Saya harus mengaku dosa, terlambat dengar Pink Floyd, piringan hitam yang ada cuma Led Zeppelin, Deep Purple, dan yang menye2 macam Bee Gees.
Sebagai manusia yang lahir di paruh pertama dekade 1980an, sudah takdirnya untuk jalani masa puber di tahun 1990an. Apa yang kami dengar, lihat dan entah apa saja di dekade 1990an, asal sesuai hati kami akan terima dengan cengar-cengir. Masa edan itu sudah lewat pastinya. Masa-masa dimana musik bisa menggugah semangat. Demam K-Pop waktu itu cuma mimpi di siang bolong. Musik pop cengeng pun bisa menghentak. Bahkan boybands pun, walo sudah banyak yang ngece, tetap cool dan tidak menjijikan untuk dilihat. Ini tulisan, jelas subyektif saya, sebagai pemberontak gak jelas, penggemar rock (yang biasanya sok ngaku Pink Floydian sejati) yang masih ada secelah toleransi terhadap music pop, dangdut bahkan India. Tak pernah ada bayangan demam K-Pop akan jadi seperti wabah kolera seperti saat ini. Maklum, jaman itu televisi swasta masih sehat pikirannya, karena masih kasih putar film-film lawas. Kita bisa nonton film tahun 1970an. Ada Benyamin S, Rano Karno, dan lainnya termasuk yang sekarang nyebelin macam Haji Rhoma Irama. Semua itu, walo jadoel, tetap saja keren sebetulnya. Musik yang lagi nge-Trend bisa dilihat dari televisi swasta macam SCTV. Karena belum melek internet, kami puas dengan music-musik yang sebetulnya ngetrend di akhir 1980an, tapi masih garang, bahkan lebih garang di decade 1990an, macam Guns n Roses; Metallica; Yngwey Malmsten dan sebangsanya. Waktu kecil, ada lagu John Lennon yang sering saya dengar waktu kecil, Imagine. “Mama saya berteriak, ‘ayo lekas mandi!!’ pada pukul lima sore. John Lennon nyanyikan Imagine di TVRI pada pukul lima sore” (mohon ampun pada Fredrico Garcia Lorca). Saya hanya dengar lagu itu, tapi tahu apa judul lagu bahkan penyanyinya. Saya baru tahu Imagine itu karyanya Lennon anggotanya Beatles. Soal Beatles sendiri, saya pertama kali tahu itu kekurang-ajaran mereka sama Imelda Marcos. Waktu Madam Marcos yang korup tak terkira itu, ngundang show di istana, John bilang, “kalau mau pertunjukan, datang saja ke kamar kami.” Itulah rasa hormat pertama saya untuk Beatles dan Lenon pastinya. Belakangan baru dengar lagunya. Saya menyesal sekali kenal lagu mereka juga. Waktu itu, di decade jahiliyah itu, saya belum tahu kalau itu juga Britpop. Seorang paman saya bernama Heri Purwanto, yang doyan putar MTV, kasih lihat saya Blur dan Oasis. Juga Collective Soul. Sayang, sence rock saya memble. Sampai belakangan aufklarung (pencerahan) datang pada saya dan saya sadar itu semua band-band keren. Saya juga terlambat kenal Nirvana. Sial!! Maklum gagap trend. Tapi, ada pusaka keluarga, satu-satunya barang paling natik dan mewah keluarga kami bernama piringan hitam, mesin pemutarnya merek Philips. Keluarga kami kere tapi saya bangga punya itu barang. Dari piringan hitam itu saya dengar Lennon, Santana, Led Zeppelin, Deep Purple, Grand Funk Railroad, dan yang menye2 Bee Gees. Dulu hanya sebatas dengar dan belum menikmati. Beberapa hari silam, saya dengar lagu terkini (berdasar ukuran saya), Gara-Gara Kahitna judulnya, enyang dibawakan Project Pop. Dimana disinggung beberapa lagu-lagu Kahitna yang ngetop macem: Andai Dia Tahu; Cantik; Tak Sebebas Merpati dan lainnya. Sudah saya bilang, toleransi kuping saya cukup bagus. Musik Indonesia macam Kahitna; Java Jive, Dewa19, Kla Project; Humania; Indie bisa masuk juga. Dan sedikit-sedikit dengar Slank, waktu Pay, Indra sama Bongky masih ngendon di Gang Pot Lot. Agak beruntung juga, berteman sama anak-anak yang usianya agak tua, akhirnya saya jadi bisa dengar band yang keyboardisnya jenggotan (Ahmad Dhani). Gara-gara mereka saya tahu lagu Kamulah Satu-satunya dan lagu-lagu lainya. Dari sekian banyak lagu Dewa19, Kamulah Satu-satunya paling berarti buat saya. Harus diakui, musik-musik yang bagus, masih beredar di tahun 1990an. Masa keemasan music rock yang bisa menggerakan dunia muncul kembali di tahun 1990an. Mungkinkah ini siklus 20 tahunan sejak 1969 di Woodstock? Musik 1970an muncul dengan wajah baru. Orang muda jelang 1990an akhir dengan pakai celaka mirip cutbray walau kalah cutbray 1970an. Rambut gondrong trend penting tahun 1990an. Syukurlah di Gendut Sumitro tak jadi Pangkopkamtib lagi. Nah. Di hari pertama SMA, saya masih ingat masa-masa jahiliyah itu, di bangku sebelah saya ada bocah keriting, belakangan saya tahu namanya Dwi Saputra en kadang sok kemayu kalo dipanggil Puput (biar mirip Puput Melati barangkali). Belakangan kami jadi sahabat baik, salah satu sababat baik yang seperti sodara. Nah ini bocah dengan tengilnya ngoceh tentang Guns n Roses. Sudah pasti saya tidak paham. Tidak!!
Lama-lama tiap ke rumahnya, selalu putar lagu-lagu rock lawas. Dan lama-lama terbiasa. Celana sobek mulai dipakai, begitu juga baju belel gak jelasnya. Mulailah mimpi-mimpi jadi seniman terbentuk, ya sebut saja seniman tanpa visi. Yang penting sok nyeni. Kata kawan saya Erang, dalam tubuh manusia itu mengalir jiwa seni. Setidaknya, air kencing saja disebut air seni. Luar biasa! Karena penasaran sama Nirvana, pinjamlah saya kasetnya Nirvana., yang album Nevermind dari Dewi Asih—temen baik juga en netral dalam pergaulan. Salute voor Jij Sista!!! Dengan tebengan tape itu lagu saya denger juga dan anak tetangga yang masih ingusan pun seneng sama musiknya. Saya sebelumnya tidak tahu kalau Kurt Cobain yang bunuh diri itu adalah vokalis dan gitaris Nirvana yang ngetop dengan jurus 3 chord-nya. Betapa hinanya kuping saya. Entah nikmat music rock keren mana lagi yang saya dustakan? Harus diakui, saya lebih dulu membaca majalah baru dengar lagu keren. Dulu, saya agak rajin beli majalah HAI. Majalah yang cowok banget dan gak menye2 macam aneka, kawanku dll. Dari majalah itu saya mulai ngikuti, walau bukan menikmati music rock. Maklum ada rasa tidak sreg dengan genre music jaman SMA macam: Korn, Limbizkid, Linkin Park (yang saya ingat lirik lagunya: “soooolikin mati, ketiban radioooo”) Masa kuliah adalah masa pengenalan teknologi buat saya. Terimakasihyang tiada tara kepada Tri Sutanto (kita sebut saja Adoel, sahabat yang mirip saudara) yang ngajari saya memakai computer dan menyalakan WInamp. (Maaf kawan saya primitive soal itu). Juga kawan Herry Prabowo (yang baru saja berhenti melajang, jangan tanya kapan saya nikah!!!) yang suka bagi-bagi dengar music keren en ngajak nonton konser band2 Jogja (yang dalam ukuran sayacukup enak didengar ketimbang K-pop. Juga Beny yang rajin sasay puter kaset Led Zeppelinnya. Saya mulai memburu, entah membaca majalah music, pinjam kaset, beli cd bajakan band keren macam U2 atau Queen. Di masa-masa kuliah saya baru bisa merasakan kerennya lagu cinta bernama Creep miliknya Radiohead. Saya tahu lagu ini cari bacaan. Radio juga membantu saya mencari music terbaik yang pernah ada dalam sejarah dunia. Ada banyak lagu saya bajak dari radio, banyak yang saya tidak tahu. Bahkan lagu yang isinya alunan piano yang disusul sama teriakan suara tinggi yang keren abis. Belakangan saya tahu itu Great Gig in the Sky yang tulis Richard Wrigth (Pink Floyd). Saya tak pernah tahu apa saja lagu Pink Floyd, namun karena bacaan saya jadi tahu mereka Band ekperimental yang doyan bikin music gak biasa. Lalu soal Syd Barret yang gila. Roger Water yang dominan macam Dhani Dewa19. Saya lebih dulu tahu soal personil Pink Floyd, seperti halnya saya tahu personil Beatles. Bacaan lebih cepat saya tangkap ketimbang music. Terlambat lulus kuliah karena menjual skripsi saya(yang jadi buku pertama saya) sendiri adalah anugrah luar biasa. Muhidin M Dahlan dan Zen RS, senior waktu kuliah di IKIP Jogja, menampung magang saya jadi esais sejarah disitu ada mahluk bernama An Ismanto yang doyan putar music. Itulah pertama kalinya saya dengar Shine on You Crazy Diamond yang legendaris itu. Tidak!! Keren abis!!!! Secara tak sengaja saya temukan lagu favorit saya: Green is the Colour. Lagu itu selalu saya putar waktu ngetik, naik sepeda melawan arus pejalan kaki Malioboro. Telat lulus memang berkah. Saya jadi makin kenal Pink Floyd waktu kerja di Patehan (Jogja) dan Veteran (Jakarta). Lagu Us and Them pun saya dengar juga. Soal lagu ini disukai pemabuk, bukan urusan saya. Tak perlu negak alcohol atau pakai narkoba untuk mabuk, cukup dengar Pink Floyd. Tuhan, ampuni hambamu ini yang mendustakan kerennya music Pink Floyd.