Pencopet jadi Jenderal? Rasanya itu cerita film Nagabonar yang digarap Asrul Sani tahun 1986. Nagabonar, mantan copet itu jadi jenderal, "Apa kata dunia?". Bagaimana mungkin, kapan dia lulus akademi militer, atau sudah berapa lama dia jadi serdadu hingga berani dia jadi Jenderal. Zaman revolusi adalah masa-masa penuh kekacauan. Apa saja juga bisa terjadi. Nyatanya Nagabonar pun jadi Jenderal. Anggap saja Nagabonar Jenderal yang diangkat oleh kekacauan zaman revolusi itu, seperti kata beberapa tulisan lain. Nagabonar menjadi kisah fiktif yang menarik. Semacam roman historis yang kocak dan memberikan gambaran pada kita betapa kacaunya negeri ini dimana sebuah negara baru harus lahir dimasa kekacauan ini. Nagabonar juga satu dari sekian pelaku dimasa yang kacau itu.
Tanah Batak punya banyak Jenderal. Buku sejarah nasional Indonesia pasti menulis nama Abdul Haris Nasution dan Tahi Bonar Simatupang. Keduanya termasuk pembangun Tentara Nasional Indonesia. Nama mereka akanselalu diingat dalam sejarah militer Indonesia. Masih ada lagi, Donald Izacus Panjaitan yang gugur sebagai pahlawan Revolusi. Di Balige, tempat kelahiran D.I. Panjaitan, patung jenderal ini berdiri tegak dijalan penting antar kota dalam provinsi Sumatra Utara.
Masih ada Jenderal-jenderal Batak lain di negeri ini. Entah apa tanggapan orang Batak yang bukan serdadu pada saudara setanah Batak mereka yang menjadi Jenderal. batak tidak termasuk suku penyumbang pemudanya dalam kemiliteran zaman kolonial. Hanya sedikit pemuda Batak yang menjadi serdadu KNIL.
Mengapa orang Batak punya banyak Jenderal. Sebagai daerah yang menjadi lahan pergerakan Zending pasca berakhirnya perang Sisingamangaraja XII, banyak sekolah model barat yang dikelola oleh Zending berdiri. Pendidikan model barat ini banyak dinikmati oleh sebagian orang-orang Batak khususnya orang-orang terpandang disana.
Majunya pendidikan modern di tanah Batak, walau tidak dirasakan semua orang Batak, memungkinkan beberapa pemuda Batak memperoleh ijazah MULO (Meer Uitgebrijd Leger Onderwijs: setingkat SMP sekarang). Bahkan ada yang AMS (Algemene Middelsbare School: setingkat SMU). Ijazah setara AMS merupakan akses untuk menjadi calon perwira seperti A.H. Nasution dan T.B. Simatupang. Mereka menjadi segelintir pemuda pribumi yang dididik sebagai kadet KMA (Koninlijk Militaire Academie: Akademi Militer Kerajaan)di Bandung.
Kedua kadet Batak tadi tergolong orang Batak yang pertama-tama menjadi Jenderal dalam dinas militer reguler TNI. Jumlah itu tentunya semakin bertambah. Tanpa bermaksud mengolok, apalagi menghina, tanah Batak juga memiliki Jenderal unik. Jenderal dadakan semasa revolusi kemerdekaan. Nama Jenderal ini adalah Timur Pane. Sebelum revolusi, jenderal ini pernah berprofesi sebagai pencopet.
Pencopet jadi jenderal? kita akan ingat nama Nagabonar. Film yang dibuat oleh Asrul Sani yang kemudian sekuelnya digarap oleh Deddy Mizwar. Deddy Mizwar masih memegang kuat karakter Nagabonar. Tetap jago mencopet, keras, kocak dan tulus. Bedanya kali ini Nagabonar sudah tua. Darimana Asrul Sani dapat ilham Nagabonar-nya. Bisa jadi Timur Pane adalah ilham itu, seperti pernah ditulis Aboebakar Loebis dalam biografinya tentang kunjungannya ke Sumatra Utara semasa Revolusi kemerdekaan sebagai utusan pemerintah pusat jakarta.
Saat itu, zaman revolusi Indonesia sedang bergolak, Aboebakar Loebis mendengar ada seorang mantan copet bernama Timur Pane yang menjadi pejuang yang bergerak melawan Pasukan Militer Belanda di tanah Batak, Sumatra Utara. Pejuang bekas pencopet ini, memiliki banyak pasukan, mengangkat dirinya sebagai Jenderal Mayor. Tentu saja pengangkatan Timur Pane sebagai Jenderal itu tidak sesuai dengan instruksi militer pusat di Jawa.
Apapun yang dilakukan Timur Pane, termasuk mengangkat diri sebagai Jenderal, pastinya juga ada jasa dia dalam mempertahankan tanah Batak dari pendudukan militer Belanda dimasa revolusi. Tidak diketahui nasib Timur Pane setelah revolusi. Namanya hilang setelah militer Belanda angkat kaki dari tanah Batak dan kepulauan Nusantara ini.
"Apa kata dunia?" nama jenderal copet itu terlupakan juga. Tenang saja, setidaknya ada jenderal Batak lain, 'jenderal beneran' pake bintang di pundak dan naik mobil, bukan jenderal copet yang naik kuda atau menggendong emaknya seperti di film Nagabonar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar