Jumat, Januari 07, 2011

Akhir Andjing NICA


Batalyon KNIL terganas ini andalan bagi NICA di zaman revolusi. Akhir pahit harus mereka alami di Balikpapan. Dimana mereka harus berhenti jadi andjing NICA.



Menjelang kalahnya Jepang, KNIL dibangun kembali. Bekas KNIL, juga tawanan perang, pun direkrut menjadi serdadu KNIL. KNIL sedang membutuhkan personil banyak pasca kalahnya balatentaara jepang. Batalyon Infanteri II, IV dan V adalah pasukan yang terdiri dari bekas tawanan juga. Namun, revolusi Indonesia yang buta dan tak kenal belas kasih kepada orang-orang pro Belanda, juga yang dituduh pro Belanda, harus melahirkan dendam bagi sebagian orang. Inilah yang terjadi di masa bersiap. Dimana banyak orang pro Belanda, maupun yang dianggap pro Belanda, mengalami ketakutan luar biasa dari orang-orang Indonesia yang begituy antipati pada belanda.

Rasa dendam pun lahir dari sekelompok orang yang kemudian rela menjadi serdadu KNIL. Dimana mereka bergabung sebuah Batalyon paling brutal di zaman revolusi Indonesia. Batalyon Infanteri V KNIL. Alias Andjing NICA. Batalyon yang biasa bertempur dengan gaya beringas di front-front pertempuran. Batalyon ini dibentuk di Bandung.[1]



Lahir Untuk Bertempur

Batalyon V terbentuk pada 2 Desember 1945. ketika ‘masa bersiap’ mencekam banyak orang Eropa maupun Ambon dan Menado. Nyawa mereka terancam oleh kacaunya revolusi Indonesia yang diwarnai kebencian kepada hal-hal berbau Belanda, termasuk orang-orang Belanda dan semacamnya. Tidak heran jika banyak orang-orang Belanda dan Ambon pro Belanda menaru dendam atas kebencian orang-orang Indonesia di kemudian hari. Dua bulan, antara September hingga November, setidaknya menjadi masa mengerikan bagi beberapa orang itu.[2]



Terbentuknya batalyon V bisa menjadi solusi mereka. Dengan bersenjata mereka bisa menjaga diri dan terlepas dari rasa takut atas serangan kekacauan revolusi. Masa mencekam itu segera tertutup oleh rasa benci tak terhingga pada orang-orang Indonesia.

Batalyon ini bertempur dengan ganasnya. Banyak bekas pejuang kemerdekaan mengerti betapa menerikannya pasukan ini. Pasukan ini menyebut dirinya sebagai Andjing NICA. Lamban mereka adalah anjing galak berwarna merah. Batalyon ini terlibat dalam beberapa seranga militer Belanda ke Jawa Tengah.[3] Di seragamnya,mereka selal menuliskan kata “Andjing NICA”. Orang-oran kemudian lebih mengenal pasukan ini sebaai Andjing NICA.

Istilah Andjing NICA lebih banyak diketahui orang sebagai julukan atau stigma kepada orang-orang Indonesia pro Belanda. NICA sendiri adalah pemerintahan sipil di Hindia Belanda. Sebuah badan untuk mengambil-alih kembali kekuasaan belanda atas Hindia Belanda sebagai bagian dari republik Indonesia. Orang Indonesia pro Belanda tersebut biasanya, orang-orang pribumi yang menjadi pegawai sipil maupun militer pada pemerintah Hindia Belanda. Secara tidak langsung, orang-orang Ambon maupun Menado yang berdomisili di Jawa dan keluarganya berkaitan erat dengan KNIL maupun pegawai gubernemen kena getahnya pula.

Diera penuh kekacauan itu, keluarga Ambon maupun menado di Jakarta, Bandung dan sekitarnya terancam keselamatannya karena revolusi membunuh orang yang dianggap pro Belanda tanpa pandang bulu.

Padahal tidak sedikit orang Menado maupun Ambon yang berpihak pada Republik dan dimasa sebelum perang terlibat dalam pergerakan nasional. Hanya image belanda itam atau Andjing NICA saja yang ada di kepala orang-orang tentang orang Ambon maupun Menado.

Selain batalyon V,ada juga batalyon X KNIL yang berkedudukan di Senen, tepatnya di bekas daerah yang kini menjadi Hotel Borobudur. Batalyon ini terdapat banyak orang Ambon sebagai serdadu bawahannya. Mereka tidak kalah ganasnya kepada oran-oran Indonesia pro republik.

Dari batalyon X ini, Westerling memperoleh banyak pasukan untuk dijadikan inti dari Depot Speciale troepen. Mereka terlibat dalam “kampanye pasisfikasi”ala westerling di Sulawesi Selatan. Batalyon X d Senen banyak beranggotakan orang-orang Ambon yang temperamental. Mereka mudah tersulut emosinya. Hingga mereka sering bentrok dengan pemuda-pemuda Indonesia, terutama yag pro republik.[4] Orang-orang biasa menyebut pasukan ini Belanda Hitam. Mereka dianggap lebi belanda daripada orang belanda sendiri.

Beberapa orang Ambon, yang kerap muncul di Senen, bernama Wimpie, Albert, Mingus Gerardus dan Polang, konon pernah menyuruh orang republic yang mereka temui ntuk menelan lencana merah putih yang dikenakannya.[5]

Nyaris tidak ada gambaran positif dari oran Indonesia tentang Andjing NICA. Menurut orang-orang KRIS, sebagian anggota Batalyon X, ada juga yan mau membantu republic diam-diam.

Andjing NICA bertempur dengan ganasnya. Layaknya marsose dimasa perang aceh. Dimana bertempur adalah dengan penuh kebencian. Bukan bertempur dengan kehormatan. Mereka bertempur untuk Nederlands Indies Civil Administration (NICA)—pemerintah sipil di Hindia Belanda—yang baru dibentuk dan berkuasa atas nama kerajaan Belanda di Indonesia selama revolusi. Sangat layak jika juluki diri mereka, atau orang lain menjuluki mereka, Andjing NICA.







Sebuah Batalyon



Batalyon Andjing NICA, semula beroperasi di Jawa Barat di bawah komando Brigade W. Sejak 2 Desember 1945, Batalyon ini menyusun kekuatan di Bandung. Dimana diadakan pendidikan dan perekrutan oleh mantan Kapten KNIL JC Pasqua—yang semula jua bekas tawanan Jepang. Batalyon ini dibentuk di gedung bekas Koninklijk Militaire Academie (KMA) Bandung.

23 Desember 1945 hingga 18 januari 1946 kekuatannya terus dibangun di sekitar Bandung dan Cimahi. Lalu Juni 1946, batalyon tersusun dalam 4 kompi. Dimana mereka memakai warna dasi yang berbeda. Kompi Eropa dengan dasi hijau, Kompi Ambon dengan dasi merah, Kompi Timor dengan warna hitam. Dan kompi campuran denan warna biru.

Batalyon V Infanteri memilih julukan itu tetapi gelar kehormatan yang disajikan dalam lambang lengan dirancang oleh E.C.E. Amade.[6] Lambang Anjing menyala pun dipakai.



Andjing NICA yang Lain

Istilah Andjing NICA juga dipakai untuk menyebut` orang-orang pro Belanda di kalangan sipil. Siapa pun yang dekat dengan orang Belanda, meski tidak terkesan politis dan sekedar bersahabat, juga bisa kena cap Andjing NICA. Revolusi Indonesia meman buta dan orang tak bersalah pun bisa kena getah.

Kebencian antar manusia, terutama pada yang berbeda kulit, begitu besar di Indonesia. Seperti yang tulis dalam Menjadi Tjamboek Berdoeri: memoir Kwee Thiam Tjing, digambarkan:



Di Malang, masih terdapat banjak pendoedoek golongan Belanda(kebanjakan golongan Indo) maka tentoe sadja saling bentji membentji dan mentjoerigai ada hal² jang bisa dimengerti. Satoe waktoe terdapat aroes apa jang dinamakan “andjing NICA”. Dengen Nica dimaksoedken kekoeatan militer Belanda jang datang poela dengen membontjeng dibelakang sekoetoe. Baik di stasion kereta-api, di pasar, di kendaraan oemoem, dimana sadja, kalaoe badan lagi apes dan kita ditjoerigai sebage “andjing Nica” (mata² Belanda), nasib kita aken djelek sekali. Soedah bagoes kalaoe tjoeman dihadjar dan digeboekin sadja. Dan ini tjap “andjing Nica” tida pandang boeloe, tjoema oedji nasib. Mala orang² Indonesia asli tida djarang jang ditjap sebage mata² Belanda, hal mana saja sendiri saksikan kebenarannja, kalaoe ditilik dari matjamnja orang² jang lagi alamken nasib djelek begitoe.[7]



Begitulah revolusi Indonesia. Sementara yang dicap Andjing NICA terus kena sial, Batalyon Andjing NICA terus brutal melawan tentara republic dan laskarnya. Andjing NICA pernah diterjunkan ke Jawa Tengah. Tentu saja berhadapan dengan TNI yang berkonsentrasi di pedalaman Jawa. Kebrutalan itu membuat mereka kesohor dimasa revolusi.





Balikpapan: Akhir Sejarah Andjing NICA

Balikpapan adalah kota penting dengan instalasi minyak. Tidak heran jika KNIL ditempatkan di Balikpapan. Kehadiran Andjing NICA juga cukup penting di kota itu. Setidaknya hanya menjaga kota dan instalasinya. Perlawanan bersenjata di Kalimantan timur tidak separah di Jawa. Andjing NICA tidak terlalu banyak musuh berat di Balikpapan. Perlawanan bersenjata dari pihak RI lebih banyak terjadi diluar kota balikapapan. Pemerintah NICA tentunya telah memperkuat militernya di kota balikapapan. Hingga angguan keamanan cukup minim. Dalam sebuah tulisan Bambang Sadaryanto Santoso di multiply.com:





Meskipun di Balikpapan masih ada sebahagian pasukan dari Yon Anjing NICA yang merupakan seteru lama (yang mundur dari Jawa Tengah) dan KMK hanya membawahi empat orang TNI saja, tampaknya tantangan itu dapat dilewati.

Dari buku Anjing NICA terbaca bahwa Yon V (Anjing NICA) / KNIL tsb. diangkut mundur dengan kapal laut, diantaranya adalah kapal Waibalong, pada bulan Desember 1949 dari Semarang dalam suasana hati depresi. Letkol Van Santen yg telah menjadi komandan Batalyon selama 4 tahun baru diganti dengan Letkol Van Loon. Pada pagi hari sebelum Waibalong bongkar sauh, Van Loon cedera akibat kecelakaan (jip nya menabrak pohon) sehingga pimpinan batalyon diserahkan kepada perwira paling senior, yaitu Kapten Schlosmacher. Sementara loading barang2 ke kapal cukup rumit sehingga banyak yang rusak. Setelah mendarat di Kalimantan, staf dan kompi staf nya ditempatkan di Balikpapan

. Kompi-kompi lainnya ditempatkan di Samarinda, Samboja dan Sepinggan.

Letnan Toorop yg saat itu menjabat Komandan Kompi dari Yon XIV / KNIL dan sudah beberapa lama bertugas di Balikpapan menulis: Karena jumlah perwira sangat minim, terjadilah situasi-situasi aneh. Saya Komandan Kompi 3 / Yon XIV, tetapi hrs merangkap komandan kompi staf / Yon XIV. Betul2 gila (helemal te gek) ketika saya hrs juga mengurus kompi staf / Yon V (Anjing NICA) yg baru mendarat.[8]









Ketika Batalyon Andjing NICA ditempatkan di Balikpapan, sebagian besar serdadu KNIL sebenarnya dalam kondisi terpuruk. KNIL yang dalam proses pembubaran. Seorang perwira KNIL di Balikpapan merasa mengalami situasi yang unik. Dimana dirinya harus sekaligus memimpin tiga kompi dari dua batalyon berbeda.

Semua anggota KNIL yg berminat beralih ke APRIS ditempatkan di Batalyon XIV. Sisanya ditempatkan di batalyon V yg kemudian akan dibubarkan. Si perwira ini, secara resmi pada tanggal 16 Mei 1950 juga dipindah dari Batalyon XIV ke Batalyon V. Namun dia tetap di batalyon sebelumnya juga sampai hari pembubarannya.

Aksi APRA (Westerling) di Bandung dan Jakarta. Juga Peristiwa Andi Azis di Makasar juga mempengaruhi anggota KNIL di Balikpapan. Nyaris saja aksi seperti itu terjadi di Balikpapan. Hal ini mungkin saja terjadi di kalangan KNIL yang sebagian besar temperamental. Schlosmacher menulis:



“Pemberontakan telah dilakukan di Balikpapan oleh anggota KNIL terutama yang asal Ambon, yg antara lain kecewa karena tdk diperbolehkan kembali ke Ambon. Mereka mengancam untuk membakar kilang minyak BPM. Mereka menduduki tangsi, menguasai gudang senjata dan amunisi serta menyekap beberapa perwira dan tidak mengijinkan seorang pun masuk tangsi. Untunglah situasi ini diselamatkan oleh Jenderal Scheffelaar, yang pernah jadi komandan Anjing NICA. Ia memerintahkan agar kapal Waterman - yg berisi ex KNIL (kebanyakan asal Ambon) yg baru dikalahkan APRIS di Makasar - singgah di Balikpapan. Lalu pimpinan pemberontak KNIL di Balikpapan yg asal Ambon dibiarkan berbicara dgn konco (teman2) nya di kapal. Pendekatan ini berhasil. Pemberontakan di Balikpapan diakhiri dan pemberontak setuju menyerahkan senjatanya bila mendapat 'perlindungan KL'. Hal ini berlangsung dan orang-orang asal Ambon yg tidak mau beralih ke APRIS itu diberangkatkan dengan kapal ke Jakarta dan kemudian ke Negeri Belanda.”[9]



KOndisi di Balikpapan mungkin berbeda dengan KNIL di Bandung,Jakarta, Malang, maupun di makassar. Dimana bekas KNIL itu harus menentukan pilihan yang keduanya tidak menyenangkan. Mereka terkalahkan secara politis. Diplomasi Belanda harus kalah dengan diplomasi Republik, walau secara militer, Belanda lebih unggul. Sebagian KNIL diberi pilihan juga untuk bergabung dengan tentara Republik. Soal ini Toorop juga menulis:



“Serah terima resmi dari pasukan KNIL (yang mau beralih ke APRIS) dilakukan melalui suatu upacara militer. Mayor Wiluyo (Puspoyudo), otoritas militer APRIS tertinggi setempat, menerima pasukan itu. Sisa pasukan KNIL (yg tidak mau beralih ke APRIS) secara resmi dibubarkan melalui surat Ratu Belanda tanggal 20 Juli 1950. Kelak Balikpapan (dan Dewan Kalimantan Timur) ikut mendukung peleburan RIS menjadi RI (NKRI) pada tanggal. 17 Agustus 1950.”[10]



Bubarnya KNIL, berarti bubarnya Andjing NICA. Riwayat mereka tamat bersama riwayat NICA selaku pemegang kuasa atas daerah pendudukan Belanda di Indonesia semasa revolusi.

2 komentar:

eiji gunawan mengatakan...

mas di daerah aku juga pernah ada kasus andjing NICA. di sumedang pernah ada pembunuhan komandan yon Tarumanegara Mayor abdurahman, oleh andjing NICA..

Ki Djogo Regolidjo mengatakan...

setlah berburu kesana kemari akhirnya di blog ini sy dapatkan artikel lengkap ttg Bataljon V ANDJING NICA... saya mohon bisa share mas... :)