Nama orang terpelajar nyaris tak pernah disebut dalam sejarah Indonesia. Akhirnya kita muntah karena nama penguasa macam gajah Mada atau Suharto lebih sering disebut.
Jika ada yang bertanya, siapa manusia paling bijak dari Indonesia timur? Karaeng patinggaloang lah orangnya. Saya tak terkejut secara tidak sengaja menemukan Museum yang menggunakan namanya di dalam komplek Benteng Somba Opu, di Sungguminasa. Ini Karaeng Keturunan Bangsawan Tallo. Dimana dia kemudian menjadi karaeng atau semacam raja di Tallo. Tallo di masa sekarang adalah pusat kota Makassar sekarang.
Makassar kota yang lebih dikenal sebagai kota tawuran. Begitulah kata media nasional. Seolah, tak ada yang dilakukan orang-orang Makassar selain tawuran. Mereka lupa, Makassar di masa lalu punya Karaeng Patinggaloang.
Semasa hidupnya, diperakan sejak 1600-1654, Karaeng Patinggaloang adalah mangkubumi kerajaan besar Makassar, dimana Gowa adalah pemimpinnya. Artinya Patinggaloang adalah penasehat raja sekaligus perdana menteri dari Sultan Muhammad Said, Sultan Gowa kala itu. Karena terbiasa berhubungan dengan orang asing, entah untuk urusan kerajaan atau dagang, maka dirinya menguasai beberapa bahasa asing seperti Belanda, Portugis, Spanyol, dan lainnya. Banyak yang mencatat, Patinggaloang punya banyak koleksi buku dari barat yang disimpannya dalam perpustakaannya. Dirinya pernah memesan bola dunia (globe) buatan Bleu dari Inggris. Dia juga punya atlas eropa. Tak hanya berhubungan dengan orang Eropa, sejarah Eropa pun dia pelajari. Pastor Alexander de Rhodes S.J mencatat: “Jika kita mendengar omongannya tanpa melihat orangnya, pasti kita mengira bahwa dia adalah orang Portugis sejati, karena ia berbahasa orang Portugis sama fasihnya dengan orang Lisbon .... Menguasai dengan baik segala misteri kita, dan telah membaca semua kisah raja-raja kita di Eropa dengan keingintahuan yang besar.”
Matematika pun menjadi ilmu yang menarik bagi Patinggaloang. Banyak hal soal ilmu-ilmu pengetahuan dari barat dia coba ketahui. Tak ada untuk bukti menuduhnya menjadi barat, atau menginginkan adanya pembaratan di Makassar. Yang terlihat hanya dirinya sebagai orang dengan rasa ingin tahu lebih jauh tentang ilmu dari barat. Sayang, nyaris tak ada bangsawan lain yang serius untuk belajar soal ilmu-ilmu yang dikuasai orang Belanda di masanya. Di masa setelahnya pun, orang-orang Indonesia sekolah bukan karena cinta pada ilmu pengetahuan, melainkan lebih karena mengejar ijazah dan prestis. Akhirnya kita tak perlu heran jika generasi muda sekarang adalah generasi pemburu ijazah, karena tak diajarkan untuk mencintai ilmu pengetahuan sejak dini di sekolah.
Beruntung sekali orang-orang Makassar punya tokoh teladan macam Karaeng Patinggaloang. Serta sangatlah beruntung Arung Palakka, raja Bone terbesar dalam sejarah, yang pernah menjadi anak asuh dari Karaeng Patinggaloang. Sedikit banyak Karaeng Patinggalong tentu ada yang bisa dipelajari oleh Arung Palakka. Banyak hal bijak yang dipelajari dari Karaeng Patinggalong, termasuk dalam pemerintahan untuk menjadi raja. Tak perlu heran jika Arung Palakka jadi raja besar yang dihormati. Arung Palakka mungkin murid Karaeng Patinggalong yang kesohor. Nama Patinggaloang, yang seharusnya bisa dibanggakan seolah tenggelam oleh nama Hasanudin. Ini karena sentiment anti Belanda yang berlebih dari orang Indonesia. Yang melawan Belanda boleh jadi Pahlawan, walau ada main dengan Portugis.
Dia bukan penguasa yang bijak belaka. Dia adalah pecinta ilmu pengetahuan. Orang terpelajar haruslah jadi orang yang mencintai ilmu pengetahuan. Sejarah Indonesia yang disajikan di sekolah selama ini cuma omong bagus soal politik saja. Sejarah Indonesia di sekolah tak pernah belajar bagaimana menghargai dan mendalami ilmu pengetahuan. Bagi Anda yang bosan, karena lebih sering dijejali soal Sukarno dan Suharto atau Gajah Mada, sebaiknya acuhkan mereka sejenak! Mari kita berkaca pada seseorang yang jelas-jelas mencintai ilmu pengetahuan dulu. Sejarah Indonesia harusnya memberi contoh pemimpin bijak dan ilmuwan atau pecinta ilmu pengetahuan yang bisa dijadikan teladan. Harapannya, Indonesia bisa seperti Jerman yang punya Goethe, Itali yang punya Da Vinci atau tokoh kesohor di bidang ilmu pengetahuan dan Teknologi. Indonesia baru punya beberapa orang macam Habibie. Untuk negara sebesar Indonesia, harusnya punya banyak Habibie
Tidak ada komentar:
Posting Komentar