Balikpapan Bagian Dari Indonesia
“Generaal, jaga baik-baik reffinaderij (kilang minyak) di Balikpapan”
(Pesan Presiden Sukarno pada Jenderal Sumitro)
Setelah pendaratan sekutu, keadaan dianggap aman. Semasa Revolusi kemerdekaan RI, Balikpapan sebagai kota penting dikuasai oleh Belanda. Dari kota ini, NICA beserta pasukan KNIL dan KL dipersiapkan untuk membungkam perlawanan pendukung RI yang berada diluar Balikpapan seperti di Sanga-sanga, Samboja maupun daerah lain yang posisinya agak kedalam. Tentu saja Balikpapan menjadi konsentrasi pasukan KNIL dan KL. Kendati bekerja untuk NICA, sebagian pasukan KNIL pribumi banyak yang menaruh simpati pada kemerdekaan Republik.[i]
Balikpapan setelah PD II adalah tumpukan puing-puing dari keganasan perang Pasifik. Bom-bom sekutu membabi buta menghancurkan Balikpapan yang dikuasai Tentara Jepang.
Setelah Jepang menyerah dan Balikpapan diduduki Tentara Australia yang mewakili Sekutu, sebelum bulan Agustus 1945, mulailah NICA masuk ke kota Balikpapan. NICA mulai membangun kembali bangunan-bangunan kecil untuk kepentingan tugas mereka di Balikpapan—menjadikan Balikpapan sebagi bagian dari koloni Belanda seperti sebelum PD II.[ii]
Pendudukan Jepang dan Perang Dunia tentu saja menjadi tonggak semakin memanasnya semangat anti kolonialisme bagi rakyat Asia Tenggara. Sebagian orang-orang Balikpapan ada yang dengan berani mengambil sikap untuk melawan kehadiran kembali kolonilis Belanda dalam wujud baru bernama NICA. Pada 13 Januari 1946, di Balikpapan, lahir semacam gerakan anti kolonialis-imperialis yang dipimpin oleh Kasmani dan Suganda Cs. Mereka melawan tentara NICA yang ada di Balikpapan. Beberapa prajurit Australia bersimpati pada gerakan rakyat merdeka itu. Orang-orang pro republik yang berjuang mengusir Belanda itu tidak pernah berhenti melawan. Hingga Mei 1946 mereka masih menyerang kedudukan NICA di Balikpapan.[iii]
Dibawah kuasa NICA, berdasar Staatblad no 64 tahun 1946, Balikpapan dimasukan sebagai bagian dari Residentie Oost-Borneo.[iv] Status ini tidak bertahan lama, tidak lebih dari 4 tahun, karena penandatanganan Konferensi Meja Budar yang disusul Pengembalian Kedaulatan 1949 dan kemudian Balikpapan menjadi salah satu kota yang merupakan bagian dari Republik Indonesia Serikat—yang kemudian berubah lagi menjadi Republik Indonesia.
Berita proklamsi Republik Indonesia datang terlambat di Balikpapan. Antara 1945-1946, adalah masa berbenah kota Balikpapan. Salah satunya adalah merehabilitasi Kilang Minyak yang masih berstatus milik BPM. Tidak heran bila para pekerja BPM yang pribumi—terutama yang berasal dari Jawa atau yang memiliki jiwa merdeka—lebih disibukan oleh kerja mereka di Kilang Minyak yang dihancurkan oleh Jepang ketika mereka akan kalah dalam Perang Pasifik.
Melalui para pekerja BPM dari Jawa itulah berita proklamasi akhirnya tersampaikan di Balikpapan. Berita itu ditindaklanjuti dengan sebuah rapat raksasa di Lapangan Foni—di daerah Kampung Baru—dimana lahir pernyataan sikap rakyat Balikpapan tentang dukungan mereka pada Republik Indonesia yang baru lahir. Kendati masih ada usaha dan kekuasaan Belanda di Balikpapan, tetap saja keinginan untuk tidak tunduk pada kekuasaan kolonial adalah keinginan rakyat Balikpapan juga. Rakyat Balikpapan begitu berharap akan datangnya zaman baru yang damai, zaman dimana tidak dikuasai oleh orang asing.[v]
Balikpapan tetap menjadi bagian dari industri minyak besar di Indonesia. Kilang-kilang minyak yang sudah ada sejak zaman kolonial, masih begitu berharga dimasa pemerintahan Sukarno. Kepada Brigadir Jenderal Soemitro—yang baru ditunjuk sebagai Panglima KODAM Mulawarman—Sukarno berujar: “Generaal Mitro, saya titip reffinaderij (kilang minyak) yang ada disana. Jagalah baik-baik!” Sumitro, dengan sepenuh hati lalu menjawab: “Baik, pak. Akan saya perhatikan.” Amanah Sukarno itu dijalankan Sumitro dengan menjaga stabilitas kota Balikpapan ditengah pusaran politik nasional yang kian memanas pada dekade 1960an itu. Soemitro juga tidak ragu untuk turun langsung berpatroli menjaga kilang minyak yang diamanahkan Panglima besar Revolusi kepadanya. Soemitro sendiri sering berkeliling di sekitar kilang minyak pada malam hari. Soemitro menjaga agar panas-nya situasi politik nasional tidak sampai membakar Balikpapan.[vi]
Atas usaha Sumitro, kota Balikpapan masih dianggap nyaman pada pertengahan dekade 1960an yang kacau. Balikpapan terhindar untuk menjadi ladang pembantaian orang-orang Komunis seperti yang terjadi di Jawa dan Bali—dimana telah memakan banyak korban yang mencapai angka ratusan ribu. Orang-orang Komunis, oleh Sumitro ditahan sebelum meletus G 30 S di Jakarta. Orang-orang Komunis itu banyak yang dilokalisasikan di Samboja dalam di dekat pantai.
[i] Adulrahman Karim, Kalimantan Berdjuang, Jakarta, Dinas Penerbitan Balai Pustaka, 1956. h. 35.
[ii]Tjilik Riwut, Kalimanatan Membangun, Palangkaraya, 1979. h. 106.
[iii]Tjilik Riwut, Kalimanatan Membangun, Palangkaraya, 1979. h. 106-107.
[iv] Tjilik Riwut, Kalimanatan Membangun, Palangkaraya, 1979. h. 33.
[v] (http://www.balikpapan.go.id/index.php?option=com_balikpapan&task=sejarah: http://id.wikipedia.org/wiki/balikpapan)
[vi] Ramadhan K.H, Soemitro(Mantan Pangkopkamtib): Dari Pangdam Mulawarman Sampai Pangkopkamtib,Jakarta, Pustaka Sinar Harapan, 1994. h. 22-23.
“Generaal, jaga baik-baik reffinaderij (kilang minyak) di Balikpapan”
(Pesan Presiden Sukarno pada Jenderal Sumitro)
Setelah pendaratan sekutu, keadaan dianggap aman. Semasa Revolusi kemerdekaan RI, Balikpapan sebagai kota penting dikuasai oleh Belanda. Dari kota ini, NICA beserta pasukan KNIL dan KL dipersiapkan untuk membungkam perlawanan pendukung RI yang berada diluar Balikpapan seperti di Sanga-sanga, Samboja maupun daerah lain yang posisinya agak kedalam. Tentu saja Balikpapan menjadi konsentrasi pasukan KNIL dan KL. Kendati bekerja untuk NICA, sebagian pasukan KNIL pribumi banyak yang menaruh simpati pada kemerdekaan Republik.[i]
Balikpapan setelah PD II adalah tumpukan puing-puing dari keganasan perang Pasifik. Bom-bom sekutu membabi buta menghancurkan Balikpapan yang dikuasai Tentara Jepang.
Setelah Jepang menyerah dan Balikpapan diduduki Tentara Australia yang mewakili Sekutu, sebelum bulan Agustus 1945, mulailah NICA masuk ke kota Balikpapan. NICA mulai membangun kembali bangunan-bangunan kecil untuk kepentingan tugas mereka di Balikpapan—menjadikan Balikpapan sebagi bagian dari koloni Belanda seperti sebelum PD II.[ii]
Pendudukan Jepang dan Perang Dunia tentu saja menjadi tonggak semakin memanasnya semangat anti kolonialisme bagi rakyat Asia Tenggara. Sebagian orang-orang Balikpapan ada yang dengan berani mengambil sikap untuk melawan kehadiran kembali kolonilis Belanda dalam wujud baru bernama NICA. Pada 13 Januari 1946, di Balikpapan, lahir semacam gerakan anti kolonialis-imperialis yang dipimpin oleh Kasmani dan Suganda Cs. Mereka melawan tentara NICA yang ada di Balikpapan. Beberapa prajurit Australia bersimpati pada gerakan rakyat merdeka itu. Orang-orang pro republik yang berjuang mengusir Belanda itu tidak pernah berhenti melawan. Hingga Mei 1946 mereka masih menyerang kedudukan NICA di Balikpapan.[iii]
Dibawah kuasa NICA, berdasar Staatblad no 64 tahun 1946, Balikpapan dimasukan sebagai bagian dari Residentie Oost-Borneo.[iv] Status ini tidak bertahan lama, tidak lebih dari 4 tahun, karena penandatanganan Konferensi Meja Budar yang disusul Pengembalian Kedaulatan 1949 dan kemudian Balikpapan menjadi salah satu kota yang merupakan bagian dari Republik Indonesia Serikat—yang kemudian berubah lagi menjadi Republik Indonesia.
Berita proklamsi Republik Indonesia datang terlambat di Balikpapan. Antara 1945-1946, adalah masa berbenah kota Balikpapan. Salah satunya adalah merehabilitasi Kilang Minyak yang masih berstatus milik BPM. Tidak heran bila para pekerja BPM yang pribumi—terutama yang berasal dari Jawa atau yang memiliki jiwa merdeka—lebih disibukan oleh kerja mereka di Kilang Minyak yang dihancurkan oleh Jepang ketika mereka akan kalah dalam Perang Pasifik.
Melalui para pekerja BPM dari Jawa itulah berita proklamasi akhirnya tersampaikan di Balikpapan. Berita itu ditindaklanjuti dengan sebuah rapat raksasa di Lapangan Foni—di daerah Kampung Baru—dimana lahir pernyataan sikap rakyat Balikpapan tentang dukungan mereka pada Republik Indonesia yang baru lahir. Kendati masih ada usaha dan kekuasaan Belanda di Balikpapan, tetap saja keinginan untuk tidak tunduk pada kekuasaan kolonial adalah keinginan rakyat Balikpapan juga. Rakyat Balikpapan begitu berharap akan datangnya zaman baru yang damai, zaman dimana tidak dikuasai oleh orang asing.[v]
Balikpapan tetap menjadi bagian dari industri minyak besar di Indonesia. Kilang-kilang minyak yang sudah ada sejak zaman kolonial, masih begitu berharga dimasa pemerintahan Sukarno. Kepada Brigadir Jenderal Soemitro—yang baru ditunjuk sebagai Panglima KODAM Mulawarman—Sukarno berujar: “Generaal Mitro, saya titip reffinaderij (kilang minyak) yang ada disana. Jagalah baik-baik!” Sumitro, dengan sepenuh hati lalu menjawab: “Baik, pak. Akan saya perhatikan.” Amanah Sukarno itu dijalankan Sumitro dengan menjaga stabilitas kota Balikpapan ditengah pusaran politik nasional yang kian memanas pada dekade 1960an itu. Soemitro juga tidak ragu untuk turun langsung berpatroli menjaga kilang minyak yang diamanahkan Panglima besar Revolusi kepadanya. Soemitro sendiri sering berkeliling di sekitar kilang minyak pada malam hari. Soemitro menjaga agar panas-nya situasi politik nasional tidak sampai membakar Balikpapan.[vi]
Atas usaha Sumitro, kota Balikpapan masih dianggap nyaman pada pertengahan dekade 1960an yang kacau. Balikpapan terhindar untuk menjadi ladang pembantaian orang-orang Komunis seperti yang terjadi di Jawa dan Bali—dimana telah memakan banyak korban yang mencapai angka ratusan ribu. Orang-orang Komunis, oleh Sumitro ditahan sebelum meletus G 30 S di Jakarta. Orang-orang Komunis itu banyak yang dilokalisasikan di Samboja dalam di dekat pantai.
[i] Adulrahman Karim, Kalimantan Berdjuang, Jakarta, Dinas Penerbitan Balai Pustaka, 1956. h. 35.
[ii]Tjilik Riwut, Kalimanatan Membangun, Palangkaraya, 1979. h. 106.
[iii]Tjilik Riwut, Kalimanatan Membangun, Palangkaraya, 1979. h. 106-107.
[iv] Tjilik Riwut, Kalimanatan Membangun, Palangkaraya, 1979. h. 33.
[v] (http://www.balikpapan.go.id/index.php?option=com_balikpapan&task=sejarah: http://id.wikipedia.org/wiki/balikpapan)
[vi] Ramadhan K.H, Soemitro(Mantan Pangkopkamtib): Dari Pangdam Mulawarman Sampai Pangkopkamtib,Jakarta, Pustaka Sinar Harapan, 1994. h. 22-23.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar