"Sejarah akan bicara dari mulut anak-anaknya. Sejarah ada karena manusia ada. Hingga akhir dunia sejarah akan tetap ada."
Kamis, Juni 10, 2010
Bangkit Dari Apa Sekarang?
102 tahun yang lalu sekelompok pemuda bangkit—dan merasa bosan dengan status mereka sebagai pribumi terjajah. Mereka memulai sebuah perbaikan penting dari sebuah kampus kedokteran bernama STOVIA. Kebangkitan Nasional itu lalu menjadi mitos yang diskralkan di negeri sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Meski banyak perdebatan kapan sebenarnya Kebangkitan Negeri ini dimulai?
Sudah berpuluh-puluh tahun, Kebangkitan Nasional diperingati. Hasilnya, banyak orang mengerti bahwa dirinya adalah “terjajah” dan melawan. Hingga mereka bertindak berani menyatakan diri merdeka sebagai Indonesia, ketika Perang Dunia II, menggilas banyak bangsa Imperialis Eropa.
Berpuluh kali dperingati, penjajahan tak pernah berhenti. Artinya kondisi tdak berubah, meski penjajah lama, Pemerintah Kolonial Hindia Belanda, telah pergi. Penjajah hanya bersalin rupa. Kulitnya tidak lagi putih, kulitnya sawo matang. Berlaku layaknya wakil atau utusan rakyat.
Apa ukurun ketertindasan sekarang? Nyatanya pelayanan publik masa kini begitu mengecewakan. Banyak warga—yang seharusnya dilayani dengan baik—banyak yang merasa kecewa. Birokrasi makin rumit dan gila hormat. Kita tahu banyak birokrat, dari yang kecil hingga yang paling tinggi, gila hormat dan selalu ingin disembah layaknya priyayi zaman Kolonial. Artinya ada semacam feodalisme terselubung yang ingin dipelihara di sektor pelayanan publik. Intinya Birokrasi, yang harusnya melayani malah menindas. Apakah ini harus disebut kemerdekaan?
Sebagai pelayan publik, pemerintah Indonesia masa kini gagal dan semakin gagal saja dengan tersiksanya mereka yang mengurus berbagai perizinan dan kegiatan yang sebenarnya untuk kemaslahatan publik. Artinya “kemerdekaan” yang mereka dengungkan pada kita tidak memberi perbaikan hidup bagi banyak orang Indonesia. Orang miskin masih tetap ada, bahkan diantaranya masih dan terus dimiskinkan.
Apakah penjajah bersawo matang ini harus dilawan? Kata buku-buku disekolah, birokrasi—sebagai bagian dari Negara tidak boleh dilawan. Karenanya setiap yang melawan sama dengan pengkhianat. Pemberontak selalu salah, kata mereka. Sementara penindasan terselubung mereka semakin menjadi-jadi saja. Hanya perlu membuang jauh-jauh mental feodal mereka saja yang dibutuhkan, dan menggantinya dengan jiwa pelayan rakyat. Bagaimanapun birokrat adalah pelayan rakyat!
Pertanyaan saya sekarang adalah, akan kita apakan penjajah terselubung ini? Apa perlu sebuah kebangkitan untuk melawan mereka? Menerima atau bangkit melawan mentalitas mereka? Pastinya kita tidak ingin revolusi sosial, seperti yang terjadi di Brebes, Tegal dan Pekalongan pada awal kemerdekaan terjadi lagi tentunya? Atau akan ada kebangkitan yang lain?
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar