Hari ini tak dimulai dari tadi pagi, tapi sebelumnya lagi, begitulah monolog awal dalam film Mengejar Matahari. Tak ada hari ini tanpa kemarin. Tak ada esok tanpa hari ini dan kemarin.Sejarah bukan sembarang referensi! Faktanya, dengan belajar dari sejarah kita bisa membuat sejarah!!!
Kata orang, sejarah adalah masa-lalu. Pikiran macam itu menyesatkan mereka pada akhirnya, akhirnya mereka apatis pada banyak hal. Mereka seperti tak paham jika apa yang mereka lakukan hari ini akan menentukan di masa depan. Setidaknya, ada 2 alasan mengapa kita harus belajar sejarah:
Pertama, Tidak Mengulang Kesalahan Sama, Lupa adalah penyakit kronis manusia. Sangat penting bagi manusia untuk berjuang melawan lupa. Lupa, seperti kata Milan Kundera, adalah rezim paling berbahaya dan mengerikan. Lupa akan membuat kebodohan terulang kembali. Ada pepatah Belanda yang menyebutkan, “seekor keledai tidak akan jatuh pada lubang yang sama.” Maksudnya, kesalahan di masa lalu janganlah sampai terulang kembali di masa sekarang maupun di masa mendatang. Ada banyak contoh kesalahan fatal yang terulang. Diantaranya, serbuan Hitler ke Rusia di musim dingin yang gagal. Dingin salju menghambat pergerakan pasukan menyerang Rusia. Seabad sebelumnya, Napoleon pernah melakukannya dan gagal juga. Sebagai penyuka pelajaran sejarah, Hitler nampaknya tidak belajar dari sejarah.
Kedua, Menjadi Bijak. Mengambil keputusan adalah hal penting. Perlu banyak bahan pertimbangan untuk mengambil keputusan. Sangat perlu sekali bagi para pengambil keputusan untuk menengok ke masa lalu. Hal ini karena sejarah memiliki arah gerak. dengan melihat arah gerak, maka semakin banyak hal yang bisa diramalkan apa yang mungkin terjadi di masa depan. Tak ada yang salah dengan belajar dari masa lalu. Dari situ kekuatan bisa diukur. Untuk melangkah, kita harus paham potensi kita berdasar pengalaman. Contoh orang yang menjadi bijak dengan belajar dari sejarah paling terkenal adalah: Negara sekutu pemenan perang dunia II (1939-1945), tidak memperlakukan Jerman sebagai Negara yang kalah perang seperti pecundang yang dibebani banyak hutang dan terhina seperti pasca Perang Dunia I (1914-1918). Pasca PD II, Jerman bahkan dibantu memulihkan keadaan, meski Jerman agak dibatasi dalam masalah militer. Pasca PD I negara sekutu tak bijak dengan membebani Jerman banyak hutang dan membuat Jerman terhina. Akhirnya, Jerman bangkit lagi dan PD II meletus. Sikap Negara sekutu pasca PD II, cukup berhasil Jerman tak bisa berperang lagi.
Sialnya, terutama di Indonesia, pelajaran sejarah jelas-jelas tidak membumi. Hingga orang-orang Indonesia pada umumnya dibuat tidak cerdas dengan mengatakan, “sejarah itu (pelajaran) hafalan.” Sebenarnya, ketidakcerdasan itu dibangun oleh sekelompok pihak yang ingin menjauhkan orang Indonesia masa depan dari sejarah mereka. Metode hafalan, yang sangat dibenci itu, dipaksakan pada semua siswa. Yang semula suka pun bisa jadi benci pada pelajaran sejarah. Apalagi yang tidak suka otomatis jadi semakin membenci. Sementara pemerintah (Indonesia) sangat suka sekali menjelali pelajaran sejarah di sekolah dengan sekian banyak materi yang wajib hafal. Mungkin ada tujuan, ketika sejarah tak disukai dan dijauhi maka orang-orang Indonesia tak kenal dirinya dan identitasnya. Setidaknya, dijauhkan dari kebenaran sejarah. Dengan begitu orang Indonesia hanya jadi robot baik kaum penguasa tertentu.
Manusia tak paham sejarah, tentu tak beda dengan robot atau binatang. Yang dengan mudah digiring. Artinya metode hafalan bisa merusak bahkan menghilangkan humanisme seseorang. Mereka akan sulit belajar dari sejarah dan rentan mengulangi kesalahan yang sama. Pelajaran sejarah sudah diajarkan secara salah. Dan cukup terlihat jelas hasilnya. Orang-orang selalu memandang jika sejarah itu melulu bicara tokoh-tokoh besar yang nyaris jadi manusia “setengah dewa,” dan buku sejarah dijadikan “kitab suci.” Padahal buku sejarah atau historiografi adalah rekonstruksi yang masih bisa diperdebatkan dan bukan kebenaran mutlak.Akhirnya, pelajaran sejarah pun jadi mirip pelajaran agama!!!
Tak ada waktu lagi untuk menunda, meski sulit kita harus luruskan. Sejarah bukan hafalan soal masa lalu. Tanamkan, bahwa kenyataannya sejarah itu rangkaian panjang yang belum selesai. Sejarah itu kemarin, saat ini dan esok. Dan kita semua adalah pelaku sejarah yang membuat sejarah! Lalu kenapa kita harus menengok ke masa lalu? Atau kenapa harus baca buku sejarah? Itu karena masa lalu adalah referensi penting untuk membandingkan dan mencari tahu mana yang baik untuk kita semua agar esok hidup kita menjadi lebih baik.
Yang tak kalah penting juga; buku sejarah pada dasarnya rekonstruksi yang mereka masa-lalu. Jadi, sejarah bukan kebenaran mutlak yang layak dipercaya, meski sejarawan berusaha mendekati kebenaran. Kebenaran sejarawan itu jelas nisbi (relative). Sejarah itu sejatinya pelajaran seharusnya membuat kita berpikir dan mereka-reka masa-lalu.
Jangan samakan sejarawan dengan Nabi!!! Buku sejarah jelas-jelas bukan kitab suci!! Jika kita memaksakan diri untuk percaya sepenuhnya pada kebenaran buku sejarah (terutama versi pemerintah), maka itu sama saja dengan musyrik bagi orang Islam yang cuma harus percaya pada kebenaran Tuhan. Jika begitu yang percaya pada kebenaran buku sejarah bikinan sejarawan, mungkin boleh dibilang kafir. Nah Jaksa Agung yang memaksakan buku sejarah versi Nugroho Susanto sebagai kebenaran, layak juga disebut kafir..hehehehe
Tak penting rasanya berdebat, mana buku yang paling benar! Yang terpenting adalah, mencari tahu dengan akal sehat kita sendiri. Setelahnya, berusaha memaknai masa lalu untuk bekal menghadapi hari ini dan hari esok.
Satu hal yang tak kalah penting untuk kita yakini adalah jika sejarah adalah hari ini. Apa yang kita lakukan hari ini akan mempengaruhi hari esok. Kita harus sadar jika sejarah itu dibuat oleh kita sendiri bukan oleh orang besar saja. Dan semua orang kecil sebenarnya juga bagian penting dalam pembentukan sejarah dunia.