harbour” Indonesia (1942-1945), Jakarta, Primamedia Pustaka, 2004. h. 11.
[iii]R.P. Suyono, Peperangan Kerajaan Di Nusantara: Penelusuran Kepustakaan Sejarah, Jakarta, Grasindo. 2003. h. 340.
[iv] Iwan Santoso, Tarakan “Pearl Harbour” Indonesia (1942-1945), Jakarta, Primamedia Pustaka, 2004. h. 31.
[v]Agus Suprapto, Perang Berebut Minyak: Peranan Strategis Pangkalan Minyak Kalimanatan Timur dalam Perang Asia Pasifik 1942-1945, Sanarinda, Lembaga Pariwara kalimantan Timur, 1996. h. 61-64.
[vi]Agus Suprapto, Perang Berebut Minyak: Peranan Strategis Pangkalan Minyak Kalimanatan Timur dalam Perang Asia Pasifik 1942-1945, Sanarinda, Lembaga Pariwara kalimantan Timur, 1996. h. 61-62.
[vii]Ong Hok Ham, Runtuhnya Hindia Belanda, Jakarta, Gramedia, 1989. h. 233.
[viii]Agus Suprapto, h. 64: Palagan Perebutan Kota Minyak Sanga-sanga, Balikpapan, yayasan 27 Januari, 1982. h. 42.
[ix]Agus Suprapto, h. 65.
[x]Agus Suprapto, h. 67-68.
[xi] P.K. Ojong. Perang Pasifik, Jakarta, Kompas, 2005. h. 6-8.
[xii] P.K. Ojong, h. 8-9.

Balikpapan Tempo Doeloe: Wajah Balikpapan Sebelum 1940

Awal perkembangan tata kota Balikpapan sebenarnya juga ikut ditentukan oleh BPM. Komplek kilang minyak pastinya disesuaikan dengan letak sumur Mathilda. Kilang minyak berada di utara Sumur Mathilda. Kilang minyak Balikpapan dibangun memanjang ke utara—disepanjang Pelabuhan Semayang sampai Pandan Sari dan tepat disebelah timur Teluk Balikpapan. Disebelah timur kilang minyak terdapat sebuah jalan yang disebut sebagai jalan Minyak—nama resmi jalan itu sekarang adalah jalan Yos Sudarso. Disebelah timur jalan minyak itu, terdapat perkantoran dan pemukiman penduduk—perumahan bagi pegawai, dulu milik BPM sekarang Pertamina. Setelah pengeboran minyak berjalan tidak terlalu lama dan pemukiman bagi pegawai BPM bertebaran disekitar sumur dan kilang minyak, sedikit demi sedikit pemukiman penduduk lain yang letakanya agak jauh dari kilang minyak juga muncul. Karena produksi minyak semakin meningkat, fasilitas pendukung perusahaan tentu saja bertambah—seperti pelabuhan dan rumah sakit. Pertambahan penduduk di Balikpapan—khususnya di sekitar kilang minyak BPM—membuat pemerintah kolonial menjadi Balikpapan sebagai suatu afdeling (semacam daerah administratif) tersendiri dimana pada awalnya seorang Controleur ditempatkan.
Pusat administrasi kolonial, Controleurswanning itu berada tidak jauh dari rumah sakit BPM (RS Pertamina sekarang). Jauh ke sebelah timur rumah sakit BPM itu semakin berkembang menjadi daerah perniagaan Klandasan. Daerah perniagaan Klandasan itu adalah tempat perbelanjaan bagi keluarga pegawai BPM. Sebagai daerah perbelanjaan pastinya terdapat sebuah pasar. Disekitar pasar itu juga terdapat komunitas Cina yang terlokalisasi dalam sebuah perkampungan semacam Pecinan. Komunitas Cina yang identik sebagai kaum pedagang itu tentunya menjadi salah satu pelaku perekonomian Balikpapan, khususnya daerah Klandasan.
Pemukiman penduduk lain adalah di utara Kilang Minyak. Di daerah utara kilang minyak itu terdapat beberapa perkampungan, Pandan Sari, Kebun Sayur, dan Kampung Baru. Nama kampung terakhir tidak jauh beda dengan ditempat lain, sebuah perkampungan orang-orang Bugis dan Makassar dari Sulawesi. Perkampungan ini semakin lama semakin ramai. Tidak diketahui secara pasti kapan mulai ada perkampungan Bugis di Balikpapan. Pemukiman penduduk di utara kilang minyak ini juga memiliki daerah perniagaannya sendiri. Pada dekade 1930an daerah perniagaan di utara kilang minyak ini mungkin tidak seramai di Klandasan. Pusat perniagaan di daerah utara kilang minyak adalah Kebun Sayur yang mungkin masih memiliki beberapa toko. Penggerak perekonomian disini salah satunya adalah orang-orang pribumi. Pusat perbelanjaan disini juga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga pegawai BPM yang tinggal disekitar Karang Anyar.
Balikapan, pada masa kolonialisasi Hindia Belanda, merupakan wilayah dari onder afdeling Samarinda. Dahulu Kalimantan Timur adalah bagian dari Oostafdeling van Residentie Zuid en Oost Borneo—yang berkedudukan di Banjaramasin. Di daerah Long Iram dan Samarinda, terdapat garnisun KNIL dalam jumlah besar karena berada dibawah pemerintahan langsung dari Belanda (rechtstreeks bestuur gouvernement gebeid). Pada tahun 1938, kalimanatan menjadi sebuah pemerintahan daerah sendiri bernama Gouvernement Borneo dengan Banjarmasin sebagai ibukota.[i] Nama resmi untuk daerah itu adalah Residentie Zuider en Oosterafdeling van Borneo. Kalimantan, berdasar besluit Gubernur Jenderal Hindia Belanda (Staatblad no 352 tahun 1938), terbagi menjadi dua keresidenan—keresidenan lain itu adalah Westerafdeling van Borneo yang berkedudukan di Pontianak. Keresidenan Kalimantan Selatan dan Timur membawahi 5 afdeling antara lain: Banjarmasin; Hulu Sungai; Kapuas Barito; Samarinda dan Bulungan-Berau. [ii]
Residen Kalimantan di Banjarmasin memiliki beberapa bawahan langsung disebut Asisten Residen. Asisten residen itu ditempatkan disebuah onderafdeling. Dibawah asisten residen terdapat seorang controleur ditiap onderafdeling. Di Balikpapan terdapat seorang controleur yang bertugas mengawasi hubungan pemerintah dengan penguasa lokal.[iii] Di Balikpapan, controleur berkedudukan di controleurswaning yang letaknya di Zee-laan tidak jauh dari Rumah Sakit BPM atau rumah sakit Pertamina.[iv]
Tidak banyak yang tersimpan dari Ballikpapan masa lalu. Hanya tersisa perumahan pertamina dengan bentuk bangunan yang tampak ketinggalan zaman bagi benyak orang, namun sebenarnya memperhatikan konsep kenyaman bagi pemiliknya. Bangunan rumah-rumah dalam komplek Pertamina itu memiliki gaya Indis—perepaduan gaya Eropa yang agak beradaptasi dengan iklim tropis nusantara. Banyak dari bangunan-bangunan indis disekitar Klandasan itu hancur karena serbuan tentara Australia diakhir PD II. Kebanyak gedung-gedung tua di Balikpapan mulai dibangun setelah tahun 1945—saat kondisi sudah aman. Jadi aroma kolonial pada gedung-gedung di kota Balikpapan tidak kental—walaupun gedung-gedung itu dibangun dengan gaya yang sama. Bangunan-bangunan itu beberapa masih berdiri menjadi tolok ukur kemajuan Balikpapan setelah Indonesia merdeka.
Balikpapan sudah menjadi kota kecil yang maju dengan faslitas hidup untuk orang-orang Eropa yang menjadi tuan di nusantara. Produksi minyak Balikpapan diawal abad XX tentu saja membuat fasilitas kota ini semakin bertambah—mulai dari perumahanan yang nyaman, Sicieteit untuk berkumpul dan berdansa, lapangan sepak bola modern, pelabuhan laut, dan penyaringan air untuk kota kecil Balikpapan yang sering kesulitan air. Hampir semua fasilitas itu, kecuali penyaringan air Somber, memiliki jarak yang berdekatan antara satu sama lain di daerah Alun-alun kota, Lapangan Merdeka Sekarang.
Balikpapan, menurut Peta terbitan BPM 1939, sudah memiliki fasilitas penting perminyakan yang memang harus dilindungi oleh pemerintah kolonial. Kota Balikpapan, sebagai kota penting penting kolonial dijaga oleh serdadu KNIL yang ditempatkan di sebuah tangsi yang masih dalam daerah kota Balikpapan yang kala itu masih kecil. Tangsi KNIL itu berada di sekitar bekas Bioskop Antasari dan Asrama Poslisi belakang Polres Balikpapan. [v]
Balikpapan yang berada jauh dari jangkauan divisi-divisi KNIL yang dibagi 2 dipulau Jawa dan sekitarnya, bila dilihat sumber daya alam yang ada serta perkembangan Balikpapan yang secara ekonomis baik, cukup membuat pemerintah kolonial cukup khawatir bila daerah ini mendapat serangan dari lawan. Tidak heran bila pemerintah kolonial menempatkan banyak pasukan KNIL beserta persenjataannya disini, lebih banyak dibanding daerah lain di luar pulau Jawa.
Balikpapan yang dihuni juga oleh orang-orang Eropa juga memiliki tempat berkumpul orang-orang Eropa, societeit. Tempat dimana orang-rang kulit putih bisa berdansa. Tidak ada orang-orang pribumi di dalamnya, kecuali sebagai pelayan. Banyak rumah-rumah bergaya indies dibangun, karena pengaruh Belanda di Balikpapan. Orang-orang Eropa di Hindia Belanda adalah orang-orang yang berusaha mempertahankan jatidiri ke-Eropa-an mereka.
Dalam hal pendidikan dan gaya hidup sehari-hari, orang-orang Eropa di Indonesia selalu ingin seperti berada di Eropa. Itulah mengapa beberapa fasilitas seperti Societeit didirikan—dilokasi yang sekarang bernama Banua Patra, masih tanah milik Pertamina Balikpapan.
Dahulunya, tahun 1939, Balikpapan memiliki perkampungan Cina. Saat ini tidak ada lagi sisa dari perkampungan Cina itu. Tidak diketahui kapan perkampungan Cina itu menghilang. Bekas kampung Cina itu sekarang menjadi lahan Markas KODAM VI/Tanjung Pura di jalan Jenderal Sudirman.[vi]
Kemungkinan orang-orang Cina pada itu tidak seluruhnya berprofesi sebagai pedagang—sebagian orang-orang Cina itu mungkin bekerja sebagai kuli di BPM. Khususnya orang-orang Cina yang baru datang di Balikpapan dan belum memiliki modal untuk berdagang. Orang-orang Cina di Balikpapan tidak lagi memiliki perkampungan sendiri seperti orang-orang Bugis di kampung Baru. Orang-orang Cina di Balikpapan sekarang menyebar di daerah-daerah perniagaan yang ramai karena bisa dipastikan orang-orang Cina di Balikpapan bergerak di bidang perdagangan. Mereka biasa membuka usaha dipinggir jalan kota Balikpapan yang ramai.
Diseberang perkampungan Cina, terdapat pasar daerah.[vii] Pasar ini mungkin tidak seramai pasar Klandasan sekarang. Jumlah penduduk Balikpapan pastinya belum seramai sekarang. Orang Cina memang tidak pernah jauh dari dunia dagang. Keberadaan pasar daerah yang dibangun pemerintah kolonial itu bisa jadi ikut maramaikan dan melokalisasi orang-orang Cina di Balikpapan. Lokasi pasar yang lain selain di Klandasan ini adalah di Kampung Baru.
Fasilitas olahraga dan pendidikan kota Balikpapan kala itu tetaplah sama seperti saat ini—di sekitar Lapangan Merdeka. Lapangan Merdeka dulunya disebut Votbalveld (lapangan sepak bola). Jalan-jalan disekitar Votbalveld tidak banyak berubah pada dekade 1990an. Meski nama berubah, tetap saja artinya sama. Seperti sportlaan yang berubah menjadi Jalan Sport/Olahraga dan Jalan sekolah dulunya adalah Schoolweg. Dari namanya, Schoolweg, seperti memberi petunjuk bahwa pernah ada sekolah yang eksis pada tahun 1939 disekitar sekolah itu. Saat ini, di daerah itu terdapat SD dan SMP KPS, juga SMP Patra Darma II milik Pertamina disana. Dulunya lapangan-lapangan di sisi kanan dan kiri Lapangan Merdeka belum ada. Kedua sisi lapangan itu dulunya terdapat bangunan.
Untuk orang-orang yang butuh perawatan medis, Balikpapan pada tahun 1939, telah memiliki dua rumah sakit: BPM Hospitaal (Rumah sakit Pertamina sekarang); Juliana Hospitaal—yang letaknya tidak jauh dari BPM Hospitaal. Rumah sakit terakhir sudah tidak ada lagi sekarang—mungkin hilang setalah pemboman sekutu ketika PD II hampir berakhir dan kepergian orang-orang Belanda dari Balikpapan.[viii] Rumah sakit BPM pastinya diperuntukan bagi karyawan BPM di Balikpapan. Sebagai perusahaan besar yang dilapangan penuh resiko, seperti kecelekaan kerja di kilang, kehadiran rumah sakit BPM jelas sangat penting dan sangat dibutuhkan oleh pegawai lapangan BPM dan bagi perusahaan sendiri. Sedang rumah sakit Juliana tidak diketahui secara pasti statusnya, bisa jadi rumah sakit umum. Letak rumah sakit itu seperti terhalang oleh rumah sakit BPM.
Orang-orang Eropa umumnya hidup secara eksklusif dan menolak pembauran dengan pribumi oleh karenanya, pergaulan dengan orang-orang pribumi jelas dibatasi. Kebijakan perusahaan BPM yang menyangkut fasilitas karyawan khususnya yang Eropa tentunya berusaha untuk menjadi sebagian Balikpapan sebagai perkampungan Eropa, bila tidak mampu murni Eropa maka yang Indis pun tidak masalah, asal jangan sama dengan pribumi. Keberadaan masyarakat Eropa yang tidak sepenuhnya mampu mengadopsi budaya eEropa secara murni—sungguh beruntung mereka bisa berkompromi dengan memgkombinasi budaya Eropa dengan sedikit beradabtasi dengan budaya lokal pribumi dalam konsep yang disebut Indis. Balikpapan, dengan komunitas Eropa dan sisa-sisa bangunan yang semi Eropa dan Indonesia, adalah salah satu ruang yang pernah menjadi kehidupan kebudayaan Indis pada masa kolonialisasi Hindia Belanda.
Sebelumnya, pada abad XIX, orang-orang Eropa di Indonesia sebisa mungkin menjaga kemurnian ke-Eropa-annya. Mereka lakukan itu dalam dunia pendidikan anak-anak mereka. Anak-anak di sekolah dasar ELS adalah untuk dijadikan seorang Eropa (Belanda). Dari sini jurang pemisah antara Belanda dan Hindia dibangun dengan tajam. Pendidikan dan status sosial telah dijadikan tembok antara Orang Eropa-Belanda dengan pribumi, antara penguasa dengan rakyat yang dikuasai. Hal ini tentu terpikir dalam benak orang-orang Belanda di Balikpapan. Mereka harus menjaga kemurnian ras dan menjaga prestise mereka dalam masyarakat kolonial dan pendidikan—apalagi pendidikan dasar—sangat penting untuk hal itu. Tidak heran bila pendidikan dasar lebih diperuntukan untuk orang-orang Eropa, seperti di ELS yang Eropasentris.
Pendidikan di Balikpapan pada masa kolonial mungkin jauh lebih terbelakang di Bandingkan Sulawesi Selatan. hanya ada sekolah tingkat dasar—mungkin menengah milik pemerintah—saja di kota ini. Sekolah tingkat atas hanya terdapat di pulau Jawa seperi AMS atau HBS dan sangat tidak memungkinkan untuk diadakan diluar pulau Jawa dalam jumlah besar karena sekolah itu lebih diperuntukan bagi orang-orang Eropa—diluar Jawa, jumlah orang-oranjg Eropa begitu sedikit. Di daerah-daerah luar pulau Jawa jumlah pegawai lebih sedikit—ditambah sedikit pegawai swasta dan para misionaris yang jumlah jauh lebih sedikit dibanding pegawai swasta.
Di Kalimanatan Timur, sejak 1916, berdiri Europe Leger School, termasuk juga di Balikpapan memiliki populasi orang-orang Eropa. Sekolah khususn anak-anak Eropa ini begitu penting bagi orang-orang Eropa. Hal ini tentu saja menimbulkan masalah karena politik diskriminatif Belanda yang hanya peduli pada orang-orang Eropa saja. Awalnya orang-orang pribumi berpikiran maju itu mendirikan HIS partikelir di Samarinda tahun 1923 yang dipimpin oleh Masdar. Setelah diadalkan Rapat terbuka tahun 1926 oleh tokoh-tokoh pergerakan Kalitim maka lahir tuntutan kepada pemerintah olonial untuk segera mendirikan HIS pemerintah yang diperuntukan anak-anak Indonesia. tuntutan itu dipenuhi oleh pemerintah pada tahun 1928, dimana di Balikpapan berdiri HIS milik pemerintah kolonial. pendidikan di kalimantan timur hanya sebatas pendidikan dasar modern saja. Untuk pendidikan Menengah, seorang anak harus bersekolah di MULO Banjarmasin. Selain sekolah macam HIS atau ELS yang hanya bisa dimasuki oleh anak-anak orang terpandang—terdapat juga sekolah-sekolah rendahan lain, seperti Volkschool (sekolah rakyat tingkat dasar) atau Vervolschool(sekolah lanjutannya yang kadang disebut sekolah penghubung). Sekolah rendahan tadi biasanya terdapat di tiap kecamatan. [ix]
Letak dua sekolah yang tergolong elit tadi pada masa kolonial tidak ada lagi bekasnya. Pastinya, sekolah macam HIS dan ELS biasanya berada di pusat kota. Di dekat Lpangan Merdeka, dulunya ada jalan bernama Schoolweg (jalan sekolah)—ini bisa menjadi petunjuk dimana dulu pernah ada sekolah didaerah itu dan bukan tidak mungkin sekolah disitu adalah sekolah elit karena Lapangan Merdeka sejak dulu adalah daerah strategis namun relatif tenang dan nyaman untuk siswa belajar. Sekolah elit itu memeberi pelajaran kepada siswa jauh lebih baik daripada di Volkschool dan lanjutanya, Vervolgschool. Populasi penduduk dengan penghasilan tinggi yang masih jarang untuk kota sekecil Balikpapan, maka sangat tidak memenuhi syarat untuk mendirikan sekolah menengah karena kekuarangan murid. Jadi pada awal abad XX, sekolah menengah modern hanya disediakan MULO oleh pemerintah kolonial di Banjarmasin.
Kebiasaan orang-orang Belanda di Indonesia pada zaman Hindia Belanda adalah menyekolahkan anaknya di sekolah-sekolah menengah yang ada di Jawa seperti Semarang, bandung, Surabaya, atau Jakarta dan setelah lulus, anak-anak itu akan dibayai kuliahnya di Negeri Belanda. Sekolah menengah terbaik kala itu hanya terkjonsentrasi di pulau Jawa saja—seperti masih terjadi sampai sekarang.
Sebagian dari Komplek Pertamina adalah daerah pertama di Balikpapan yang mendapat pengaruh barat. Didaerah ini, dulunya adalah pemukiman pegawai BPM bangsa Eropa. Hingga saat ini daerah daerah itu masih merupakan daerah yang cukup sejak dibanding sudut-sudut lain di kota Balikpapan.
Sekitar tahun 1939, beberapa daerah ramai yang sudah berbentuk perkampungan selain komplek Pertamina yang sekarang adalah daerah Klandasan—yang sekarang ini menjadi daerah perkantoran dan perniagaan di kota Balikpapan. Ukuran lebar jalan raya disekitar klandasan sekitar 3 meter. Pola jalan ini memanjang seperti jalan Jenderal Sudirman, Jalan Yos Sudarso (Jalan Minyak), dan jalan Ahmad Yani yang sekarang. Sekitar tahun 1939, Jalan Ahmad Yani, daerah Gunung Sari masih sepi. Perkampungan Karang Bugis sudah ada saat itu. Pemukiman penduduk lokal non Belanda dan non pegawai BPM biasanya berada disekitar tanah-tanah BPM—yang sekarang dikuasai Pertamina.[x]
Somber, setidaknya sejak 1939, sudah menjadi salah satu pemasok air bagi kota Balikpapan. Hingga saat ini, melalui ‘pipa tiga’—satu jalur air dengan 3 pipa terbujur dari sober sampai komplek perumahan Pertamina Balikpapan. Panjangnya sekitar 15 km dengan mengitari perbukitan di daerah Somber, Telindung, juga Kampung Baru.
Lapangan Merdeka sejak dulu sudah menjadi alun-alun kota Balikpapan. Garnisun KNIL Balikpapn sering melakukan upacara militer di lapangan ini. Sejak 1939, lapangan Merdeka sudah ada.[xi] Lapangan ini menjadi saksi penting dalam sejarah kota Balikpapan. Sebuah tugu memperingati pendaratan Tentara Australia untuk mengalahkan Tentara Jepang masih berdiri hingga saat ini.[xii] Beberapa tahun belakangan, lapangan merdeka semakin ramai pada sabtu malam. Keramaian ini memanjang sampai Melawai. Lapangan Merdeka juga dijadikan pusat keramaian pada pagi tertentu. Setiap sore atau pagi pada hari libur, lapangan merdeka selau dijadikan tempat berolehraga, mulai dari sekedar jojing sampai sepak bola.
Disepanjang Jalan Ahmad yani yang sekarang begitu ramai, dulunya masih belum banyak terdapat bangunan penting. Arus perniagaan Balikpapan, ditahun 1939, masih terpusat di daerah Klandasan. Keramaian di daerah Pasar kampung Baru masih kalah, begitu halnya jalan Ahmad Yani yang dulunya disebit Erakan-Straat. Jalan ini dibangun oleh para pekerja yang tidak mampu membayar pajak kepada pemerintah.[xiii] Erakan Straat tidak selebar jalan besar di Klandasan. Di daerah itu dulunya hanya berupa perkampungan dengan lebar jalan tidak sebesar sekarang. Jalan itu rintisan dimana di kanan kiri jalan masih sepi karena baru ada sedikit kampung saja, kampung Gunung Sari.Gemerlap kota Balikpapan akan tampak meriah bila dipandang dari laut atau dari seberang kota Balikpapan, Penajam. Lampu-lampu kota, lampu-lampu dikilang pertamina juga lampu-lampu dari rumah penduduk diperbukitan akan membuat Balikpapn terlihat seperti hamparan bintang yang bersinar.
[i]Kalimanatan Timur: Profil Provinsi Republik Indonesia. Yayasan bakti Nusantara. h. 23.
[ii] Keresidenan Kalimanatan Barat itu membawahi 4 afdeling: Pontianak; Singkawang; Sintang; Ketapang. (Tjilik Riwut, Kalimanatan Membangun, Palangkaraya, 1979. h. 33.
[iii]Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Kalimantan Timur, terbitan Proyek Penelitian Kebudayaan Daerah Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, 1978. h.
[iv]Lihat Peta Balikpapan terbitan dinas topografi BPM skala 1:5.000 tahun 1939 (koleksi Perpustakaan Kolese Ignatius Yogyakarta. Nomor panggil: KI br/col 6 n 2 (104-141). Walau peta ini hanya memfokuskan pada daerah instalasi BPM saja, beberapa. Daerah seperti daerah Klandasan 1939 telah dideteksi oleh peta ini.
[v]Lihat Peta Balikpapan terbitan dinas topografi BPM skala 1:5.000 tahun 1939 (koleksi Perpustakaan Kolese Ignatius Yogyakarta. Nomor panggil: KI br/col 6 n 2 (104-141)..
[vi]Lihat Peta Balikpapan terbitan dinas topografi BPM skala 1:5.000 tahun 1939 (koleksi Perpustakaan Kolese Ignatius Yogyakarta. Nomor panggil: KI br/col 6 n 2 (104-141).
[vii] Lihat Peta Balikpapan terbitan dinas topografi BPM skala 1:5.000 tahun 1939 (koleksi Perpustakaan Kolese Ignatius Yogyakarta. Nomor panggil: KI br/col 6 n 2 (104-141).
[viii] Lihat Peta Balikpapan terbitan dinas topografi BPM skala 1:5.000 tahun 1939 (koleksi Perpustakaan Kolese Ignatius Yogyakarta. Nomor panggil: KI br/col 6 n 2 (104-141).
[ix]Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Kalimantan Timur, h. 21-24.
[x]Lihat Peta Balikpapan terbitan dinas topografi BPM skala 1:5.000 tahun 1939 (koleksi Perpustakaan Kolese Ignatius Yogyakarta. Nomor panggil: KI br/col 6 n 2 (104-141)
[xi] Lihat foto pada buku tentang sejarah KNIL tulisan penulis Belanda Gedenkschrift Koninklijk Nederlandsche Indische Leger, terbitan Dorddrecht: Stichting Hardenskring Oud-KNIL Artilleristen Stabelan, 1990. h.
[xii]Tugu Australia, begitu orang Balikpapan menamai tugu ini, pernah ditutup oleh para mahasiswa yang terpengaruh sentimen anti Autsralia—ketika hubungan RI-Australia memburuk diakhir dekade 1990an. Mahasiswa itu seperti tidak mengerti sejarah dan hanya didorong oleh nasionalisme buta dengan menutup tugu peringatan bagi orang-orang Australia yang mebebaskan Balikpapan dari belenggu Jepang.
[xiii] Dari namanya, Erakan berarti kerja yang dilakukan sebagai pengganti pajak bagi yang tidak mampu membayar. (Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Kalimantan Timur, h. 30.)


Emas Hitam Pelumas Kota Balikpapan
Penemuan sumur minyak pertama sebagai moment penting kelahiran kota balikpapan. Hari penemuan itu seolah mengawali sebuah kehidupan baru bagi sebuah tanah yang kini bernama Balikpapan itu. Hari pengeboran sumur minyak pertama terjadi pada tanggal 10 Februari 1897 oleh Perusahaan Mathilda—yang merupakan perjanjian dan kerjasama antara J.H. Menten dan Mr. Adams dari Firma Samuel & Co. Berdasarkan Seminar Sejarah Kota Balikpapan 1 Desember 1984, tanggal pengeboran minyak bumi pertama di Balikpapan sebagai hari jadi kota Balikpapan.[i] Sumur minyak pertama ini lalu dikenal sebagai sumur Mathilda.
Penemuan sumber minyak juga tidak hanya terjadi di Balikpapan saja tetapi juga di daerah-daerah lain di Kalimantan Timur, seperti Sanga-sanga, Samboja, Muara Badak. Wilayah-wilayah itu tadinya termasuk dalam kesultanan Kutai Kertanegara. Kemudian beberapa orang industrialis Belanda dengan dukungan pemerintah Hindia Belanda membeli tanah-tanah itu, untuk mendapatkan konsesi atas kekayaan yang ada di dalam tanahnya dari Sultan Kutai Kartanegara. Begitu juga Balikpapan yang sebelumnya termasuuk dalam wilayah swapraja Kutai.[ii]
Balikpapan menjadi awal dari perkembangan BPM juga. Balikpapan adalah pusat pengolahan minyak dengan produksi minyak yang tergolong 3 besar setalah Plaju dan Pangkalan Brandan di masa kolonial. kelahiran Balikpapan, juga tidak jauh dari kelahiran sebuah kongsi dagang besar bernama De Bataafsche Petroleum Maatshappij NV—orang-orang selama beberapa dekade lebih sering menyebutnya BPM.
pada 1890 di Negeri Belanda didirikan N.V. Koninklijk Nederlandsche Maatschappij tot exploitatie van Petroleumbronnen in Nedrlandsche Indie. Sejak awal berdirinya, perusahaan ini berusaha untuk menyatukan perusahaan-perusahaan yang bergerak dibidang perminyakan juga. Mereka berniat membangun korporasi perminyakan besar. Ada beberapa perusahaan perminyakan di Indonesia pada akhir abad XIX itu, seperti: De Tarakan, De Sumatra Palembang, De Moesi Ilir, De Moeara Enim, De Dordtsche dan De Nederlands Indische Industrie en Handel Maatschappij. Nama terakhir adalah milik Shell Transport & Trading Co. perusahaan minyak awalnya mendatangkan kijing-kijing dari daerah koloni untuk dijadikan hiasan pada kotak maupun benda-benda lain. Kijing ini akhirnya dijadikan lambang dalam bisnis, dimana kijing ini kemudian terkenal di seluruh dunia—sekalipun sudah tidak ada sangkut pautnya dengan perminyakan.
Butuh waktu yang tidak sedikit untuk bisa menyatukan beberapa perusahaan tadi untuk menjadi sebuah korporasi minyak yang besar. Penyatuan antara Koninklijk Nederlandsche Maatschappij tot exploitatie van Petroleumbronnen in Nederlandsche Indie dengan Nederlands Indische Industrie en Handel Maatschappij terjadi tahun 1907. Di Kalimanatan, mereka sudah memiliki konsesi minyak di Tarakan dan Balikpapan—dengan perbandingan saham keduanya 60:40.[iii]
Dalam korporasi itu, BPM bertugas untuk mencari dan mengolah minyak tanah, kemudian Anglo Saxon Petroleum Company yang akan mengangkutnya. Modal awal yang dimiliki BPM ketika berdiri ditahun 1890 adalah f 13.000.000. Setelah terjadi merger dengan Shell, modal itu bertambah lagi hingga f 40.000.000, tahun 1907. Ketika Perang Dunia Pertama Meletus, modal itu meningkat lagi menjadi f 56.000.000. Begitu juga ketika Perang Dunia II, modal BPM sudah naik menjadi f 500.000.000. Bahkan beberapa tahun sebelum aset BPM punah dari Indonesia, ditahun 1949, modal BPM mencapai f 908.000.000.
Untuk mengelola minyak saja, BPM membutuhkan banyak tenaga. Tahun 1949 saja, terdapat 256.000 orang pegawai BPM di dunia. Untuk daerah operasi di Indonesia, terdapat 32.000 orang pegawai. Beberapa diantaranya terdapat di Balikpapan.[iv]
Sejak awal berdirinya, BPM telah mengalami zaman keemasannya. Produksi minyak mereka tergolong tinggi. Puncak dari tingginya produksi BPM terjadi pada masa Perang Dunia II. Karena BPM semakin besar, beberapa anak perusahaan akhirnya didirikan, seperti Nederlandsche Aard 0112 Maatschappij dan Nederlandsche Nieuw Guinea Petroleum Maatschappij. Jadi wilayah kerja, yang terbilang besar bagi perusahaan ini, ditambah lagi selain Balikpapan yakni Jambi dan Papua—dimana mereka memiliki tanah seluar 10.000.000 hektar yang dikerjakan dengan peralatan yang terbilang modern untuk ukuran pada waktu itu.
Tolok ukur betapa besarnya Balikpapan sebagai wilayah operasi BPM terlihat dari banyaknya peralatan yang ada di Balikpapan. Di balikpapan terdapat 201 unit kendaraan biasa; 22 unit bis; 375 unit prahoto; 181 unit trailer; 85 unit traktor; 108 unit traktor ulat; 46 unit traktor pengangkut. Disekitar perairan Balikpapan sendiri beberapa besar pengangkut minyak bisa bersandar—dengan rincian 82 unit kapal berbobot dibawah 100 ton; 24 kapal berbobot 100 ton; 10 kapal berbobot diatas 100 ton; juga sebuah kapal berbobot 700 ton. Selain kapal pengangkut, juga terdapat 46 kapal lain yang terdiri dari 6 penyusur pantai; 16 unit kapal Sungai; 24 kapal penumpang.
Pegawai-pegawai BPM, baik di balikpapan atau di Tarakan, dari mandor sampai pegawai tinggi kehidupannya terjamin—sampai pada anak-anak mereka. Para pegawai BPM diberikan berbagai fasilitas hidup terbaik, untuk taraf Kalimanatan. Pegawai BPM biasanya mendapatkan perumahan nyaman—yang masih tersisa dalam komplek Perumahan Pertamina Balikpapan sekarang. Kebutuhan hidup pegawai dan pensiunan dihari tua seorang pegawai BPM biasanya terpenuhi.
Beberapa tempat yang menjadi komplek pengolahan minyak BPM beserta lahan-lahan pendukunya itu sekarang telah menjadi lahan milik Pertamina.[v]
Kaum kapitalis minyak yang beroperasi di Balikpapan, juga daerah lain di Indonesia, mengundang banyak orang masuk daerah itu. Mereka biasa menawarkan diri untuk menjadi tenaga kasar. Banyak kuli-kuli yang terdapat di Balikpapan. Seperti dalam film Moeder Dao, dimana direkam kegiatan kuli di bengkel kereta—namun bukan kereta api melinkan hanya trem yang sudah tidak ada lagi jejaknya sekarang ini.
Hingga saat ini, minyak masih menjadi bagian penting dari kota Balikpapan. Keberadaan pengolahan minyak, disamping sektor ekonomi lain, menjadi penggerak perekonomian Balikpapan. Perusahaan minyak besar di Balikpapan, setidaknya, menyerap sebagian angkatan kerja Balikpapan.[vi]
Ditahun 1919 Balikpapan sudah menjadi lokasi perindustrian pengolahan minyak yang dipegang oleh BPM.[vii] Balikpapan di tahun 1917, seperti yang tertuang dalam Encyclopedy Nederlandsch Indie, menghasilkan beberapa beberapa komoditas yang berbahan dasar dari minyak bumi. Seperti lilin, parafin dsb.
Balikpapan yang mengolah minyak dari beberapa daerah disekitar Balikpapan—seperti Tarakan yang baru dibuka tahun 1900. Dari pengolahan minyak di Balikpapan, minyak bumi itu diolah menjadi parafin, solar, minyak tanah, lilin, bensin dan sebagainya. Karena hal ini Balikpapan menjadi kota industri minyak sekaligus pelabuhan ekspor yang sangat penting. Pada masa kolonial, Balikpapan daerah penghasil minyak ke-2 terbesar setelah Palembang. Pada urutan 3 adalah Langkat, Pangkalan Brandan.[viii]
Tentu saja dikunjungi kapal-kapal besar yang mengangkut minyak untuk dikonsumsi oleh pabrik-pabrik milik kaum indsutrialis-Kapitalis Negara maju. Monopoli pelayaran minyak itu dipegang oleh KPM—perusahaan pelayaran milik Belanda. Kapal-kapal KPM juga mengisi bahan bakarnya dari kilang-kilang yang dikelola BPM di Balikpapan.[ix]
Menurut data statistik tahun 1938, di daerah selat Makassar, terdapat 3 pelabuhan yang sering dikunjungi KPM: Banjarmasin, Balikpapan dan Tarakan. Banjarmasin dikunjungi 178 kapal (dengan besar 413.000 M/3); Tarakan dikunjungi 112 kapal (dengan besar 310.000 M/3): Balikpapan dikunjungi 353 kapal (dengan besar 847.000 M/3). Hasil tambang yang diangkut dari Balikpapan untuk diekspor pada tahun 1938 adalah sebesar 1.700.000 ton—dari Palembang sebagai penghasil nomor satu mencapai 2.700.000 ton.[x]
Kilang minyak yang besar dan kehadiran kapal-kapal KPM yang membawa minyak dari Balikpapan menjadi bukti betapa Balikpapan sedang mengalami perkembangannya sebagai sebuah kota industri. Tidak menutup kemungkinan industri minyak Balikpapan mampu bertahan dari dampak depresi ekonomi dunia pasca 1930an. Ketika industri lain kolaps, minyak sebagai sumber tenaga penggerak tentu saja bisa bertahan dibanding industri lain. Karena minyak pula Balikpapan mampu berkembang menjadi sebuah kota—ditengah sepresi ekonomi yang melanda dunia.
Tentu saja Balikpapan pada dekade itu masih berupa kota kecil dengan pemukiman penduduk dan keramaian yang terpusat di daerah pesisir pantai, Klandasan. Daerah kilng minyak adalah daerah berbahaya dengan potensi minyaknya yang bisa menghancurkan satu kota bila terkena api. Seperti yang terjadi pada 10 Mei 1919, dimana kilang minyak terbakar dan menghabiskan 3.500 bensin milik BPM.[xi]
[i]Letaknya masih berada di komplek kilang Pertamina Jalan Yos Sudarso sekarang. (http://www.balikpapan.go.id/index.php?option=com_balikpapan&task=sejarah: http://id.wikipedia.org/wiki/balikpapan)
[ii] http://www.kaltimpost.web.id/berita/index.asp?berita=balikpapan&id=191540: http://www.balikpapan.go.id/index.php?option=com_balikpapan&task=sejarah: http://id.wikipedia.org/wiki/balikpapan
[iii] Sebelumnya, Asiatic Petroleum Company Limited yang kemudian berganti nama menjadi Shell Petroleum Company. Dimana perusahaan ini dibantu oleh perusahaan-perusahaan dari Rothschild. Shell kemudian identik dengan Rockfellor. (Republik Indonesia: Kalimantan terbitan Kementrian Penerangan, 1955. h. 222.) Dalam dunia perminyakan, ini kapitalis berlatar belakang Yahudi macam Rothschild dan Rockfellor juga ikut bermain.
[iv] Republik Indonesia: Kalimantan, h. 223.
[v] Republik Indonesia: Kalimantan, h. 223.
[vi] Moeder Dao adalah film dokumenter Hindia Belanda antara tahun 1912 sampai 1936. beberapa kondisi Hindia Belanda selama 24 tahun itu, awalnya adalah film-film dokumenter terpisah-pisah. Semua film yang terpisah-pisah itu dikumpulkan Vincent Mannikendam, sang sutradara lalu lahirlah film Moeder Dao ini.
[vii]Kalimanatan Timur: Profil Provinsi Republik Indonesia. Yayasan Bakti Nusantara. h. 55-56.
[viii]Sejarah Pelayaran Niaga Di Indonesia , Indonesia, Yayasan Pusat Studi Pelayaran Niaga, 2002. h. 117-119.
[ix]Sejarah Pelayaran Nusantara, h. 147.
[x] Sejarah Pelayaran Nusantara, h. 120-125.
[xi] Berita ini dikawatkan residen Oosterborneo afdeling di Banjarmasin kepada pemerintah pusat di Jakarta. (Djawi Kondo, 18 Mei 1919)