Banyak sudah yang hilang dari laut Indonesia. Jadi, di laut, Indonesia harus jaya.
Kenapa dengan mudah nusantara dikuasai oleh
kompeni Belanda? Orang-orang
Indonesia hanya
percaya, itu hanya karena politik Devide
et Impera—alias politik belah bambu. Bukan politik belah duren pastinya. Sebuah kepercayaan yang
membutakan orang Indonesia,
seolah orang Indonesia
sebelumnya tidak terpecah belah atau hidup tentram satu dengan yang lain. Orang
Indonesia
tidak mau belajar dari kasus pemberontakan Kuti, yang difitnah Mahapati Gajah
Mada. Inilah Indonesia
yang sedari dulu doyan sikut-sikutan.
Sebagai bangsa yang pelupa dan durhaka pada
kodratnya, dijajah Verenigng
Oost-Indische Compagnie (Maskapai dagang Hindia Timur) alias kompeni
Belanda adalah sebuah hukuman yang layak diterima. Jika di abad XV orang Indonesia paham jika Indonesia
adalah bangsa Maritim, maka kapal-kapal dan orang-orang Kompeni Belanda tidak
akan bisa kuasai Indonesia.
Orang Indonesia
lupa jika nenek moyang mereka seorang pelaut dan akhirnya laut yang dulu
menjadi kejayaan nenek moyang mereka kemudian dikuasai bangsa asing.
Lemahnya laut Indonesialah yang membuat Indonesia
dengan mudahnya dijajah Kompeni Belanda. Itulah yang harus dijaga Indonesia
sekarang. Jangan sampai laut menjadi milik kekuatan asing.
Hindia
Belanda Memang Lupa, Tapi Masih Usaha
Melupakan laut, lalu dilakukan oleh Hindia
Belanda. Mereka lebih suka membangung Koninklijk
Nederlandsch Indische Leger (Tentara Hindia Belanda) alias KNIL. Laut
terlupakan. Karenanya dengan mudah Tentara Jepang masuk ke Indonesia. Dan
dengan mudah KNIL dikalahkan oleh balatentara Jepang.
Meski melemah, Hindia Belanda juga masih ada
usaha menjaga kawasan laut Hindia Belanda. Meski hasilnya masih buruk pada
Perang Pasifik. Setidaknya di awal abad XX, pemerintah berencana membangun
Armada Laut yang baik dan tangguh.
Tersebutlah seorang Letnan Laut bernama Goozsen,
yang kemudian menjadi perwira tinggi armada laut Belanda di Indonesia juga.
Tentang dia Pewarta Makassar mennyebut
bahwa Letnan Goozsen, perwira Angkatan Laut Hindia Belanda yang tinggal di
Bogor, mendapat perintah agar membantu petinggi militer Hindia untuk mendirikan
sekolah pelaut di Hindia Belanda yang akan dibangun di Padang dan Makassar.
Rencananya, Orang-orang pribumi yang lulus dari
sekolah pelaut itu akan ditempatkan di kapal perang yang menjaga perairan
Hindia Belanda—yang sekarang menajdi perairan Indonesia. Tujuan dari perekrutan
orang-orang prinbumi tidak lain untuk mengurangi ketergantungan dari pelaut
yang diambil dari negeri Belanda. Wilayah koloni Hindia Belada yang demikian
besar--dimana lautannya lebih luas dibandingkan daratannya, maka armada laut
yang menjaga lautan sangatlah penting sekali. (Pewarta Makassar, 20 Februari 1914)
Bukan hanya mendirikan sekolah, kapal perang
juga didatangkan dari negeri Belanda.
Dua kapal torpedo, Wolf dan Linx, yang datang dari Surabaya tiba di perairan Makassar. Kapal-kapal itu tiba sekitar pukul 09.00 pagi. Kapal-kapal tersebut diawaki 80 orang pelaut--yang terdiri dari pelaut Jawa dan Belanda. Kapal-kapal itu, menurut rencana akan menjadi bagian dari pendidikan para pelaut pribumi--pemerintah kolonial baru saja merencanakan pendirian sekolah pelaut disana. (Pewarta Makassar, 21 Februari 1914)
Dua kapal torpedo, Wolf dan Linx, yang datang dari Surabaya tiba di perairan Makassar. Kapal-kapal itu tiba sekitar pukul 09.00 pagi. Kapal-kapal tersebut diawaki 80 orang pelaut--yang terdiri dari pelaut Jawa dan Belanda. Kapal-kapal itu, menurut rencana akan menjadi bagian dari pendidikan para pelaut pribumi--pemerintah kolonial baru saja merencanakan pendirian sekolah pelaut disana. (Pewarta Makassar, 21 Februari 1914)
Pemerintah kolonial, sebenarnya tidak begitu
peduli dengan masalah pertahanan laut karena doktrin militernya lebih
memperhatikan pertahanan darat. Tidak heran bila kekuatan darat Hindia Belanda
lebih besar, namun hanya ditujukan untuk permasalahan domestik--seperti
menumpas para pemberontak--dan tidak sekalipun memperhatikan ancaman yang
datang dari luar.
Melawan
Pemerintah Yang Latah
Sekarang, setelah hampir 98 tahun setelah
perintah kepada Goozsen, pemerintah meski sudah banyak menghasilkan para pelaut
Indonesia, tetap saja belum bisa menjaga lautan Indonesia. Kekayaan laut Indonesia jelas
harus dijaga. Sudah banyak kekayaan laut yang dicuri. Menjaga laut pun jadi
keharusan yang tidak bisa ditawar lagi jika ingin kekayaan laut tidak hilang.
Pemerintah Indonesia tampaknya latah. Seperti berhasrat
mengulangi kesalahan bangsa Indonesia
ratusan tahun silam. Jika ratusan tahun silam pelan-pelan Indonesia dijajah, maka sekarang pelan-pelan dan
pasti banyak kekayaan laut Indonesia
hilang.
Banyak hal yang dibutuhkan untuk menjaga laut. Personil
dan peralatan yang memadai tentunya, juga beberapa hal lain yang mendukung. Indonesia butuh
alat yang memadai untuk menjaga lautnya. Soal perrsonil, ribuan pemuda Indonesia siap dilatih untuk menjadi pelaut atau
penjaga pantai yang siap bertugas di segala perairan Indonesia.
Sambil mengingat Goozsen, rasanya penting sekarang bagi Indonesia untuk memiliki para Penjaga Pantai (Coast Guard) untuk menjaga semua area
perairan Indonesia.
Ini sudah jadi keharusan. Jika di darat pernah ada Hansip (Pertahanan Sipil)
mengapa di laut tidak diadakan semacam itu.
Buat apa menyia-nyiakan semangat pemuda Indonesia yang menggebu-gebu untuk menjaga Indonesia? Jika
disia-siakan mereka bisa menjadi masalah besar dari bangsa ini, solusi untuk
mereka tak lain adalah diberdayakan dengan tepat.
Indonesia
harus mengingat bagaimana usaha pemerintah kolonial yan beri perintah pada Goozsen
untuk membuat sekolah pelaut 98 tahun silam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar