Kamis, November 22, 2007


Emas Hitam Pelumas Kota Balikpapan
Penemuan sumur minyak pertama sebagai moment penting kelahiran kota balikpapan. Hari penemuan itu seolah mengawali sebuah kehidupan baru bagi sebuah tanah yang kini bernama Balikpapan itu. Hari pengeboran sumur minyak pertama terjadi pada tanggal 10 Februari 1897 oleh Perusahaan Mathilda—yang merupakan perjanjian dan kerjasama antara J.H. Menten dan Mr. Adams dari Firma Samuel & Co. Berdasarkan Seminar Sejarah Kota Balikpapan 1 Desember 1984, tanggal pengeboran minyak bumi pertama di Balikpapan sebagai hari jadi kota Balikpapan.[i] Sumur minyak pertama ini lalu dikenal sebagai sumur Mathilda.
Penemuan sumber minyak juga tidak hanya terjadi di Balikpapan saja tetapi juga di daerah-daerah lain di Kalimantan Timur, seperti Sanga-sanga, Samboja, Muara Badak. Wilayah-wilayah itu tadinya termasuk dalam kesultanan Kutai Kertanegara. Kemudian beberapa orang industrialis Belanda dengan dukungan pemerintah Hindia Belanda membeli tanah-tanah itu, untuk mendapatkan konsesi atas kekayaan yang ada di dalam tanahnya dari Sultan Kutai Kartanegara. Begitu juga Balikpapan yang sebelumnya termasuuk dalam wilayah swapraja Kutai.[ii]
Balikpapan menjadi awal dari perkembangan BPM juga. Balikpapan adalah pusat pengolahan minyak dengan produksi minyak yang tergolong 3 besar setalah Plaju dan Pangkalan Brandan di masa kolonial. kelahiran Balikpapan, juga tidak jauh dari kelahiran sebuah kongsi dagang besar bernama De Bataafsche Petroleum Maatshappij NV—orang-orang selama beberapa dekade lebih sering menyebutnya BPM.
pada 1890 di Negeri Belanda didirikan N.V. Koninklijk Nederlandsche Maatschappij tot exploitatie van Petroleumbronnen in Nedrlandsche Indie. Sejak awal berdirinya, perusahaan ini berusaha untuk menyatukan perusahaan-perusahaan yang bergerak dibidang perminyakan juga. Mereka berniat membangun korporasi perminyakan besar. Ada beberapa perusahaan perminyakan di Indonesia pada akhir abad XIX itu, seperti: De Tarakan, De Sumatra Palembang, De Moesi Ilir, De Moeara Enim, De Dordtsche dan De Nederlands Indische Industrie en Handel Maatschappij. Nama terakhir adalah milik Shell Transport & Trading Co. perusahaan minyak awalnya mendatangkan kijing-kijing dari daerah koloni untuk dijadikan hiasan pada kotak maupun benda-benda lain. Kijing ini akhirnya dijadikan lambang dalam bisnis, dimana kijing ini kemudian terkenal di seluruh dunia—sekalipun sudah tidak ada sangkut pautnya dengan perminyakan.
Butuh waktu yang tidak sedikit untuk bisa menyatukan beberapa perusahaan tadi untuk menjadi sebuah korporasi minyak yang besar. Penyatuan antara Koninklijk Nederlandsche Maatschappij tot exploitatie van Petroleumbronnen in Nederlandsche Indie dengan Nederlands Indische Industrie en Handel Maatschappij terjadi tahun 1907. Di Kalimanatan, mereka sudah memiliki konsesi minyak di Tarakan dan Balikpapan—dengan perbandingan saham keduanya 60:40.[iii]
Dalam korporasi itu, BPM bertugas untuk mencari dan mengolah minyak tanah, kemudian Anglo Saxon Petroleum Company yang akan mengangkutnya. Modal awal yang dimiliki BPM ketika berdiri ditahun 1890 adalah f 13.000.000. Setelah terjadi merger dengan Shell, modal itu bertambah lagi hingga f 40.000.000, tahun 1907. Ketika Perang Dunia Pertama Meletus, modal itu meningkat lagi menjadi f 56.000.000. Begitu juga ketika Perang Dunia II, modal BPM sudah naik menjadi f 500.000.000. Bahkan beberapa tahun sebelum aset BPM punah dari Indonesia, ditahun 1949, modal BPM mencapai f 908.000.000.
Untuk mengelola minyak saja, BPM membutuhkan banyak tenaga. Tahun 1949 saja, terdapat 256.000 orang pegawai BPM di dunia. Untuk daerah operasi di Indonesia, terdapat 32.000 orang pegawai. Beberapa diantaranya terdapat di Balikpapan.[iv]
Sejak awal berdirinya, BPM telah mengalami zaman keemasannya. Produksi minyak mereka tergolong tinggi. Puncak dari tingginya produksi BPM terjadi pada masa Perang Dunia II. Karena BPM semakin besar, beberapa anak perusahaan akhirnya didirikan, seperti Nederlandsche Aard 0112 Maatschappij dan Nederlandsche Nieuw Guinea Petroleum Maatschappij. Jadi wilayah kerja, yang terbilang besar bagi perusahaan ini, ditambah lagi selain Balikpapan yakni Jambi dan Papua—dimana mereka memiliki tanah seluar 10.000.000 hektar yang dikerjakan dengan peralatan yang terbilang modern untuk ukuran pada waktu itu.
Tolok ukur betapa besarnya Balikpapan sebagai wilayah operasi BPM terlihat dari banyaknya peralatan yang ada di Balikpapan. Di balikpapan terdapat 201 unit kendaraan biasa; 22 unit bis; 375 unit prahoto; 181 unit trailer; 85 unit traktor; 108 unit traktor ulat; 46 unit traktor pengangkut. Disekitar perairan Balikpapan sendiri beberapa besar pengangkut minyak bisa bersandar—dengan rincian 82 unit kapal berbobot dibawah 100 ton; 24 kapal berbobot 100 ton; 10 kapal berbobot diatas 100 ton; juga sebuah kapal berbobot 700 ton. Selain kapal pengangkut, juga terdapat 46 kapal lain yang terdiri dari 6 penyusur pantai; 16 unit kapal Sungai; 24 kapal penumpang.
Pegawai-pegawai BPM, baik di balikpapan atau di Tarakan, dari mandor sampai pegawai tinggi kehidupannya terjamin—sampai pada anak-anak mereka. Para pegawai BPM diberikan berbagai fasilitas hidup terbaik, untuk taraf Kalimanatan. Pegawai BPM biasanya mendapatkan perumahan nyaman—yang masih tersisa dalam komplek Perumahan Pertamina Balikpapan sekarang. Kebutuhan hidup pegawai dan pensiunan dihari tua seorang pegawai BPM biasanya terpenuhi.
Beberapa tempat yang menjadi komplek pengolahan minyak BPM beserta lahan-lahan pendukunya itu sekarang telah menjadi lahan milik Pertamina.[v]
Kaum kapitalis minyak yang beroperasi di Balikpapan, juga daerah lain di Indonesia, mengundang banyak orang masuk daerah itu. Mereka biasa menawarkan diri untuk menjadi tenaga kasar. Banyak kuli-kuli yang terdapat di Balikpapan. Seperti dalam film Moeder Dao, dimana direkam kegiatan kuli di bengkel kereta—namun bukan kereta api melinkan hanya trem yang sudah tidak ada lagi jejaknya sekarang ini.
Hingga saat ini, minyak masih menjadi bagian penting dari kota Balikpapan. Keberadaan pengolahan minyak, disamping sektor ekonomi lain, menjadi penggerak perekonomian Balikpapan. Perusahaan minyak besar di Balikpapan, setidaknya, menyerap sebagian angkatan kerja Balikpapan.[vi]
Ditahun 1919 Balikpapan sudah menjadi lokasi perindustrian pengolahan minyak yang dipegang oleh BPM.[vii] Balikpapan di tahun 1917, seperti yang tertuang dalam Encyclopedy Nederlandsch Indie, menghasilkan beberapa beberapa komoditas yang berbahan dasar dari minyak bumi. Seperti lilin, parafin dsb.
Balikpapan yang mengolah minyak dari beberapa daerah disekitar Balikpapan—seperti Tarakan yang baru dibuka tahun 1900. Dari pengolahan minyak di Balikpapan, minyak bumi itu diolah menjadi parafin, solar, minyak tanah, lilin, bensin dan sebagainya. Karena hal ini Balikpapan menjadi kota industri minyak sekaligus pelabuhan ekspor yang sangat penting. Pada masa kolonial, Balikpapan daerah penghasil minyak ke-2 terbesar setelah Palembang. Pada urutan 3 adalah Langkat, Pangkalan Brandan.[viii]
Tentu saja dikunjungi kapal-kapal besar yang mengangkut minyak untuk dikonsumsi oleh pabrik-pabrik milik kaum indsutrialis-Kapitalis Negara maju. Monopoli pelayaran minyak itu dipegang oleh KPM—perusahaan pelayaran milik Belanda. Kapal-kapal KPM juga mengisi bahan bakarnya dari kilang-kilang yang dikelola BPM di Balikpapan.[ix]
Menurut data statistik tahun 1938, di daerah selat Makassar, terdapat 3 pelabuhan yang sering dikunjungi KPM: Banjarmasin, Balikpapan dan Tarakan. Banjarmasin dikunjungi 178 kapal (dengan besar 413.000 M/3); Tarakan dikunjungi 112 kapal (dengan besar 310.000 M/3): Balikpapan dikunjungi 353 kapal (dengan besar 847.000 M/3). Hasil tambang yang diangkut dari Balikpapan untuk diekspor pada tahun 1938 adalah sebesar 1.700.000 ton—dari Palembang sebagai penghasil nomor satu mencapai 2.700.000 ton.[x]
Kilang minyak yang besar dan kehadiran kapal-kapal KPM yang membawa minyak dari Balikpapan menjadi bukti betapa Balikpapan sedang mengalami perkembangannya sebagai sebuah kota industri. Tidak menutup kemungkinan industri minyak Balikpapan mampu bertahan dari dampak depresi ekonomi dunia pasca 1930an. Ketika industri lain kolaps, minyak sebagai sumber tenaga penggerak tentu saja bisa bertahan dibanding industri lain. Karena minyak pula Balikpapan mampu berkembang menjadi sebuah kota—ditengah sepresi ekonomi yang melanda dunia.
Tentu saja Balikpapan pada dekade itu masih berupa kota kecil dengan pemukiman penduduk dan keramaian yang terpusat di daerah pesisir pantai, Klandasan. Daerah kilng minyak adalah daerah berbahaya dengan potensi minyaknya yang bisa menghancurkan satu kota bila terkena api. Seperti yang terjadi pada 10 Mei 1919, dimana kilang minyak terbakar dan menghabiskan 3.500 bensin milik BPM.[xi]
[i]Letaknya masih berada di komplek kilang Pertamina Jalan Yos Sudarso sekarang. (http://www.balikpapan.go.id/index.php?option=com_balikpapan&task=sejarah: http://id.wikipedia.org/wiki/balikpapan)
[ii] http://www.kaltimpost.web.id/berita/index.asp?berita=balikpapan&id=191540: http://www.balikpapan.go.id/index.php?option=com_balikpapan&task=sejarah: http://id.wikipedia.org/wiki/balikpapan
[iii] Sebelumnya, Asiatic Petroleum Company Limited yang kemudian berganti nama menjadi Shell Petroleum Company. Dimana perusahaan ini dibantu oleh perusahaan-perusahaan dari Rothschild. Shell kemudian identik dengan Rockfellor. (Republik Indonesia: Kalimantan terbitan Kementrian Penerangan, 1955. h. 222.) Dalam dunia perminyakan, ini kapitalis berlatar belakang Yahudi macam Rothschild dan Rockfellor juga ikut bermain.
[iv] Republik Indonesia: Kalimantan, h. 223.
[v] Republik Indonesia: Kalimantan, h. 223.
[vi] Moeder Dao adalah film dokumenter Hindia Belanda antara tahun 1912 sampai 1936. beberapa kondisi Hindia Belanda selama 24 tahun itu, awalnya adalah film-film dokumenter terpisah-pisah. Semua film yang terpisah-pisah itu dikumpulkan Vincent Mannikendam, sang sutradara lalu lahirlah film Moeder Dao ini.
[vii]Kalimanatan Timur: Profil Provinsi Republik Indonesia. Yayasan Bakti Nusantara. h. 55-56.
[viii]Sejarah Pelayaran Niaga Di Indonesia , Indonesia, Yayasan Pusat Studi Pelayaran Niaga, 2002. h. 117-119.
[ix]Sejarah Pelayaran Nusantara, h. 147.
[x] Sejarah Pelayaran Nusantara, h. 120-125.
[xi] Berita ini dikawatkan residen Oosterborneo afdeling di Banjarmasin kepada pemerintah pusat di Jakarta. (Djawi Kondo, 18 Mei 1919)

Tidak ada komentar: