Kamis, November 22, 2007

Perang Kota Di Balikpapan (23-24 Januari 1942)
Kesulitan Jepang untuk mengalahkan Tentara Belanda yang telah dibantu sekutu, lebih terletak di Pulau Jawa. Pulau dimana kekuatan militer Belanda dipusatkan jauh hari sebelum perang Dunia II.[i] Hanya butuh waktu tidak lebih dari 2 minggu untuk membuat pasukan macam KNIL bertekut lutut dan bubar. Pertahanan atas kota Balikpapan yang telah dilindungi batalyon KNIL yang berkedudukan di Klandasan. Pasukan KNIL yang profesional itu tidak mamapu menahan maju pasukan khusus Jepang, Katai. Pasukan itu beraksi seperti pasukan pendarat Marinir. Pasukan Katai itu berhasil menerobos pertahanan KNIL—mereka terlatih untuk melakukan infiltrasi ke pusat pertahanan lawan ditengah hujan tembakan dari musuh. Pasukan Katai maju terlebih dahulu kedarat dan sebisa mungkin membangun kubu untuk menyerang. Tidak lama setelah pasukan Katai mendarat, pasukan dalam jumlah besar akan datang meyerbu. Pernah penyusupan pasukan Katai disekitar Sungai Wain dan Somber terindetifikasi patroli Belanda dan patroli itu melaporkan sambil meminta bantuan kepada Kompi II batalyon VI KNIL. Kendati teridentifikasi, tetap saja sudah terlambat, pasukan Katai dan pasukan Jepang lainnya sudah berdatangan dan siap menyerang. Kompi KNIL yang dikerahkan untuk menghambat pasukan Jepang itu hanya bisa menyelamatkan baterai Meriam sebelum pergi dari lokasi pendaratan pasukan Jepang yang terlanjur kuat itu. [ii]
Kompi II KNIL itu akhirnya menyusun kekuatan untuk menhambat Jepang di sisi selatan kali Somber. Pertahanan kali Somber sedianya adalah untuk menahan masuknya Jepang ke daerah pengunduran diri kekuatan Belanda di pedalaman karena posisi kota Balikpapan sudah nyaris jatuh ke tangan Jepang yang semakin maju. Rupanya, pasukan Jepang begitu memperhatikan posisi selatan kali Sumber itu. Serangan pasukan Jepang pun akhirnya semakin meluas hingga kearah selatan Balikpapan. Serdadu KNIL yang berusaha memeprtahankan Somber itu cukup berhasil awalnya untuk menbahan laju serbuan Jepang kearah Sungai Wain. Kekuatan militer Belanda yang tersisa lalu diusahakan untuk mengkonsentrasikan diri di Somber setelah mendengar informasi akan ada serangan Jepang ke arah Timur kota, kearah Somber. Sayangnya pasukan yang diharapkan tidak datang seperti yang diharapkan karena harus bertempur di Spinggan dan Klandasan untuk mempertahankan Balikpapan.[iii]
Pasukan Jepang disekitar Sungai Wain itu adalah pasukan penyerbu Jepang yang teridentifikasi oleh KNIL. Pasukan KNIL di Balikpapan, hampir tidak menyangka akan ada pasukan lain yang akan menyerbu mereka dari Klandasan dan Sepinggan. Konsentrasi KNIL yang semula diperuntukan untuk daerah Somber kemudianb terbagi dan semakin tidak jelas. Ketika pasukan cadangan akan diberangkatkan ke Somber, mereka harus menghadapi tentara Jpeang yang muncul secara tiba-tiba di Klandasan. Ini sudah membuat repot KNIL. Setelah ada informasi, daerah Sepinggan telah jatuh ke tangan Jepang. Akhirnya pasukan cadangan tadi terpecah. Ada yang bertahan di Klandasan dan sebagian harus menahan gerak laju serdadu Jepang di Sepinggan agar tidak masuk terlalu banyak ke pusat kota. Di Sepinggan rupanya telah didarati pasukan Jepang dari 17 kapal angkut tentara. Keuntungan Jepang merebut Sepinggan menjadi kurang berarti karena lapangan terbang Sepinggan telah dibumihanguskan—karenanya pesawat tempur Jepang tidak bisa mendarat sehingga harus kembali ke Tarakan.Pecahan pasukan cadangan tentu saja tidak akan mampu menahan maju tentara Jepang yang jumlahnya banyak itu. Posisi pasukan KNIL dan milisi yang tersebar semakin mengacaukan pertahanan kota dan memperlemah detasemen KNIL dan para milisi. Karena Daerah Somber juga sudah tertutup sebagai tempat pengunduran diri maka pasukan Belanda tidak bisa mundur lagi sementara pasukan penyerbu Jepang hampir menyentuh pusat kota.[iv]
Pasukan penyerbu Jepang dalam jumlah besar dari Sepinggan bergerak ke barat untuk mencapai kota. Sementara itu, Klandasan yang sudah mendapat serangan lalu semakin lemah, apalagi pasukan Jepang yang menyerang bertambah banyak. Keadaan itu hanya memberi dua pilihan kepada komandan garnisun KNIL di Balikpapan. Pertama memperkuat pertahanan garnisun Balikpapan yang semakin lemah dengan pasukan-pasukan tersisa: satu peleton pasukan infanteri KNIL, satu peleton milisi cadangan dan satu seksi senapan mesin. Pilihan kedua adalah mengosongkan garis pertahanan Klandasan yang semakin rapuh dengan mundur kearah utara kota Balikpapan. Akhirnya pilihan kedua diambil dan melaporkan keputusan itu kepada petinggi militer di Bandung. Sebelum meninggalkan Klnadasan, segala macam kebutuhan perang yang sulit dibawa disingkarkan. Stasiun radio, lampu sorot, meriam dan amunisi yang tidak bisa dibawa kemudian dihancurkan agar tidak jatuh ketangan Jepang. Dari Klandasan, pasukan KNIL dan milisi pendukungnya menuju daerah Karang Anyar.[v]
Rencannya, sisa-sisa pasukan itu akan menuju Banjaramasin atau Samarinda II. Namun ini masih sulit karena pasukan Jepang telah menduduki jalan-jalan ke arah pedalaman di sekitar Sungai Wain. Akhirnya pasukan Kompi II mendapat tugas untuk menerobos jalan itu. Pukul 09.30 pasukan kompi II dengan truk Overvalkwagen yang dilengkapi senapan mesin membuka serangan. Prajurit Jepang terkejut ketika rentetam tembakan dari truk yang berusaha menerobos jalan-jalan yang dikuasai tentara Jepang. Serbuan kompi II itu berhenti di dekat stasiun pompa Sungai Wain, dimana pasukan Jepang yang menduduki stasiun pompa itu bersiaga. Akhirnya pasukan lain yang tidak menerobos bermanauver melambung menghindari pantauan serdadu Jepang untuk menuju Sungai Wain—dimana telah terdapat sebuah gudang perlengkapan milik Belanda.[vi]
Melihat pasukannya kehabisan tenaga karena hampir dua hari bertempur dan nayaris tanpa istirahat, maka komandan KNIL yang memimpin itu diputuskan untuk pergi saja ke Banjarmasin. Tujuan ke Banjarmasin itu akhirnya dibatalkan karena jalan-jalan kecil Semoi dan Tanah Grogot telah dikuasai Tentara Jepang. Akhirnya pasukan-pasukan itu memutuskan untuk pergi ke Samarinda II—dimana terdapat pangkalan rahasia Belanda. Pasukan Belanda yang lolos itu setidaknya terdiri dari 200 orang serdadu KNIL.
Dari satu batalyon yang jumlahnya mungkin lebih dari 500 orang serdadu KNIL, hanya 200 orang saja yang berhasil dari tangan Jepang di Balikpapan. Diantara sekian ratus serdadu KNIL dan milisi dari kalangan sipil itu, telah menjadi tawanan Jepang di dalam kota Balikpapan. Sebagian besar dari mereka nasibnya tidak jelas setelah perang berakhir. Bisa dipastikan orang-orang sipil Belanda yang tersisa merasakan hidup sebagai tawanan perang di kamp internir. Mereka baru bebas setelah pendaratan sekutu pada pertengahan tahun 1945 di Balikpapan. Orang-orang Belanda yang sebelumnya menjadi tuan di kota Balikpapan itu kini menjadi orang-orang sipil kelas 2—orang-orang pribumi yang sebelumnya menjadi suruhan kini menjadi orang-orang sipil kelas 1 sedang serdadu Jepang tentu bukan orang sipil, mereka hanya sebagai penguasa militer.
Catatan Kaki:
[i] R.P. Suyono, Peperangan Kerajaan Di Nusantara: Penelusuran Kepustakaan Sejarah, Jakarta, Grasindo. 2003.h. 340.
[ii]Agus Suprapto, , Perang Berebut Minyak: Peranan Strategis Pangkalan Minyak Kalimanatan Timur dalam Perang Asia Pasifik 1942-1945, Sanarinda, Lembaga Pariwara kalimantan Timur, 1996h. 69-71.
[iii]Agus Suprapto, h. 69-71.
[iv]Agus Suprapto, h. 72-73.
[v]Agus Suprapto, h. 73-74.
[vi]Pasukan Belanda di sekitar stasiun pompa itu sempat bertemu dengan petugas telegrafis Belanda yang berhasil melarikan diri dari tentara Jepang. Pukul 12.00 tanggal 23 januari, satu hari sebelum bertemu pasukan itu, petugas telegrafis itu ditangkap oleh serdadu Jepang. Rencananya, petugas telegrafis itu akan dibawa ke kota Balikpapan. Ketika pasukan Jepang yang menawannya menjadap serangan dari peleton KNIL. Petusa itu melarikan diri. Kebenaranan cerita petugas telegrafis itu dibenarkan oleh patsukan KNOIL yang berusaha mengintai stasiun pompa air Sungai Wain (Agus Suprapto, h. 74-75).

Tidak ada komentar: