Kamis, November 29, 2012

Soejarso: Opsir Paling Bejo Tempo Doeloe

Tak kejar pangkat, tapi inilah bekas Opsir KNIL paling mujur. Jadi Jenderal dan menikahi Perempuan pujaan kepala Negara dari Kraton Solo.

Pemuda ini terkesan kurang ajar bagi pemerintah Belanda di jaman kolonial. Pemuda ini bukan kominis. Juga bukan perusuh yang mengganggu ketentraman. Dia anak sekolahan, tak bakat jadi perusuh.
Suatu hari di tahun 1930an, di Bandung diadakan pemutaran film. Saat dinyanyikan lagu kebangsaan Belanda—Wilhelmus van Nassau—untuk menghormati Ratu Wilhelmina, semua orang harus berdiri. Tak mau bikin masalah, orang Indonesia, uka tidak suka harus berdiri. Tapi,  Soejarso Soerjosoerarso tidak mau berdiri padahal semua hadirin berdiri. Karakter kerasnya mirip Pangeran Samber Nyowo.
Bukan masalah besar karena pemuda itu tidak ditahan PID.[1] Tapi, hiup Soerjosoerarso kemudian menjadi bahan intaian PID saja. Ketika itu Soejarso masih sekolah di HBS[2] Bandung.  

Soerjo Soerarso prajurit turunan Kraton

Jadi Opsir KNIL
Soejarso, pemuda kelahiran tahun 1916 itu, akhirnya masuk KMA[3] Breda (Akademi Militer). Selama menjadi Kadet KMA Soejarso Soerjosoerarso adalah kadet yang telah mendapat pengawasan dari pimpinan KMA. Ketika menjadi KMA Breda, Soejarso sebenarnya sudah mulai berhati-hati. Dia tidak berdekatan dengan orang-orang pergerakan atau semacamnya.[4]
Tahun 1939, Soejarso dinyatakan lulus dan diangkat menjadivaandrig (calon perwira). Soejarso lalu kembali ke Indonesia sebagai perwira KNIL. Konon di bedinas di Infanteri, namun setelah bergabung dengan TNI dia ditempatkan di Kaveleri. Soejarso berdinas hampir 3 tahun di KNIL.  Soejarso, konon, pernah menjadi salah satu instruktur di KMA Bandung—dimana A.H. Nasution, T.B. Simatupang dan A.E Kawilarang jadi kadet. Sebelum 1942, pangkat Soejarso sudah Letnan Dua.  
Setelah KNIL kalah dan bubar, Soejarso tak lagi jadi opsir KNIL. Dia lalu menjadi inspektur polisi bersama Surjadi Suriadama—kelak Kepala Staf Angkatan Udara RI—yang juga letnan KNIL lulusan Breda juga. Hanya seumur jagung mereka jadi inspektur polisi.
Setelah Indonesia merdeka, mereka bergabung dengan tentara Republik. Semasa Revolusi kemerdekaan, Soejarso tak begitu dikenal. Dia memang kurang menonjolkan diri sebagai perwira. Meski pun dirinya adalah lulusan Breda. Dimana tak semua pemuda bisa belajar disana. Soejarso menghabiskan karirnya di TNI sebagai komandan di korps kaveleri. Terakhir pangkatnya adalah Mayor Jenderal TNI.
             Nasution, bekas muridnya dan juga bawahannya selama di KNIL,  pernah bercerita tentang Seojarso, saat ada pergeseran di detasemennya, Soerjo Soelarso protes dengan cara datang dan duduk diam di ruang kerja Nasution. Sikap Soejarso adalah sikap bangsawan Jawa. Dia memang masih terhitung keluarga Pangeran  Mangkunegaran.
            Banyak orang percaya, Soejarso adalah perwira tanpa ambisi. Dia tak begitu ingin jadi panglima seperti banyak perwira lain.

Pilihan  Gusti Nurul

Majalah LIFE edisi 25 Januari 1937 meliput Gusti Nurul, putri Mangkunegoro VII Surakarta, yang menarikan tari serimpi di Belanda saat pernikahan Putri Juliana dan pangeran Bernhard. Gadis itu, kemudian jadi kembang di jamannya. Dia adalah gadis Kraton dengan pendidikan barat. Gusti Nurul adalah gadis kraton yang hidup dalam alam kraton yang diliputi tradisi dan alam modern sekaligus.
Gusti Nurul menari di acara pernikahan anggota keluarga kerajaan Belanda
            Sebagai perempuan manis, banyak laki-laki terpandang menaruh hati padanya. Entah dari kalangan kraton bahkan diantara pemimpin Republik sendiri. Dua dari tiga Bung pemimpin Indonesia, kecuali Bung Hatta yang dingin terhadap perempuan, Bung Karno dan Bung Syahrir menaruh hati pada Gusti Nurul.  Bung Karno, konon pernah melamarnya di tahun 1945. Bung Syahrir konon memacarinya selama 3 tahun (1946-1949).
Soerjo Soerarso dengan Gusti Nurul dalam pernikahan mereka

            Dari semua laki-laki yang pernah ada, Gusti Nurul hanya memilih Soejarso—pemuda bekas opsir KNIL—itu sebagai suaminya.  Mereka menikah pada 21 Maret 1951. Jejak Gusti Nurul bisa ditelusuri di Museum Ulen Sentalu, Sleman, DIY. Dialah satu dari sekian opsir paling bejo di Indonesia Tempo Doeloe. Sudah jadi Mayor Jenderal dan dapat Putri idaman para orang besar tempo doeloe juga. Betul betul heibat! 


[1] PID: Politiek Intelichten Dienst

[2] HBS: Hogare Burger School (Sekolah menengah yang lamanya lima tahun)

[3] KMA: Koninklijk Militaire Academie (Akademi Militer Kerajaan)

[4] Buku Kenang-kenangan Alumni KMA Breda, op. cit., hlm. 83.

Tidak ada komentar: