Inilah kebangkitan film Indonesia. Film yang bukan sekedar kisah cinta, tapi juga bercerita tentang puisi.
Dekade 1990an adalah dekade suram dalam film Indonesia. Banyak orang bilang, tak ada film menarik dan bermutu. Ada pun film-film syur. Yang pamer payudara atau paha-paha. Banyak pelaku film lalu beralih ke sinetron. Sepinya penonton film Indonesia, munculnya stasiun televisi, masuknya film asing secara besar-besaran dianggap biang kerok keoknya film nasional.
Lesunya film memang bikin banyak pelaku film frustasi. Tapi itu tidak semuanya. Harus disyukuri, ada beberapa sineas muda Indonesia yang sadar dan rindu film bermutu. Ada Mira Lesmana dan lainnya. Mereka bikin film yang agak absurd, yang berjudul Kuldesak. Bisa jadi, judul film yang jika diartikan sebagai jalan buntu ini sebuntu film nasional Indonesia.
Beruntungnya lagi, ada beberapa sineas yang buat film seperti Rudi Sujarwo. Anak bekas Kapolri ini bikin film Bintang Jatuh. Ini adalah debut dari Dian Sastro—salah satu aktris muda Indonesia yang patut diperhitungkan aktingnya.
Orang-orang rasanya masih ingat Petualangan Sherina. Film ini menyedot banyak penonton di Bioskop. Film anak-anak yang dibintangi Sherina, yang waktu itu masih penyanyi cilik, ini bercerita petualangan anak kecil untuk lolos dari penculikan. Tak ada unsure sadisme. Kekocakan aktor-aktor penculik juga jadi bukti akting orang Indonesia cukup baik. Tak butuh pamer dada rupanya untuk bikin penonton Indonesia masuk bioskop. Film ini sukses. Film Indonesia kembali bernafas. Anak-anak suka Petualangan Sherina. Kemudian, remaja-remaja pun diberi hiburan berkualitas setelah lebih dari satu dekade tak ada film bagus buat mereka.
Inilah Ada Apa Dengan Cinta. Masih garapan Rudi Sujarwo. Juga ada Dian Sastroyang kebagian peran sebagai Cinta. Film ini melahirkan aktor bagus seperti Nicholas Saputra.
Banyak sepakat, film ini anak muda banget. Jalan cerita begitu sederhana. Bercerita tentang Cinta. Gadis SMA yang punya gang anak cewek yang aktif di Mading sekolah. Solidaritas mereka diangkat dengan halus apik. Sudah pasti bercerita tentang kisah kasih Cinta dengan Rangga. Yang dicap anak-anak sekolah sebagai mahluk aneh yang doyan membaca.
Cinta, jago menulis puisi. Langganan juara di sekolah. Banyak orang anggap dia satu-satunya jagoan puisi. Tapi, dia tersadar ada juara baru dan orang-orang terkejut. Rupanya, sang penjaga sekolah diam-diam mengirimkan puisi bagus ke panitia. Dan puisi itu menang. Itulah puisi Rangga yang sering mengurung diri di kamar sang penjaga sekolah yang lugu itu. Yang oleh Rangga dianggap seperti keluarga sendiri. Maklum, Rangga anak aktivis yang dijauhi orang.
Rangga tak merasa dirinya juara. Karena tak mengirimnya. Rangga yang menulis puisi itu awalnya tak peduli dengan puisi tersebut.
kulari ke hutan kemudian menyanyiku
kulari ke pantai kemudian teriakku
sepi… sepi.. dan sendiri aku benci
aku ingin bingar… aku mau di pasar
bosan aku dengan penat
dan enyah saja kau pekat
seperti berjelaga jika kusendiri
pecahkan saja gelasnya biar ramai
biar mengaduh sampai gaduh
ada malaikat menyulam
jaring laba laba belang di tembok keraton putih
kenapa tak goyangkan saja loncengnya
biar terdera
atau aku harus lari ke hutan
lalu ke pantai…
Puisi dasyat gubahan Rako Priyanto ini pun dikenal. Banyak orang membacakannya. Sebuah puisi yang berontak atas kesunyian diri. Dasar penyair, sunyi pun dipermasalahkan.
Singkat kata terjalin kisah. Berawal dari puisi lalu berlanjut ke buku dan selanjutnya lagi adalah urusan hati. Meski sempat memusuhi Rangga, karena sikap Rangga yang super cuek ala kaum intelektual kesepian itu, akhirnya Cinta tergoda juga. Diam-diam buku Rangga disembunyikan Cinta. Buku berjudul Aku karya Sumanjaya (ayah dari drummer Wong Aksan) itu dibaca Cinta sampai habis. Dan bikin Cinta terkesan juga. Buku itu lalu dikembalikan diam-diam dan mereka pun mulai saling mengenal.
Kisah bergulir indah. Karena kencan Cinta dan Rangga membuat Cinta merasa hubungannya dengan sahabat-sahabat perempuannya memburuk, Cinta putuskan tak berhubngan lagi dengan Rangga. Rupanya, sahabat-sahabat Cinta tak melarang hubungan yang ditutupi-tutupi itu. Cinta sadar dia tak bisa lupakan Rangga. Akhirnya, sahabat-sahabat Cinta dukung Cinta. Cerita diakhiri dengan perpisahan Cinta dengan Rangga di Bandara. Dimana Cinta bersusah payah datang. Seperti yang ditulis Rangga dalam puisinya, “Perempuan datang atas nama cinta.”
Ilustrasi musik di film ini anak muda banget. Soundtrack-nya digarap Anto Hoed dan Melly. Album soundtrack dari film ini laris manis terjual. Konon, dalam hitungan jam, ratusan ribu copy kaset dan CD terjual.
Film ini juga membuat Aku karya Sumanjaya dicetak dan masuk toko buku lagi. Dengan sampul buku yang sama dengan yang ada di film. Aku adalah buku yang rencananya mau dikembangkan menjadi skrip untuk film. Aku adalah potret semi imajiner dari penyair Chairil Anwar alias si Binatang Jalang. Buku yang bagus. Film ini, tanpa disadari banyak orang, sebenarnya telah mampu mengajak anak muda suka sastra dan buku, meski hanya sastra popular. Ini yang saya acungi jempol dari film ini.
Ini adalah film terbaik di jaman saya SMA. Meski saya tidak begitu suka film romantis, tapi saya selalu mau diajak nonton bareng film ini.Anak muda masa kini pun bisa menikmati film ini. Beruntung bisa menontonnya bersama murid-murid saya yang hebat.
Dekade 1990an adalah dekade suram dalam film Indonesia. Banyak orang bilang, tak ada film menarik dan bermutu. Ada pun film-film syur. Yang pamer payudara atau paha-paha. Banyak pelaku film lalu beralih ke sinetron. Sepinya penonton film Indonesia, munculnya stasiun televisi, masuknya film asing secara besar-besaran dianggap biang kerok keoknya film nasional.
Lesunya film memang bikin banyak pelaku film frustasi. Tapi itu tidak semuanya. Harus disyukuri, ada beberapa sineas muda Indonesia yang sadar dan rindu film bermutu. Ada Mira Lesmana dan lainnya. Mereka bikin film yang agak absurd, yang berjudul Kuldesak. Bisa jadi, judul film yang jika diartikan sebagai jalan buntu ini sebuntu film nasional Indonesia.
Beruntungnya lagi, ada beberapa sineas yang buat film seperti Rudi Sujarwo. Anak bekas Kapolri ini bikin film Bintang Jatuh. Ini adalah debut dari Dian Sastro—salah satu aktris muda Indonesia yang patut diperhitungkan aktingnya.
Orang-orang rasanya masih ingat Petualangan Sherina. Film ini menyedot banyak penonton di Bioskop. Film anak-anak yang dibintangi Sherina, yang waktu itu masih penyanyi cilik, ini bercerita petualangan anak kecil untuk lolos dari penculikan. Tak ada unsure sadisme. Kekocakan aktor-aktor penculik juga jadi bukti akting orang Indonesia cukup baik. Tak butuh pamer dada rupanya untuk bikin penonton Indonesia masuk bioskop. Film ini sukses. Film Indonesia kembali bernafas. Anak-anak suka Petualangan Sherina. Kemudian, remaja-remaja pun diberi hiburan berkualitas setelah lebih dari satu dekade tak ada film bagus buat mereka.
Inilah Ada Apa Dengan Cinta. Masih garapan Rudi Sujarwo. Juga ada Dian Sastroyang kebagian peran sebagai Cinta. Film ini melahirkan aktor bagus seperti Nicholas Saputra.
Banyak sepakat, film ini anak muda banget. Jalan cerita begitu sederhana. Bercerita tentang Cinta. Gadis SMA yang punya gang anak cewek yang aktif di Mading sekolah. Solidaritas mereka diangkat dengan halus apik. Sudah pasti bercerita tentang kisah kasih Cinta dengan Rangga. Yang dicap anak-anak sekolah sebagai mahluk aneh yang doyan membaca.
Cinta, jago menulis puisi. Langganan juara di sekolah. Banyak orang anggap dia satu-satunya jagoan puisi. Tapi, dia tersadar ada juara baru dan orang-orang terkejut. Rupanya, sang penjaga sekolah diam-diam mengirimkan puisi bagus ke panitia. Dan puisi itu menang. Itulah puisi Rangga yang sering mengurung diri di kamar sang penjaga sekolah yang lugu itu. Yang oleh Rangga dianggap seperti keluarga sendiri. Maklum, Rangga anak aktivis yang dijauhi orang.
Rangga tak merasa dirinya juara. Karena tak mengirimnya. Rangga yang menulis puisi itu awalnya tak peduli dengan puisi tersebut.
kulari ke hutan kemudian menyanyiku
kulari ke pantai kemudian teriakku
sepi… sepi.. dan sendiri aku benci
aku ingin bingar… aku mau di pasar
bosan aku dengan penat
dan enyah saja kau pekat
seperti berjelaga jika kusendiri
pecahkan saja gelasnya biar ramai
biar mengaduh sampai gaduh
ada malaikat menyulam
jaring laba laba belang di tembok keraton putih
kenapa tak goyangkan saja loncengnya
biar terdera
atau aku harus lari ke hutan
lalu ke pantai…
Puisi dasyat gubahan Rako Priyanto ini pun dikenal. Banyak orang membacakannya. Sebuah puisi yang berontak atas kesunyian diri. Dasar penyair, sunyi pun dipermasalahkan.
Singkat kata terjalin kisah. Berawal dari puisi lalu berlanjut ke buku dan selanjutnya lagi adalah urusan hati. Meski sempat memusuhi Rangga, karena sikap Rangga yang super cuek ala kaum intelektual kesepian itu, akhirnya Cinta tergoda juga. Diam-diam buku Rangga disembunyikan Cinta. Buku berjudul Aku karya Sumanjaya (ayah dari drummer Wong Aksan) itu dibaca Cinta sampai habis. Dan bikin Cinta terkesan juga. Buku itu lalu dikembalikan diam-diam dan mereka pun mulai saling mengenal.
Kisah bergulir indah. Karena kencan Cinta dan Rangga membuat Cinta merasa hubungannya dengan sahabat-sahabat perempuannya memburuk, Cinta putuskan tak berhubngan lagi dengan Rangga. Rupanya, sahabat-sahabat Cinta tak melarang hubungan yang ditutupi-tutupi itu. Cinta sadar dia tak bisa lupakan Rangga. Akhirnya, sahabat-sahabat Cinta dukung Cinta. Cerita diakhiri dengan perpisahan Cinta dengan Rangga di Bandara. Dimana Cinta bersusah payah datang. Seperti yang ditulis Rangga dalam puisinya, “Perempuan datang atas nama cinta.”
Ilustrasi musik di film ini anak muda banget. Soundtrack-nya digarap Anto Hoed dan Melly. Album soundtrack dari film ini laris manis terjual. Konon, dalam hitungan jam, ratusan ribu copy kaset dan CD terjual.
Film ini juga membuat Aku karya Sumanjaya dicetak dan masuk toko buku lagi. Dengan sampul buku yang sama dengan yang ada di film. Aku adalah buku yang rencananya mau dikembangkan menjadi skrip untuk film. Aku adalah potret semi imajiner dari penyair Chairil Anwar alias si Binatang Jalang. Buku yang bagus. Film ini, tanpa disadari banyak orang, sebenarnya telah mampu mengajak anak muda suka sastra dan buku, meski hanya sastra popular. Ini yang saya acungi jempol dari film ini.
Ini adalah film terbaik di jaman saya SMA. Meski saya tidak begitu suka film romantis, tapi saya selalu mau diajak nonton bareng film ini.Anak muda masa kini pun bisa menikmati film ini. Beruntung bisa menontonnya bersama murid-murid saya yang hebat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar