Ini Negeri memang punya banyak Pahlawan, namun bukan berarti semuanya harus dijadikan Pahlawan Nasional. Harusnya, kita semua sadar Pahlawan yang baik adalah bukan (melulu) Pahlawan Nasional, tapi pahlawan yang bisa diteladani.
"Bangsa besar, adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya, begitu kata Sukarno. Tapi, apakah Sukarno berpesan bahwa semua orang yang berjasa dalam pergerakan nasional maupun dalam revolusi fisik 1945-1949 harus 'di-Pahlawan-Nasionalkan'?
Percaya atau tidak, kita semua butuh pahlawan. Setidaknya untuk menyemangati kita atau sekedar membuat kita bangga akan apa yang kita punya. Pahlawan itu bisa siapa saja, entah yang masuk dalam daftar Pahlawan Nasional atau yang tidak sama sekali. Tak harus Jenderal Sudirman yang harus jadi pahlawan atau inspirator kita semua, bisa kakek kita, orang tua kita, saudara kita, kawan kita atau siapapun itu selama itu baik untuk hidup kita semua.
Dulu, sedari kecil, anak Indonesia diarahkan untuk percaya bahwasanya Pahlawan itu suci tanpa cela. Bersyukur saya kuliah sejarah 7 tahun (gak asal kuliah pastinya!!!), hingga akhirnya saya tahu, kalau ada pahlawan yang diangkat orde baru ternyata 'pengkhianat' dalam sudut pandang saya. Saya sebut dia 'pahlawan gadungan saja, karena tak baik sebut namanya. Saya sadar sekali kalau ini pahlawan gadungan tak sejalan dengan cita-cita revolusi Indonesia. Dia bukannya loyal pada Pemimpinnya, tapi malah 'main mata' dengan musuh revolusi. Ini pahlawan gadungan hidupnya mewah, tapi bawahannya kere merana. Masih mending kere hore rame-rame, dimana semua boleh kere tapi senang bersama yang mimpin maunpun dipimpin. Nah, ini Pahlawan gadungan mujur abis. Bayangkan, hidup enak di Menteng, tak lama setelah mampus jadi pahlawan--dengan gelar yang harus saya tertawakan. (Maafkan sahaya pembaca yang budiman, saya tak bisa sebutkan apa gelarnya? Silahkan tebak sendiri).
Terkait dengan pengangkatan T.B Simatupang, ada pihak-pihak suka tapi ada pihak-pihak yang curiga. Nah pihak yang curiga ini bukanlah orang-orang yang keberatan atas pengangkatan itu. Karena, selama pengabdiannya di Tentara Nasioanal Indonesia (yang tak begitu panjang) dia turut membentuk dan memperkuat organisasi ketentaraan dalam melawan KNIL/KL pimpinan Jenderal Spoor, Simatupang tergolong bersih dan bisa dicontoh. Orang yang layak jadi pahlawan juga.
Orang-orang akan curiga akan maksud pengangkatan Simatupang sebagai Pahlawan. Maksud sejatinya, bukan ingin menghargai, bahkan meneladani Simatupang sebagai seorang perwira pemikir di kala perang yang penuh bahaya, tapi justeru bukan apa-apa di militer pada masa damai. Lihat saja, si pemberi gelar apa berani meneladani Simatupang?
"Ada undang dibalik batu," begitu kata orang-orang yang curiga. Dulu rezim Suharto juga menjadikan Abdul Haris Nasution sebagai Jenderal Bintang Lima. Itu mungkin cara agar Suharto juga layak jadi bintang lima. Karena, Nasution lebih pintar dan terbukti kepemimpinannya di tentara. Dan juga mengangkat Sudirman yang jelas heroiknya memimpin perang diatas tandu. Karena dua nama tadi harus disebut, maka diangkatlah mereka jadi jenderal bintang lima. Agar gelar jenderal bintang lima layak bagi Suharto.
Lalu, bagaimana dengan maksud pengangkatan Simatupang? Mungkin akan ada nama lain setelah Simatupang? Ada yang curiga Suharto bakal diangkat. bahkan Sarwo Edhi Wibowo. Itu loh menanti eSBeYe. Ehm sebuah penghinaan bagi akal sehat dan hak azasi manusia. Menjadikan pembunuh sebagai Pahlawan bukan cara menghargai jasa pra pahlawan atau menjadikan Indonesia besar. Itu hanya kan menjadikan Indonesia jadi bangsa biadab. Itu memalukan di mata dunia luar dan Insyallah melahirkan para pembunuh baru. Mengangkat Sarwo Edhi atau Suharto sebagai Pahlawan berarti merusak karakter bangsa Indonesia!
Nah. Idealnya, dalam sudut pandang saya. Pahlawan yang baik adalah pahlawan yang bisa diteladani. Pahlawan ini mungkin ada diantara jajaran pahlawan nasional. Bahkan diluar daftar pahlawan nasional. Tak masalah, selama dia bisa memberikan teladan yang baik dari jasa-jasanya dialah pahlawan sejati.Pahlawan yang baik itu bukan pahlawan yang sekedar masuk daftar pahlawan nasional versi pemerintah, karena pemerintah kadang ngibul dan khilaf kalau ngasih gelar. Pahlawan yang baik itu yang orang yang jasa-jasanya layak kita teladani agar kita menjadikan kehidupan lebih baik.
Saya tidak bermaksud merusak hari Pahlawan yang pembaca semua rayakan dengan cara masing-masing. Saya enggan merayakan karena kita semua selalu terpaku pada para Pahlawan yang hanya ada di daftar Pahlawan Nasional dan kita melupakan Pahlawan yang dekat dengan hidup kita. Entah itu orangtua, nenek moyang, saudara, kawan atau siapa saja. Anda semua pasti punya orang-orang terdekat dengan berjasa dalam hidup Anda. Karena manusia mahluk sosial yang tak bisa hidup sendiri. Bukan hal mudah meniru Robinson Cruso.
Tak perlu kita angkat terlalu banyak pahlawan. Buat apa Anda menyebut nama mereka, tanpa meneladani. Jangan sampai karena terlalu banyak nama pahlawan nasional generasi muda akan muntah-muntah menghafalnya! Pahlawan yang diteladani sebetulnya cukup dengan orang-orang yang ada disekitar mereka. Itu justeru malah sia-sia. Anak muda gak butuh orang bergelar pahlawan nasional, tapi cukup orang yang bisa ditaladani dan menyemangati mereka berjuang. Itulah kenapa Rhoma Irama yang saat ini nampak konyol lebih diidolakan ketimbang Sudirman Yani Cs.
Ingat!!! (saya harus ulangi!) Pahlawan yang baik adalah pahlawan yang bisa diteladani (jasa-jasanya)!!! Bukan (melulu) Pahlawan Nasional. Selamat hari Pahlawan Kawan-kawan tercinta!!!
"Sejarah akan bicara dari mulut anak-anaknya. Sejarah ada karena manusia ada. Hingga akhir dunia sejarah akan tetap ada."
Minggu, November 10, 2013
Cukup Sudah Pahlawan Nasionalnya!!!
Langganan:
Postingan (Atom)