Iri sekali pada kehidupan Afrikaner yang pernah menolong Indonesia ini. Selain penjelajahan, karya tulisnya sangat menarik.
Suatu kali, murid saya bertanya, “apakah orang-orang Belanda jahat waktu revolusi?” Sebagai guru sejarah, yang harus jujur. Beruntung, waktu SMP saya pernah membaca sosok pria Inggris, yang saya kira orang baik. Laurent van der Post. Ayah baptis Pangeran William dari Inggris. Tentunya pria ini hanya salah satu dari sekian orang bule yang baik pada Indonesia. Dari namanya, dia turunan Belanda. Dia lahir pada 13 Desember 1906, di Afrika Selatan. Ayahnya memang keturunan Belanda, yang jadi pengacara dan politisi di Afrika Selatan. Ayahnya punya perpustakaan yang memanjakan mata dan pikiran Laurent akan bacaan. Laurent muda anti rasialisme yang dijunjung tinggi penguasa kulit putih Afrika Selatan. Laurent juga kulit putih, tak sendirian dia melawan rasialisme. Jauh sebelum Nelson Mandela kesohor akan penentangannya pada rasialisme, Laurent mudah sudah menulis artikel anti rasialisme. Kemungkinan, dia menulis soal itu ketika dirinya jadi jurnalis miskin di Afrika Selatan.
Ketika Perang Dunia melanda Eropa, Laurent secara sukarela bergabung dengan tentara Inggris (1940). Setelah pelatihan, dia jadi kapten di bagian intelejen. Dia pernah dikirim ke Afrika Timur, sebelum akhirnya dikirim ke Hindia Belanda (nama Indonesia sebelum Indonesia merdeka). Dengan pangkat mayor, dia memimpin sebuah misi khusus 43. Misi ini bermaksud menyiapkan evakuasi rahasia tentara sekutu. Laurent sempat bergerilya di pedalaman Jawa Barat melawan Jepang setelah Hindia Belanda menyerah kalah pada Jepang di Kalijati Subang (8 Maret 1942). Sebelumnya akhirnya menyerah juga pada serdadu Jepang, pada 20 April 1942. Laurent mengalami masa-masa menderita tanpa kepastian sebagai tawan perang Jepang. Dia sempat menempati kamp interniran di Sukabumi dan Bandung. Meski penuh tekanan, dan nyaris frustasi, dirinya tetap berusaha melakukan hal positif, seperti berternak dan membuat kampus belajar sejarah di dalam kamp tawanan. Sekedar sibuk di dalam kamp yang terkurung tanpa kepastian, sangat membantu melawan frustasi. Pengalaman sebagai tawanan Jepang di Jawa, banyak memberinya inspirasi dalam menulis kisah-kisah yang tertuang dalam bukunya: A Bar of Shadow (1954), The Seed and the Sower (1963) and The Night of the New Moon(1970). Sebuah film yang berjudul Merry Chrismast Mr Lawrence, yang dimainkan juga oleh David Bowie, pernah dibuat tahun 1983. Belakangan, ketika dirinya tak muda lagi, Laurent terkenal sebegai penulis terkenal. Setelah Jepang menyerah, Laurent tak langsung mudik. Laurent memilih menetap di Indonesia selama lebih dari setahun. Dia menjadi mediator antara pihak Indonesia dengan Belanda dalam sengketa yang kita sebut revolusi Indonesia. Sukarno dan Hatta sangat percaya pada perwira penghubung Inggris ini. Nampaknya, apa yang dilakukannya menguntungkan Indonesia. Laurent memberikan peringatan kepada Perdana Inggris Clement Attlee dan Panglima Inggris di Asia, Sir Louis Mountbatten, tentang revolusi Indonesia yang tak bisa dihindari. Dia bahkan memperingatkan para menteri Kerajaan Belanda. Belakangan, November 1946, Inggris pun tarik pasukannya dari Indonesia. Toch tugas pasukan sekutu, melucuti serdadu Nippon Jepang dan membebaskan tawanan tunai sudah. Tak ada alasan bagi Inggris menembaki orang Indonesia lagi, hanya menguntungkan pihak Belanda saja.
Laurent pun ditunjuk jadi atase Inggris di Jakarta, meski tak lama. Tahun 1947, Laurent pun menyelesaikan masa tugasnya di Indonesia. Tak ada lagi serdadu Inggris di Indonesia. Sebelum ke Inggris, Sukarno titip salam pada orangtua Laurent. Masa dinas militernya diakhiri, dia menyandang pangkat terakhir koloenl dan mendapat gelar Sir dari kerajaan Inggris. Namun, meski kulitnya putih, atas pedulinya pada Afrika, disejatinya Afrikaner. Yang dilakukan sebagai orang sipil adalah: menulis sebagai wartawan dan novelis, yang kemudian terkenal. Dia masih terus bertualang, termasuk ke Afrika da bertemu orang-orang Bushman. Dan sepertinya tetap anti apartheid yang kemudian dilawan keras oleh Nelson Mandela. Begitulah tentang yang saya anggap petualang keren sekaligus penulis. Senang mengetik namanya tiga kali di halaman 67 skripsi terakhir saya, Pribumi Jadi KNIL. Pria ini menikmati masa tuanya, hingga 16 Desember 1996, sebagai pria terhormat—setidaknya sebagai laki-laki baik-baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar