Ketika orang bodoh hanya bisa menanti sejarah turun dari langit tanpa melakukan apapun, maka hanya orang pintar yang menjalankan mandat Tuhan untuk membuat sejarah.
Sejarah itu dibuat. Tuhan memang mencipta semuanya, tapi manusia yang sebetulnya beruntunglah yang diberi mandat untuk membuat sejarah. Sejarah yang kita bicarakan disini, sejarah bukan sekedar cerita apalagi omong kosong, tapi sejarah sebagai sesuatu yang terjadi. Jadi ketika kita sedang lakukan sesuatu, sebenarnya kita sedang membuat sejarah. “Kau tak akan pernah tahu takdirmu,” begitu dalam film Benyamin Button. Itu bukti keagungan Tuhan Yang Maha Adil. Betapa demokratisnya Tuhan dengan memberi kita pilihan dan kesempatan untuk membuat sejarah. Setidaknya sejarah kita sendiri. Sebuah sejarah kecil, yang jika kita maknai juga tak kalah indah dengan sejarah besar. Merubah sejarah (nasib) adalah hak manusia. Nasib manusia sejatinya ditentukan bagaimana perjuangannya. Begitupun sejarah seorang anak manusia ditentukan oleh kerja kerasnya. Semua murid saya tahu apa itu kerja keras. Mereka pun sedang membuat sejarah mereka sendiri. Dimana pun mereka berada, mereka sedang malakukannya. Sejarah itu perjalanan hidup. Berjalan adalah berjuang. Alkisah, hiduplah seorang murid saya bernama Ridho Damara. Tolong jangan bayangkan dia setampan Donnie Damara waktu masih muda dulu! Ibu Ridho Seorang Guru Bahasa Indonesia di sebuah sekolah di Sumatera Selatan. Wajah Ridho adalah wajah-wajah yang tidak meyakinkan.
Doa ibunya agar Ridho setampan Donnie Damara, nampaknya tidak terkabul. Tapi, Ridho setidaknya lebih pintar daripada Donnie Damara. Itu menurut saya, imajinasi bocah ini cukup tinggi. Dia bisa memikirkan apa yang orang lain tidak pikirkan. Serupa dengan kawan sepadepokannya di SMAN Sumsel, seperti Area Ganra, Otan, Hendro dan lainnya. Mereka adalah orang kreatif dan kelas pekerja yang tangguh. Ridho sendiri berbakat stand up Comedy. Mereka tergolong sebagai orang yang saya saluti. Meski kepintaran mereka tak terlihat secara konvensional, mereka bisa bikin saya kagum. Tiap kali mengobrol tidak serius dengan mereka, saya merasa terkagum-kagum. Mereka bisa bicara ngalor-ngidul, tapi isi omongan mereka sangat berisi. Tak kalah dengan mahasiswa. Tak hanya itu, mereka juga pekerja keras yang bisa diandalkan. Mereka bisa menjadi konseptor yang kenal medan sekaligus eksekutor yang bersemangat. Tak semua orang bisa seperti mereka. Lulusan universitas bergaji tinggi, yang katanya konseptor, yang kadang nangkring di kantor saya, tidak bisa setangguh Ridho cs.
Ridho tergolong manusia yang sering jatuh bangun. Entah dalam pelajaran atau non pelajaran di sekolah. Jika orang lain butuh waktu lama untuk bangkit, maka Ridho tak butuh waktu. Dia cepat bangkit, ibarat petinju yang habis dipukul jatuh, Ridho sudah bangkit sebelum wasit menghitung 1 sampai 10. Ridho seperti Kakeknya yang pejuang veteran 45—yang dulu ikutan Pertempuran Lima Hari Lima Malam melawan serdadu Inggris. Ridho tak butuh waktu lama untuk bergalau. Waktu tinggal satu asrama dengan bocah ini, saya belum pernah lihat dia galau waktu malam minggu. Ridho termasuk pejuang yang bisa bikin gempar asrama. Kegemparan ini bisa bikin seisi asrama tersenyum bahagia. Ridho siap melakukan apa saja. Termasuk beli Bread Talk untuk mengguncang dunia. Pernah di suatu minggu pagi asrama gempar. Rupanya Ridho berhasil memutus talipusar kejombloannya. Seisi asrama seperti dapat durian runtuh. Dan, untuk kesekian kalinya saya terkagum-kagum sama ini bocah keren.
Setelah lama tak berjumpa dengan Ridho, saya dengar kabar yang sangat menggemparkan dunia persilatan di Sampoerna Academy. Ridho, yang secara pandangan konvensional dunia pendidikan Indonesia biasa-biasa saja dan kadang seperti nyaris tenggelam, telah diterima di kampus bergengsi di Indonesia Raya bernama UGM. Fakultas Kedokteran Hewan UGM menerimanya sebagai mahasiswa. UGM adalah mimpi ribuan anak Indonesia. Ridho akan jadi orang Jogja—sebuah kota yang berbudaya itu. Saya bisa bayangkan girangnya bocah ini. Dia meraih apa yang tidak bisa saya raih. Dua kali daftar UGM saya gagal, tapi Ridho diterima. Belakangan, saya dengar kabar yang mengurangi senyum saya. Ridho cabut dari kampus impian itu. Dia mengubur dalam-dalam salah satu mimpinya, jadi dokter hewan. Padahal, Ridho bisa merawat kucing-kucing buangan tak terurus di Jakabaring yang terhitung jumlahnya. Saya merasa kehilangan satu calon dokter hewan itu. Dia melewatkan banyak soal apa yang anak muda butuh: buku, pesta dan cinta. Usut-usut, kami dapat kabar Ridho rela cabut dari UGM demi ujudkan keinginan ibunya, masuk STAN biar jadi akuntan. Ridho tak ingin jadi Malin Kundang yang durhaka pada ibunya lalu jadi batu. Bayangan kami, kalau Ridho jadi batu, maka patungnya akan diletakan ditengah-tengah Bundaran Jakabaring oleh Area cs. Tiap minggu mereka akan menabur bunga sebagai tanda solidaritas persahabatan. Sebuah kisah yang buruk tentunya, dan Ridho tak ingin seperti itu. Dan Ridho pun kembali ke Palembang yang penuh kenangan itu. Sekali lagi bocah ini membuat saya terkagum-kagum. Begitulah salah satu cerita anak manusia yang menjebol sejarah. Diterima UGM lalu melepaskannya demi ibunya. Itu bukan bentuk penyerahan, tapi pendewasaan dengan membahagiakan orang lain. Ridho alumni SMAN SUMSEL pertama yang jadi mahasiswa Kedokteran Hewan UGM. Ridho satu dari sekian orang yang pernah jadi murid saya sekaligus satu dari penjebol sejarah yang saya kenal. Ridho sadar akan mandat dari Tuhan yang harus dia jalankan, menjebol sejarah. Kami bangga padamu boi! Tetap jadi yang terbaik!!