Semua percaya, Gajah Mada pemersatu Nusantara. Terserah, tapi secara nyata, meski tersembunyi petani pribumilah yang biayai semuanya dengan darah, keringat dan pastinya air mata.
Sumpah Pemuda boleh-boleh saja dirayakan. Asal jangan lupa kelompok lain yang juga ikut berjasa pada persatuan Nusantara. Anak bangsa yang baik gak boleh durhaka. Jadi ingatlah jasa pendahulu di masa lalu. Nah pendahulu yang kita bahas bukan Sultan, bukan Raden, bukan Kyai, bahkan bukan wali. Diantara mereka ada yang namanya: Gimin, Paidjo, Udin, Bacok, Ucok atau lainnya. Nah mereka ini tidak pegang bedil, tapi cangkul. Mereka adalah petani yang memberi makan orang-orang. Mereka adalah kaum terpinggirkan, di masa kini, juga pastinya di masa lalu. Raja boleh dipuja-puja. Tapi, mereka dipedulikan pun tidak. Nah, Anda-anda yang BerTuhan akan marah kan, kalau saya bilang Tuhan tidak adil karena takdirkan petani nusantara sebagai kaum yang dilahirkan untuk dihinakan dan ditindas? Jadi, saya cukup bilang saja karena Hukum Rimba yang mendarah daging di negeri ini membiarkan petani sebagai kaum tak penting, meski berasnya selalu ditelan dalam perut. Bukan Gajah Mada atau kembarannya Gajah Mada yg bernama Muhamad Yamin itu yang secara nyata menguasai dan mempersatukan Indonesia tapi serdadu2 KNIL dan para petani Indonesia. Juga bukan karena Sumpah pemuda 1928 juga, tapi karena petani dan serdadu KNIL. Silahkan Anda tidak percaya. Tapi, diskusi kami di kelas tadi ada betulnya juga. Tapi, Negara durhaka ini dalam kurikulum Sejarah Indonesia cuma bisa kasih tempat pada raja-raja dan pengikutnya. Mereka lupa pada kaum yang selalu menyediakan beras dan selalu dirampas harta apapun yang dimilikinya. Tontonlah Max Havelaar. Ada adegan dimana si Pantang yang hebat karena membunuh seekor harimau dengan tanduknya itu dirampas si Demang, biar Bupati senang. Anda yang punya nurani mungkin akan menangis atau bahkan marah. Mitos Para Raja Sejarah Indonesia cuma bisa kasih tempat pada raja-raja dan pengikutnya. Mereka lupa pada kaum yang selalu sediakan bahan makanan. Apa jadinya jika petani tak ke sawah? Kelaparan bakal datang. Mungkin kurikulum sejarah Indonesia kurang bisa menghargai kaum petani ini. Meski Sartono pernah menulis Pemberontakan Petani Banten, tetap saja Istanacentris jadi dambaan. Mau rajanya otak ayam, tetap aja raja didaulat sebagai yang Pemimpin Yang Bijaksana. Petani, mau jasanya segede gunung, tetap saja setara paria.
Tadi kami belajar sejarah. Dari yang kami diskusikan, ternyata bukan Gajah Mada yg menyatukan Indonesia hingga seperti sekarang ini. Tak ada raja berotak dan normal mau begitu saja jadi bagian dari Majapahit. Anak SD juga tahu kalau jadi Negeri merdeka itu lebih nikmat daripada jadi bagian kerajaan besar tapi hidup menderita. Misal, Kerajaan Kutai jadi bagian dari Majapahit, maka Rakyat Kutai akan sengsara dua kali lipat. Pertama, rakyat Kutai harus bayar pajak pada pajak pada Raja Kutai. Kedua, pajak pada Majapahit pun harus mereka tanggung. Jika pajak-pajak itu dijadikan satu paket, tetap saja Raja Kutai tak mau miskin. Raja Majapahit pun akan ngambek bahkan ngamuk kalau tidak disetori upeti. Jika benar Majapahit pernah jadi kerajaan nusantara, atau benar Majapahit atau Juga Sriwijaya jadi penguasa nusantara, maka saya curiga kehidupan petani atau rakyat jelata sangat berat sekali. Sebagai keturunan petani yang bukan bangsawan, saya yakin nenek moyang saya dulu menderita. Sudah harus beri seserahan tiap tahun pada raja-raja Jawa, nah kalau raja-raja lewat nenek moyang saya bakal disuruh jongkok bahkan menyembah raja-raja Jawa tak tahu diri itu. “Memang susah, jadi orang yang tak punya,” Ahmad Albar dalam lagunya. Jaman raja-raja Islam pun sama saja. Islam mereka paling symbol. Kelakuan raja tetap saja binal en ‘semau gue’. Semacam Islam KTP. En kalau sudah merasa terancam kelakuan seperti lascar nasi bungkusnya Habib Rizieq. Jual nama Tuhan biar bisa tetap berkuasa. Lalu, siapa yang menyatukan Nusantara? Masih ingat Tanam Paksa? Itu loh yang diterapkan van den Bosch. Dari tahun 1830-1870. Yang kalau Multatuli gak pernah tulis Max Havelaar mungkin gak ada orang Belanda yang teriak-teriak untuk hapuskan itu system gila yang menyiksa petani Indonesia. Anda-anda semua wajib nonton Max Havelaar.
Hingga awal abad XX, Belanda kan masih doyan perang sama rakyat atau raja-raja yang ingin merdeka dan tak mau masuk dalam Hindia Belanda yang meliputi Sabang sampai Merauke itu. Masih ingat perang Aceh? Yang baru betul-betul selesai awal abad XX itu. Itu kan butuh dana banyak. Apakah dana itu berasal dari kantong Jenderal Van Heutzs? Tidak, Kawan! Itu berasal dari kas pemerintah. Nah Kas pemerintah pastinya berasal dari pajak atau setoran dari rakyat petani kere yang dihisab sama pemerintah colonial melaui tangan-tangan priyayi Indon. Tak ada penjajah yang mau rugi. Mustahil jika uang yang digunakan untuk bikin istana-istana colonial; bayar gaji pegawai dan serdadu; dana perang untuk menguasai secara de facto seluruh wilayah nusantara tidak berasal dari setoran yang dibayarkan rakyat (petani) nusantara. Masih ingat Jalan Deandels. Semua sepakat kalau Deandels cs konspetornya. Lalu siapa eksekutor dan sponsor utama dana pembangunan Jalan Deandels itu. Yang paling banyak, barangkali hampir semua dana pembangunan itu, dari para rakyat yang dikerahkan kerja paksa itu. Walau Deandels yang punya ide, tapi jalan itu milik Rakyat yang dihisab tenaganya. Ribuan nyawa pun konon harus tewas karena lapar dan sakit. Tak ada bedanya penyatuan nusantara oleh pemerintah colonial Hindia Belanda. Memang serdadu-serdadu kNIL yang mayoritas pribumi, yang menyikat semua musuh dan menjadikan Hindia Belanda (juga Kerajaan Belanda) menguasai seluruh nusantara. Tapi, harus diingat uang atau dana yang digunakan KNIL itu tentunya juga berasal dari kas pemerintah yang didapat dari pemerasan kepada rakyat petani di tanah koloni mereka. Yang terakhir ini sering dilupakan. Banyak Ada bau darah, air mata dan keringat petani disana. Belanda bisa menguasai Nusantara itu karena ada uang (dana) dari kas pemerintah Hindia Belanda yang pastinya dari hasil tanam paksa keji juga. Jadi wilayah Indonesia yang luas seperti sekarang ini, juga dikarenakan sumbangan tenaga, darah, kengingat bahkan airmata para petani Indonesia. Petani adalah korban dan tulang punggung utama utama tanam paksa. Mereka menanam, mereka menyetor lebih dari 1/5, mereka juga menderita dan tetap miskin. Dengan Uang kas kolonial dari para petani itulah yang membuat KNIL bisa menghabisi musuh pemerintah dan menguasai Indonesia. Perut rakyat akan kenyang kalau ada petani yang banyak tanam padi. Dan wawasan rakyat jadi luas karena ada pelaut yang berbagi pengalamannya. Memang terdengar konyol. Tapi itulah adanya. (Terimakasih atas diskusi hari ini anak-anak… Kalian keren!!!)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar