Kamis, Desember 01, 2011

Meniru Saudara Tua

Akan datang orang kate dari utara membawa bambu wulung untuk mengusir kebo bule. Begitu isi ramalan Jayabaya sebelum Saudara Tua datang.

Tentara Jepang datang sebagai pahlawan setelah Hindia Belanda dibungkam pada Maret 1942. Butuh waktu 2 minggu menyikat Hindia Belanda. Namun sejak 1916 sudah ada spionase Jepang di Hindia Belanda yang terus memantau Hindia Belanda. Karenanya dengan mudah Belanda kalah. Selanjutnya, tentara Jepang memberi pengaruh bagi Indonesia.

Dari beberapa buku biografi tokoh Indonesia, khususnya tokoh-tokoh militer Indonesia yang saya baca, diantara mereka adalah didikan Jepang. Djatikusumo, bekas KSAD pertama ini menganggap Jepang hebat dalam mendidik pemuda Indonesia. Maklum, di KNIL Djati hanya sampai pangkat Kopral taruna. Sementara di PETA , cukup dengan latihan tiga bulan Djatikusumo sudah jadi Chudanco alias komandan kompi setara kapten. Tokoh lain yang dididik Jepang adalah Suharto, Ahmad Yani, Sarwo Edhi Wibowo, Supriyadi, Zulkifli Lubis dan Kemal Idris. Tiga nama terakhir, tidak terlalu bangga menjadi bagian dari PETA. Usia mereka agak lebih muda dibanding Suharto dan Yani. Mereka lebih dulu dididik sebagai militer sebelum PETA berdiri. Tiga nama pertama, tidak menunjukan rasa bangga berlebih juga, namun mereka bisa meraih pangkat tinggi di kemudian hari. Mereka adalah orang-orang beruntung dari yang pertama.

Tiga nama terakhir kemudian menjadi orang dominan dalam militer Indonesia. Mereka membuat TNI lebih mirip tentara pendudukan Jepang. Dimana tentara begitu mendominasi. Pengaruh Suharto dan kawan-kawan yang pernah dididik tentara Jepang, memberikan pengaruh besar dalam pendidikan Indonesia. Di level sekolah menengah, pengaruh tentara pendudukan Jepang masih tersisa. Ketika Jepang berkuasa, ada yang disebut senam pagi massal yang disebut Taiso. Dimana semua siswa harus bergerak seragam. Setiap gerakan salah jadi hal memalukan. Arahnya, adalah penyeragaman isi kepala juga. Dimana ada tujuan agar semua orang bisa jadi orang penurut. Begitu juga dengan latihan baris-berbaris yang melelahkan. Akhirnya, dari Jepang militerisme adalah yang paling jaga. Sementara itu, gaya militer fasis yang pernah dibawa ke Indonesia sudah ditinggalkan oleh militer Jepang.

Banyak hal dari Jepang yang berusaha ditiru oleh orang-orang Indonesia. Mulai dari kuliner, olahraga dan lainnya. Orang Indonesia kenal Karate, Judo bahkan Aikido sebagai olahraga beladiri. Banyak orang Indonesia mempelajarinya, meski sedikit diantaranya yang bisa menangkap filosopi dari olahraga itu. Beberapa diantara orang Indonesia yang mempelajari itu bisa sukses. Hanya sedikit yang seberuntung itu.

Sebagai saudara muda, hanya sedikit yang dipelajari Indonesia dari Jepang. Indonesia, lebih suka meneruskan budaya berbau fasis, seperti senam pagi di sekolah, segaram sekolah dan semacamnya. Tanpa pernah bisa belajar bagaimana bangkit dari keterpurukan. Kita tahu Jepang pernah begitu hancur setelah hancur lebur dibom sekutu. Sebuah kekalahan yang cukup memukul juga. Namun Jepang bisa bangkit dengan cepat. Musibah apa yang bisa membuat orang Jepang menyerah? Rasanya belum pernah kita dengar. Pasca tsunami dan kebocoran reactor nuklirnya di Fukushima, Jepang masih maju terus.

Tidak banyak yang berubah dari Indonesia sejak krisis monoter 1998. Meski lebih kaya dari sisi potensi alam, namun tidak banyak memberi kemajuan bagi Indonesia. Banyak yang mengakui bahwa Indonesia melakukan banyak kesalahan dalam mengelola kekayaan alam. Selain itu, etos untuk menjaga dan mengelola segala sumber daya yang ada juga begitu kurang.

Sebenarnya, meniru Jepang adalah bagaimana belajar mengelola kekayaan alam yang ada tanpa harus merusak, meniru semangat kerja kerasnya, dan bagaimana menghargai sisa-sisa tradisi masa lalu. Tiga hal itu belum dimililki orang Indonesia.

Tidak ada komentar: