Selasa, Februari 07, 2012

Jangan Lupakan Letnan Gozsen

Banyak sudah yang hilang dari laut Indonesia. Jadi, di laut, Indonesia harus jaya. 


Kenapa dengan mudah nusantara dikuasai oleh kompeni Belanda? Orang-orang Indonesia hanya percaya, itu hanya karena politik Devide et Impera—alias politik belah bambu. Bukan politik belah duren pastinya. Sebuah kepercayaan yang membutakan orang Indonesia, seolah orang Indonesia sebelumnya tidak terpecah belah atau hidup tentram satu dengan yang lain. Orang Indonesia tidak mau belajar dari kasus pemberontakan Kuti, yang difitnah Mahapati Gajah Mada. Inilah Indonesia yang sedari dulu doyan sikut-sikutan.
Sebagai bangsa yang pelupa dan durhaka pada kodratnya, dijajah Verenigng Oost-Indische Compagnie (Maskapai dagang Hindia Timur) alias kompeni Belanda adalah sebuah hukuman yang layak diterima. Jika di abad XV orang Indonesia paham jika Indonesia adalah bangsa Maritim, maka kapal-kapal dan orang-orang Kompeni Belanda tidak akan bisa kuasai Indonesia. Orang Indonesia lupa jika nenek moyang mereka seorang pelaut dan akhirnya laut yang dulu menjadi kejayaan nenek moyang mereka kemudian dikuasai bangsa asing.
Lemahnya laut Indonesialah yang membuat Indonesia dengan mudahnya dijajah Kompeni Belanda. Itulah yang harus dijaga Indonesia sekarang. Jangan sampai laut menjadi milik kekuatan asing.
Hindia Belanda Memang Lupa, Tapi Masih Usaha
Melupakan laut, lalu dilakukan oleh Hindia Belanda. Mereka lebih suka membangung Koninklijk Nederlandsch Indische Leger (Tentara Hindia Belanda) alias KNIL. Laut terlupakan. Karenanya dengan mudah Tentara Jepang masuk ke Indonesia. Dan dengan mudah KNIL dikalahkan oleh balatentara Jepang.
Meski melemah, Hindia Belanda juga masih ada usaha menjaga kawasan laut Hindia Belanda. Meski hasilnya masih buruk pada Perang Pasifik. Setidaknya di awal abad XX, pemerintah berencana membangun Armada Laut yang baik dan tangguh.
Tersebutlah seorang Letnan Laut bernama Goozsen, yang kemudian menjadi perwira tinggi armada laut Belanda di Indonesia juga. Tentang dia Pewarta Makassar mennyebut bahwa Letnan Goozsen, perwira Angkatan Laut Hindia Belanda yang tinggal di Bogor, mendapat perintah agar membantu petinggi militer Hindia untuk mendirikan sekolah pelaut di Hindia Belanda yang akan dibangun di Padang dan Makassar.
Rencananya, Orang-orang pribumi yang lulus dari sekolah pelaut itu akan ditempatkan di kapal perang yang menjaga perairan Hindia Belanda—yang sekarang menajdi perairan Indonesia. Tujuan dari perekrutan orang-orang prinbumi tidak lain untuk mengurangi ketergantungan dari pelaut yang diambil dari negeri Belanda. Wilayah koloni Hindia Belada yang demikian besar--dimana lautannya lebih luas dibandingkan daratannya, maka armada laut yang menjaga lautan sangatlah penting sekali. (Pewarta Makassar, 20 Februari 1914)
Bukan hanya mendirikan sekolah, kapal perang juga didatangkan dari negeri Belanda.
Dua kapal torpedo, Wolf dan Linx, yang datang dari Surabaya tiba di perairan Makassar. Kapal-kapal itu tiba sekitar pukul 09.00 pagi. Kapal-kapal tersebut diawaki 80 orang pelaut--yang terdiri dari pelaut Jawa dan Belanda. Kapal-kapal itu, menurut rencana akan menjadi bagian dari pendidikan para pelaut pribumi--pemerintah kolonial baru saja merencanakan pendirian sekolah pelaut disana. (Pewarta Makassar, 21 Februari 1914)
Pemerintah kolonial, sebenarnya tidak begitu peduli dengan masalah pertahanan laut karena doktrin militernya lebih memperhatikan pertahanan darat. Tidak heran bila kekuatan darat Hindia Belanda lebih besar, namun hanya ditujukan untuk permasalahan domestik--seperti menumpas para pemberontak--dan tidak sekalipun memperhatikan ancaman yang datang dari luar.
Melawan Pemerintah Yang Latah
Sekarang, setelah hampir 98 tahun setelah perintah kepada Goozsen, pemerintah meski sudah banyak menghasilkan para pelaut Indonesia, tetap saja belum bisa menjaga lautan Indonesia. Kekayaan laut Indonesia jelas harus dijaga. Sudah banyak kekayaan laut yang dicuri. Menjaga laut pun jadi keharusan yang tidak bisa ditawar lagi jika ingin kekayaan laut tidak hilang.
Pemerintah Indonesia tampaknya latah. Seperti berhasrat mengulangi kesalahan bangsa Indonesia ratusan tahun silam. Jika ratusan tahun silam pelan-pelan Indonesia dijajah, maka sekarang pelan-pelan dan pasti banyak kekayaan laut Indonesia hilang.
Banyak hal yang dibutuhkan untuk menjaga laut. Personil dan peralatan yang memadai tentunya, juga beberapa hal lain yang mendukung. Indonesia butuh alat yang memadai untuk menjaga lautnya. Soal perrsonil, ribuan pemuda Indonesia siap dilatih untuk menjadi pelaut atau penjaga pantai yang siap bertugas di segala perairan Indonesia.
Sambil mengingat  Goozsen, rasanya penting sekarang bagi Indonesia untuk memiliki para Penjaga Pantai (Coast Guard) untuk menjaga semua area perairan Indonesia. Ini sudah jadi keharusan. Jika di darat pernah ada Hansip (Pertahanan Sipil) mengapa di laut tidak diadakan semacam itu.
Buat apa menyia-nyiakan semangat pemuda Indonesia yang menggebu-gebu untuk menjaga Indonesia? Jika disia-siakan mereka bisa menjadi masalah besar dari bangsa ini, solusi untuk mereka tak lain adalah diberdayakan dengan tepat.
Indonesia harus mengingat bagaimana usaha pemerintah kolonial yan beri perintah pada Goozsen untuk membuat sekolah pelaut 98 tahun silam.

Tidak ada komentar: