Jumat, Agustus 30, 2013

Mengintai Orang Kate Dari Utara

Ini bukan review film. Tapi hanya catatan soal bagaimana sekutu memata-matai Jepang di Pasifik.

Sekutu tak tinggal diam ketika Balatentara Jepang menduduki Indonesia. Untuk Indonesia, di Australia yang menjadi ladang pengungsian besar-besaran dari pihak Belanda pun sudah punya rencana untuk Indonesia. Bersama Tentara Belanda, pihak Australia terus melakukan kerja terpisah dalam mengumpulkan data-data kekuatan militer Jepang di Indonesia. Hanya infiltrasi yang bisa dilakukan mengingat kuatnya militer Jepang di Indonesia. 
Wilyah kekuasaan Angkatan Laut Jepang, Armada Selatan Kedua, yang membawahi  daerah Kalimatan hingga sekitar perairan Papua, adalah sasaran infiltrasi yang agaknya dianggap lemah. Wilayah armada selatan kedua itu jelas jauh lebih luas daripada wilayah Tentara ke-16 (Angkatan Darat) di Jawa dan Tentara ke-25 (Angkatan Darat) di Sumatra.
Ada beberapa misi rahasia dari pihak sekutu: Inggris; Belanda; Australia dan Selandia Baru dalam memata-matai Jepang di Indonesia. 

Z Force Hingga Mel Gibson
Sebuah satuan intelejen bernama SAD Force (Z Force) dikirim menyusup ke Balikpapan untuk mengumpulkan informasi intelejen. SAD Force adalah regu intelejen yang berpangkalan di Morotai. Regu ini berjumlah 14 orang tentara sekutu yang dipimpin oleh William C. Dwyer, salah satunya adalah orang Melayu. dengan kapal selam regu ini berangkat dari Morotai dan mendarat ditepi pantai Sigaku, Samboja. Mereka mendapat bantuan dari penduduk setempat. Tidak semua penduduk bersimpati pada mereka karena ada salah satu penduduk yang melapor pada Kempeitai Jepang di Balikpapan mengenai keberadaan penyusup itu di Samboja. Atas laporan itu Jepang segera bertindak dengan mengirim sekompi pasukan untuk memburu para penyusup itu. (Agus Suprapto, Perang Berebut Minyak: Peranan Strategis Pangkalan Minyak Kalimanatan Timur dalam Perang Asia Pasifik 1942-1945, hlm.197-202).
Pasukan Jepang berusaha menangkap mereka, penyusup SAD Force itu berlari kearah hutan Sigaku yang lebat. Dua anggota SAD Force tertangkap Jepang ketika merusak sarana komunikasi milik Jepang di Sungai Tiram. Dengan menambah jumlah pasukan, para penyusup itu terus diburu tentara Jepang. Akhirnya, hutan itu dipagar betis oleh pasukan Jepang agar para penyusup tidak bisa lolos lagi. Akhirnya terjadi pertempuran sengit antar pasukan itu. Pasukan khusus SAD Force tidak mau menyerah dan terus mealwan pasukan Jepang yang jumlahnya lebih dari satu kompi itu.
Penyusup SAD Force terus membobol kepungan pasukan Jepang yang sudah rapat itu. Penyusup itu berhasil membedah kepungan pasukan Jepang yang dianggap lemah dengan tembakan bertubi-tubi sehingga prajurit yang mengepung itu tewas. Kecuali seorang petugas radio yang ditangkap, penyusup SAD Force berhasil meloloskan diri dari kepungan Jepang itu.
Misi ini seolah tanpa hasil karena belum cukup memperoleh data. Mereka kembali ke pangkalan mereka di kepulauan Morotai dengan dijemput oleh pesawat Catalina—bersama penyusup SAD Force terdapat empat orang penduduk setempat yang kemudian dimintai keterangan mengenai posisi Jepang di Balikpapan. Tetap saja belum ada informasi intelejen yang layak yang digunakan untuk merencanakan penyerbuan ke Balikpapan. Setelah penyusupan itu gagal, Penjawat (camat) Samboja A.R. Ariomidjoyo, Mantri Polisi H. Anwar, dan Kepala kampung H. Arief ditangkap dari rumahnya. Atas tuduhan membantu penyusup SAD Force ketiga orang itu dieksekusi tanpa diadili terlebih dahulu. (Agus Suprapto, Perang Berebut Minyak: Peranan Strategis Pangkalan Minyak Kalimanatan Timur dalam Perang Asia Pasifik 1942-1945, hlm. 204).
Begitulah misi Z Force di Indonesia. Ternyata, Z Force tak hanya bergerak di Kalimantan saja. Mereka juga bergerak di daerah pendudukan Jepang yang lain di Asia Tenggara dan sekitar Papua. Tim khusus ini tak hanya melibatkan serdadu-serdadu Bule, orang-orang Timor, melayu pun dilibatkan. Mereka tak hanya cari informasi, mereka juga melakukan sabotase untuk mengganggu gerakan Jepang di Kepulauan Pasifik. (David Horner, (1989). SAS: Phantoms of the Jungle-A History of the Australian Special Air Service, hlm. 26).
Kisah heroik tim khusus ini pun kemudian difilmkan pada 1982 oleh Australia dan Taiwan. Saya belum telusuri lebih jauh apakah kisah film itu real atau tidak, setidaknya film buatan Australia itu terinspirasi dari aksi-aksi tim Z Force tadi. Film yang berjudul Attack Z Force ini juga melibatkan Mel Gibson sebagai Kapten Kelly, komandan pasukan misi. Tampaknya Mel Gibson tertarik dengan cerita pembebasan hingga dia terlibat dalam The Patriot,Braveheart, dan juga Galipoli. 

Misi Saumlaki dan NEFIS
Belanda tentu tak ketinggalan memata-matai Indonesia. Julius Tahiya dan seregu KNIL dikirim ke Kepulauan Saumlaki. Dengan kekuatan terbatas pasukan kecil ini berusaha melawan serdadu Jepang yang mengincar mereka. Meski sempat menuai kemenangan, tetap saja mereka harus pergi. Serdadu Jepang takan lepaskan mereka.
Julius Tahiya, masuk sebagai bintara KNIL di tahun 1937. Dia ikut menyeberang ke Australia ketika Perang Pasifik berkobar dan Tentara jepang masuk Indonesia. Julius Tahiya pernah melakukan pedaratan diam-diam di Saumlaki pada masa pendudukan Jepang sebagai bintara KNIL. Setelah PD II berakhir pangkat Julius Tahiya diaikan menjadi Letnan.
Semasa revolusi kemerdekaan RI, Julius Tahiya bekerja untuk kepentingan Belanda karena dia termasuk KNIL yang dibawa Belanda ke Australia. Julius Tahiya, sebagai orang Indoensia yang pastinya memiliki pengetahuan tentang Indonesia yang berusaha direbut kembali oleh Belanda, sangatlah penting kedudukannya. Karenanya Julius Tahiya dijadikan staf Jenderal Spoor dengan pangkat Kapten. Tahiya tidak lama menjadi staf Jenderal Spoor. (Julius Tahiya, Horizon Beyond, ab. Melani Budianta, Melintas Cakrawala: Kisah Sukses Pengusaha Indonesia, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 1997, hlm. 37-56, 71).
Seharusnya,  pengalaman JUlius dan kawan-kawannya bisa menjadi bahan pertimbangan bagi NEFIS yang berdiri sebelum 1945. NEFIS sendiri berdiri di AUstralia. Mereka sudah mulai mengumpulkan informasi apa saja soal kekuatan Jepang dan juga soal masyrakat Indonesia. Sayangnya, NEFIS gagal membuat analisa yang tepat soal Indonesia. Mereka mengira orang Indonesia akan senang jika Belanda kembali, karena kejamnya Jepang, namun yang terjadi sebalikanya. Mereka disambut dengan perlawanan, bukan sebagai pahlawan. Pimpinan NEFIS yang kesohor adalah Simon Hendrik Spoor yang kemudian jadi Legercommandant KNIL.
Gerrits Kakisina adalah lulusan Kader  School Gombong sebelum perang dunia II. Dia ikut mengungsi ke Australia. Sebagai Sersan II KNIL, dia dilatih  tentara Amerika untuk tugas Field Combat Intelliegence untuk menyerbu Asia Tenggara. Konon, Gerrits pernah bertugas di front Pasifik juga. Setelah Jepang menyerah, Gerrits adalah anggota NEFIS. Gerrits masuk ke Surabaya pada November 1945.Gerrits buta politik. Dia hanya berpikir dirinya serdadu yang harus professional yang harus jalankan apapun perintah komandan. Bukan mengikuti perkembangan politik. Selama di Australia, atasan-atasan Belandanya mengatakan yang akan dihadapinya di Indonesia adalah Ektrimis. Ketika bertugas di TNI, di tahun 1960an, dengan pangkat Letnan Satu, di Sumatra Selatan. Gerrits tidak begitu disukai. Bahkan dijauhi. Karena dirinya bekas musuh TNI di masa revolusi. Gerrits tak banyak bicara.  Dia pensiun dengan pangkat Kapten. (Z.A. Maulani, Melaksanakan Kewajiban Kepada Tuhan danT anah Air (Memoar Seorang Prajurit TNI),Jakarta, Desata, 2005, hlm. 132-134). 
Gerits yang mantan NEFIS, mungkin juga termasuk orang yang ikut meneropong dan mematai serdadu Jepang yang disebut sebagai orang kate dari utara. Setidaknya dia pernah ikut melawan serdadu Jepang. Tak seperti orang macam Suharto yang tidak melawan Jepang. 

Tidak ada komentar: