"Sejarah akan bicara dari mulut anak-anaknya. Sejarah ada karena manusia ada. Hingga akhir dunia sejarah akan tetap ada."
Minggu, Juni 20, 2010
Wisata Pagi Ini, Bantimurung
Saya belum mandi pagi ini. Dengan sepeda motor pinjaman dari Iwan, saya meluncur ke Maros pukul 07.00 pagi. Jalanan agak sepi. Kendaraan saya pacu tidak lebih dari 60 KM/jam. Satu jam kemudian saya mencapai jalan poros Maros-Bone. Tidak sulit mencapai jalan itu, selain jalannya cukup baik, juga saya mengerti jalur itu ketika menuju Bone beberapa hari yang lalu. Acara minggu pagi saya kali ini adalah ke Bantimurung.
Ini adalah wisata saya ke tempat wisata terkenal selama perjalanan saya ke Sulawesi Selatan. Saya memang menghindari daerah tujuan wisata, karena pengalaman yang tidak menyenangkan di Jawa. tempat wisata di Indonesia tidak bisa menjamin privasi seseorang karena gangguan pedagang asongan yang sebenarnya setengah memaksa agar barangnya dibeli. Hal yang sulit dihindari juga, karena mereka juga cari makan.
Liang Leang-leang
Beberapa bulan lalu, seorang kawan wanita saya zaman SMA, bercerita pada tentang taman yang terdapat kupu-kupunya. Maksudnya Taman Nasional Bantimurung. Tapi itu bukan tujuan pertama saya. Karena seorang kawan saya di Jogja pernah bercerita tentang desa Leang-Leang, yang penuh gua. Ketika saya ke Bone, saya melihat ternyata jarak Leang-leang dengan Taman Nasional tidak jauh dan sejalur. Dimana Leang-leang pertama dilewati sebelum Taman Nasional Bantimurung. Maka saya pun putuskan ke Leang-Leang dulu.
Tidak sulit mencari jalan masuk menuju desa Leang-Leang. Cukup mencari kantor camat Bantimurung, maka kita akan temukan gapura bertulis Taman Wisata Prasejarah Leang-Leang. Masuklah ke jalan tersebut, dan seterusnya ikuti jalan desa yang sebagian mulus sebagian kecil berlubang. Jika anda bingung, bertanyalah pada penduduk sekitar jalan. Mereka tentu akan menjawab dengan ramah jika anda bertanya dengan ramah juga tentunya. Tenang saja penduduk disini cukup ramah.
Di sepanjang jalan, saya melihat sawah-sawah yang luas. Dimana banyak saya lihat serangga beterbangan diatas tanaman padi milik petani. Banyak gunung-gunung di desa ini, tapi saya tidak menghitungnya.
Untuk mencapai Desa Leang-leang untuk menemukan goa dan taman prasejarahnya, saya harus masuk sekitar 6 KM. Sebelum saya mencapai desa Leang-leang, saya menemukan gua Leang Burung I dan II. Saya hanya memotret sebagian saja dan meneruskan perjalanan ke desa Leang-leang yang jaraknya dari gua Leang Burung sekitar 1,5 KM.
Saya tiba di des Leang-leang sekitqar pukul 08.00 lebih. Setelah memarkir sepeda motor dan membayar bea masuk hanya Rp 5.000, saya mulai berjalan menuju gua. Ditemani Aba, seorang juru kunci yang masih muda. Pada saya Aba bercerita banyak soal gua Leang-leang itu.
Pintu masuk gua sengaja dikunci karena situs gua-gua disini adalah situs sejarah yang dilindungi. Saya dengan ditemani Aba, melewati taman terlebih dahulu sebelum tiba di mulut gua. Belum sampai mulut gua, saya melihat tangga besi yang cukup tinggi untuk naik. Gua ini adalah Petta Kere. Didalamnya ditemukan lukisan dinding bergambar babi rusa dan telapak tangan manusia. Ketika ditemukan gua, di gua ini ditemukan alat batu serpih bilah dan mata panah. Mungkin saja manusia purba disini hidup dari berburu dan meramu.
Saya sekuat tenaga manaiki tangga dan menyusuri gua dengan menunduk atau memiringkan badan. Saya rasa semua orang bisa lalui apa yang saya lalui. Dan sesekali memanjat untuk melihat lukisan dinding purba yang ditunjukan Aba. Meski agak gelap saya berusaha memotret lukisan dinding itu dengan kamera HP 1 MP, yang tentu saja tidak baik hasilnya. Susur gua ini cukup melelahkan dan menyenangkan. Saya berkeringat dan terengah-engah.
Saya tidak lama di gua ini karena saya akan menuju gua yang lain. Jaraknya tidak jauh dari Petta Kere. Jalannya juga cukup baik. Gua itu masih termasuk dalam taman prasejarah Leang-leang. Gua ini tidak setinggi gua Petta Kere, tapi saya lupa nama gua ini. Disini sya tidak perlu memanjat lagi. Disini juga terdapat lukisan dinding. Di dua gua ini saya hanya foto-foto. Udara disini cukup sejuk di pagi hari.
Pada saya Aba bercerita, banyak arkelog dan wisatawan asing mengunjungi gua purba ini. Wisatawan dalam negeri sangat jarang ke Taman Prasejarah ini. Saya bisa memaklumi jika tempat ini agak sepi. Biasanya, para arkeolog kadang bermalam di gua dengan asyik-nya. Tentu saja tidak merusak sedikitpun, hanya menikmati hidup di gua dan menikmati lukisan dinding gua yang kecil. Aba juga menyayangkan adanya coretan, meski tidak banyak, buatan manusia masa kini yang mengaku beradab.
Setelah menyusuri dua gua yang tidak dalam namun indah itu, saya dan Aba menuju museum gua. Dimana disajikan artefak berupa pecahan alat dari batu milik manusia prasejarah. Ada juga keterangan tentang gua-gua di sekitar Leang-leang, Aba mengatakan pada saya, ada sekitar 50 gua prasejarah di sekitar des Leang-leang. Namun tidak semuanya memiliki lukisan dinding.
Leang adalah bahasa Bugis untuk gua atau liang. Tidak salah jika desa yang masuk dalam Kecamatan bantimurung, Kabupaten Maros ini diberi nama Leang-leang. Salah satu tempat wisata menarik juga.
Sepertinya saya harus kesini lagi suatu hari. Untuk menjelajahi gua-gua yang lain. Dari museum saya pamit pada Aba menuju Bantimurung. Senang bisa bertemu orang muda seperti Aba yang cukup mengerti soal saya pikir.
Melihat Kupu-kupu
Taman Nasional Bantimurung tidak jauh dari Leang-leang. Masih satu kecamatan. Di gerbang masuk taman nasional ini terdapat patung kupu-kupu yang cukup besar dipinggir jalan poros Maros Bone. Jadi tidak sulit mencapainya. Seperti Leang-leang yang harus masuk kedalam sepanjang 6 KM.
Setelah parkir sepeda motor dan beli tiket masuk, maka saya pun masuk. Tiket masuk hanya Rp 10.000. Tidak malah. Udara di taman nasional juga cukup sejuk. Tidak juh dari pintu masuk terdapt museum kupu-kupu. Dimana terdapat beberapa kupu-kupu yang diawetkan dan dipajang dengan keterangan speciesnya. Museum kupu-kupu ini adalah andalan dan ikon taman nasional Bantimurung. Dimana banyak anak-anak kecil disekitar Bantimurung suka menangkap kupu-kupu, seperti yang saya temui dalam perjalanan ke Leang-leang. Mereka menggukan jaring-jaring penangkap kupu-kupu biasanya. Di dekat pintu masuk juga banyak pedagang kaki lima yang menjajakan jupu-kupu yang sudah diawetkan.
Disini juga terdapat air terjun. Ini adalah wisata yang paling diminati di Bantimurung daripada wisata gua dan museum kupu-kupu. Banyak anak-anak mandi di air terjun ini. Cukup aman karena dangkal. Saya hanya memotret air terjun dan anak-anak yang nampak ceria bermain air atau berenang. Saya menaiki tangga yang cukup tinggi. Ini tangga kedua pagi ini yang saya naiki cukup melelahkan juga. Selanjutnya saya menyusuri jalan kecil dengan penjual minuman dan makanan dipinggir jalan. Tidak seagresif di tempat wisata di Jawa. Saya melewati danau yang dipagari. Danau ini cukup tenang airnya, namun pernah memakan korban setahun silam. Begitu kata petugas.
Akhirnya saya sampai juga ke ujung area wisata Bantimurung. Sebuah gua. Gua ini cukup gelap dimasuki. Kita bisa menyewa senter untuk masuk dan melihat dinding gua yang mengkilap seperti kristal atau marmer. Di dekat Leang-leang memang ada penggalian batu marmer. Saya tidak masuk gua kali ini, perut saya yang belum saya isi sejak pagi tidak bisa diajak kompromi. Saya hanya mendapat cerita dari Bapak-bapak yang menyewakan senter kalau di dalam gua terdapat tempat bertapa dan air yang bisa membuat kita awet muda.
Saya pun meninggalkan Taman Nasoional Bantimurung dengan perut kroncongan. Saya pun bertekad cari makanan dipinggir jalan. Setelah melewati terminal Bantimurung, saya pun menemukan warung makan kecil. Dengan menu ikan baker dan sup. Saya pun pesan satu porsi kepala ikan tongkol bakar. Begitu disajikan dimuka saya ikan bakar, sup dan nasi saya langsung melahapnya. Sangat nikmat sekali makan pagi ini. Hrganya hanya Rp 8.000. Saya nyaris tidak percaya semurah itu untuk makanan lezat yang baru saya makan.
Setelah membayar, saya pun menuju Makassar lagi. Dengan perut kenyang dan hati puas karena sudah mencapai desa Leang-leang dan Taman Bantimurung yang pernah diceritakan kawan wanita saya yang sekarang entah dimana itu. Dia mungkin salah satu alasan perjalanan saya juga.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar